• Foto
  • Luluh Lantak Diguncang Lindu

Luluh Lantak Diguncang Lindu

Gempa berkekuatan Magnitudo 5,6 meluluhlantakkan Cianjur. Kehilangan rumah, ribuan warga saat ini dibuat kesulitan mengakses air bersih.

Fotografer Prima Mulia27 November 2022

BandungBergerak.idSenin, 21 November 2022, sekitar pukul setengah dua siang, ketika saya sedang menyunting foto-foto liputan, notifikasi pesan di media sosial terus berbunyi. Informasinya Cianjur diguncang gempa bumi magnitudo 5,6. Pantas saya merasa sedikit limbung dan pening selama beberapa detik.

Menjelang pukul tiga sore, potongan-potongan video warga di media sosial mengabarkan Cianjur yang porak-poranda. Jalan nasional di kawasan Tapal Kuda menuju arah Cipanas tertutup longsor di dua titik. BMKG mencatat gempa dengan kedalaman 10 kilometer di Tegallega, Kecamatan Warungkondang, termasuk di jalur Patahan Cimandiri.

Pukul empat sore, saya berangkat ke Cianjur naik sepeda motor supaya bisa menerobos kemacetan dan mudah mengakses jalan ke kampung-kampung nantinya.

Masuk wilayah Karangtengah menuju Cianjur kota menjelang magrib, jalanan gelap gulita. Sejak rute Padalarang, silih berganti ambulans melaju dari arah Cianjur ke Bandung dan sebaliknya. Mereka pastilah membawa korban-korban gempa yang terluka sangat parah untuk dirujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

Menimbang risiko mengunjungi lokasi-lokasi bencana dalam kondisi gelap, saya putuskan untuk meliput di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cianjur. Puluhan unit ambulans hilir mudik membawa korban-korban luka dari desa-desa di berbagai pelosok Cianjur yang terdampak gempa.

Korban-korban langsung mendapatkan perawatan di halaman rumah sakit yang difungsikan sebagai Instalasi Gawat Darurat (IGD). tenda-tenda juga didirikan untuk merawat lansia dan balita. Malam itu Pemerintah Kabupaten Cianjur menyatakan untuk sementara 56 orang tewas akibat gempa dan ratusan orang lainnya dirawat secara darurat di halaman rumah sakit.

Dari reruntuhan bangunan, warga mencari tongkat-tongkat bambu yang bisa dimanfaatkan untuk mendirikan tenda darurat bagi keluarga. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Di Cugenang

Esok pagi, jalanan di semua wilayah Cianjur kota menuju arah Bandung dan arah Cipanas dipadati kendaraan-kendaraan pembawa bantuan logistik, tim SAR, dan ambulans. Ditambah pula kendaraan-kendaraan pribadi. Mereka hendak menyalurkan bantuan langsung ke lokasi-lokasi terdampak.

Dari infromasi kawan-kawan di lapangan, diketahui Kecamatan Cugenang, Warung Kondang, dan Cilaku menderita dampak gempa paling parah.  Padatnya jalanan desa menuju perkampungan di Cugenang membuat saya memilih datang ke Kampung Selakawung di Kecamatan Cilaku. Kabarnya, kampung-kampung di sana belum memperoleh bantuan dan pasokan logistik dari pemerintah.

Sepanjang jalan desa, rumah-rumah di kanan kiri roboh. Kalaupun masih ada yang tampak tegak berdiri, dinding beton-beton penyangganya belah-belah. Tetap diperlukan rehabilitasi menyeluruh. Di salah satu sudut kampong, sebuah pondok pesantren terlihat tak utuh lagi. Hanya masjid yang masih berdiri dengan dindingnya retak-retak.

Di salah satu sudut kampung yang dikelilingi sawah dengan padi bunting menguning, 70 persen dari sekitar 40 rumah rata dengan tanah. Sisanya rusak berat dan nyaris roboh. Hanya satu rumah yang utuh: sebuah rumah panggung yang terbuat dari kayu dengan kaki-kaki konstruksinya ditopang balok batu.

Di Desa Gasol, Kecamatan Cugenang, pemandangan serupa ditemui dari satu kampung ke kampung lainnya. Bangunan-bangunan luluh lantak diguncang lindu.

Dalam situasi darurat akibat gempa, banyak warga kesulitan mengakses air bersih dan sanitasi sehingga membuat mereka rentan terpapar penyakit. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Air Bersih dan Penyakit

Di hari ke-3 pascagempa, masalah sanitasi yang buruk dan penyakit mulai bermunculan. Warga terpaksa memanfaatkan aliran sungai atau irigasi sawah untuk kebutuhan mandi-cuci-kakus (MCK). Dengan pancang-pancang bambu setinggi satu setengah meter, dilengkapi terpal atau kain untuk menutup sekeliling, jamban darurat dibuat untuk sekadar buang hajat.

"Kalu wudu pakai air di kolam saja. Mandi mah boro-boro. Airnya susah, jadi ga mandi,” tutur Asep, warga Desa Gasol.

Keluarga Asep belum mendapatkan jatah tenda bantuan Kementerian Sosial Republik Indonesia berwarna merah putih. Mereka tinggal di bawah tenda terpal seadanya. Selain selimut dan bahan makanan, keluarga ini dan para tetangga mereka membutuhkan juga bantuan obat-obatan.

Mereka yang sudah mendapatkan tenda darurat bantuan pemerintah bukannya tanpa masalah. Tinggal berdesakan dalam satu tenda bisa memicu penyebaran penyakit. Batuk, pilek, dan demam adalah penyakit yang paling banyak diderita warga, terutama anak-anak. Ditambah lagi gatal-gatal karena keterbatasan sumber air bersih.

Selepas hujan lebat, warga yang memiliki anak balita kebingungan mencari air panas untuk menyeduh makanan bayi atau susu. Di dapur umum, persediaan air bersih juga terbatas.

Memangkas Birokrasi

Pusat gempa di Cianjur tepat berada di kawasan permukiman dengan banyak penduduk. Tak heran dampaknya sangat merusak. Terlebih kondisi tanah di sana gembur dan subu. Tidak sedikit bencana longsor terjadi di permukiman di kawasan lereng.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga 25 November 2022 jumlah korban tewas akibat gempa mencapai 310 orang, sementara 24 orang masih dinyatakan hilang. Lebih dari 60 ribu orang masih mengungsi di 110 titik. Infrastruktur yang rusak terdiri dari 363 gedung sekolah, 144 tempat ibadah, 3 fasilitas kesehatan, 6 gedung perkantoran, serta sekitar 57.000 rumah.

Kita semua berharap negara hadir untuk menanggulangi serta merehabilitasi ruang hidup warga di desa-desa di seluruh kecamatan di Cianjur yang terdampak gempa. Kita semua berharap, tidak ada lagi makian dari warga korban bencana setiap kali melihat rombongan kendaraan pemasok bantuan yang melintas begitu saja di kampung mereka yang masiih kekurangan bahan makanan dan obat-obatan.   

Kita semua berharap birokrasi bertingkat, yang sering menjadi pemicu lamban dan tidak meratanya pasokan bantuan, bisa segera dipangkas.

Foto dan teks: Prima Mulia

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//