Gulma Eceng Gondok di Tangan Eman
Di Waduk Saguling, eceng gondok menjadi gulma yang mengganggu banyak orang. Di tangan Eman, eceng gondok disulap menjadi produk kerajinan yang laku di pasaran.
Di Waduk Saguling, eceng gondok menjadi gulma yang mengganggu banyak orang. Di tangan Eman, eceng gondok disulap menjadi produk kerajinan yang laku di pasaran.
BandungBergerak.id - Dengan cekatan Abah Eman, 73 tahun, menganyam lembar demi lembar batang eceng gondok kering yang sudah dipipihkan di bengkel kerjanya di Kampung Cicalengka, Desa Mekarmukti, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (23/1/2023). Beberapa produk kerajinan berbahan eceng gondok, seperti tas, topi, dan furnitur, menghiasi sudut-sudut bengkel berkonstruksi bambu berukuran sekitar 3 x 5 meter yang terletak tak jauh dari Waduk Saguling tersebut.
Di dalam bengkel, Eman sedang menunjukkan cara pembuatan produk kerajinan eceng gondok (Eichhornia Crassipes) pada Enden (52). Wanita asal Kota Cimahi inilah yang ikut berperan membantu pemasaran dan promosi produk-produk kerajinan buatannya.
Selama ini eceng gondok lebih dikenal sebagai gulma yang mengotori Waduk Saguling, Waduk Cirata, dan Waduk Jatiluhur. Penyebaran eceng gondok yang sangat cepat berimbas buruk pada budidaya ikan air tawar, selain mengganggu lalu lintas perahu-perahu sebagai sarana transportasi utama antarkampung di daerah genangan waduk. Tak ada perahu bermotor yang sanggup menembus bentangan eceng gondok yang menutupi permukaan air.
Di bawah jembatan yang oleh warga sekitar disebut Sasak Bubur, misalnya, seluruh permukaan airnya tertutup sempurna oleh eceng gondok. Warga tidak bisa lagi menjaring ikan. Perahu pun tak bisa melintas. Satu dua orang warga masih ada yang berusaha mengait tanaman yang mengapung di air tersebut ke daratan.
Mungkin solusi paling mudah adalah mengangkat ratusan ton eceng gondok itu dari perairan dan menumpuknya di pesisir waduk, lalu didiamkan membusuk atau dibakar. Namun, itu bukan satu-satunya. Ada warga yang mencacah tanaman air itu untuk dijadikan kompos dan media tanam. Yang lain, seperti Eman, dengan sengaja memanen eceng gondok utuh untuk diolah menjadi bahan membuat produk kerajinan tangan.
Ketelitian dan Kesabaran
Di beberapa kampung sekitar Waduk Saguling, beberapa orang warga telah telah memanfaatkan eceng gondok sejak tahun 2012 lalu. Bahan baku berupa eceng gondok basah dibeli dari pemasok seharga 8.000 rupiah per kilogram. Yang kering diharga 15.000 per kilogram.
"Eceng gondok yang dipanen harus utuh, tidak boleh rusak agar bisa diolah jadi produk kerajinan. Jadi kita tidak bisa memakai eceng gondok yang diangkat pakai alat berat. Pasti kondisinya rusak," kata Eman.
Di sekitar bengkel kerja Eman, hamparan eceng gondok kering memenuhi pelataran rumah, bersisian dengan jemuran pakaian. Jika cuaca terik, dalam hitungan hari eceng gondok bakal kering dan siap dibuat produk kerajinan.
Di tangan para perajin sepert Eman, untaian batang-batang eceng gondok disulap menjadi tas, furnitur, kotak tisu, dan produk-produk kerajinan lain. Sebuah kotak tisu bisa diselesaikan dalam waktu sehari, sementara tas butuh tiga hari. Untuk membuat sebuah kursi, waktu yang diperlukan dua hari.
Untuk menuntaskan produk kerajinan enceng gondoknya, terutama kursi dan meja, Eman memanfaatkan juga barang bekas seperti ban mobil dan ember cat tembok ukuran besar. Ia memulainya pada 2019 lalu. Untaian eceng gondok digunakan untuk melapis rangka dari barang bekas itu sehingga bentuknya menjadi sangat menarik dan estetik.
Produk buatan Eman banyak dipasarkan ke luar Jawa Barat, terutama Sumatra dan Bali. Bahkan ada produk-produk yang diekspor walau tidak secara langsung. Harga termurah produk kerajinan eceng gondok buatan Eman, seperti sandal, ada di kisaran 20.000 rupiah. Untuk produk tas, harga dipatok 50-100 ribu rupiah. Yang termahal tentu saja furtnitur yang harganya bisa dibandrol 1,5 juta per unit.
Di bengkel bambu miliknya, Eman bekerja nyaris sendirian. Tidak ada anak muda yang membantunya. Menganyam produk kerajinan berbahan ecang gondok adalah pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan kesabaran. Dua hal yang mungkin saat ini diemohi oleh anak-anak muda.
*Foto dan teks: Prima Mulia
COMMENTS