BandungBergerak.idSuara bising mirip iring-iringan kereta terdengar dari salah satu sentra pembuatan sarung di Desa Sukamaju, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (27/4/2021). Suara itu berasal dari sebuah pabrik tua kusam yang menghasilkan produk khas: sarung Majalaya.

Di antara suara bising, sejumlah pekerja sibuk mengatur mesin tenun kuno buatan tahun 1950-an. Bising mesin-mesin tenun itu jadi penanda roda-roda bisnis di kampung tersebut sedikit menggeliat, walau tetap tersendat setelah dihajar pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak setahun lalu.

Pandemi telah merontokkan sebagian besar pabrik sarung Majalaya. Bahkan menjelang lebaran, penjualan tetap lesu. Pabrik yang bertahan hanya membuat sarung berdasarkan pesanan dengan harga jual sekitar Rp 300.000 per kodi. Pekerja mengeluhkan rendahnya upah yang hanya sebesar Rp 300.000 per dua pekan.

Majalaya mulai dikenal sebagai sentra tenun kain sarung sejak sekitar akhir 1920-an. Alih teknologi dari alat tenun bukan mesin (ATBM) ke mesin-mesin listrik membuat Majalaya berjaya sebagai pemasok 40 persen produk tekstil nasional di tahun 1960-an. Kawasan ini terkenal sebagai 'Kota Dollar'.

Meredupnya hoki Majalaya sebagai Kota Dollar mulai terjadi di tahun 1990-an hingga sekarang. Industri modern dengan investor-investor kakap dari luar negeri semakin menyisihkan keberadaan industri-industri tenun milik warga asli Majalaya.

Kini hanya segelintir pabrik yang sanggup bertahan. Mereka megap-megap menenun asa dari putaran roda mesin tenun tua warisan dari kakek atau orang tua mereka di masa jaya, seraya berharap kejayaan itu kembali.

Foto dan Teks: Prima Mulia

Editor: Redaksi

COMMENTS

//