Mereka yang tidak Mudik
Ketika semua orang sibuk mudik demi bisa berkumpul dengan keluarga di kampung halaman, mereka tetap bekerja memastikan arus mudik berjalan lancar.
Ketika semua orang sibuk mudik demi bisa berkumpul dengan keluarga di kampung halaman, mereka tetap bekerja memastikan arus mudik berjalan lancar.
BandungBergerak.id - Momen Hari Raya Idulfitri 1444 H disambut riang jutaan umat manusia di seluruh penjuru negeri sebagai puncak dari tuntasnya ibadah puasa selama bulan Ramadan. Namun tak semua bisa menikmati momen libur lebaran bersama keluarga, sebagian lagi masih harus bertugas di sektor-sektor krusial, seperti di jalur mudik. Mereka rela berpanas hujan demi memastikan kelancaraan "saudara-saudara" lainnya melintas di jalur mudik untuk berlebaran di kampung halaman.
Iki Jaelani, memanggul garpu penggaru sampah di TPS Kelurahan Merdeka yang menggunung di Kota Bandung, persis di hari ke-2 lebaran Idul Fitri Minggu (23/4/2023). "Sempat kumpul di hari pertama, sekarang kembali kerja walau cuma sendirian, supaya nanti saat truk datang sampah sudah bisa diangkut," kata pemuda 25 tahun ini.
Beberapa hari sebelumnya, antara H-7 sampai H-2, lalu dilanjut sampai H+3, semakin banyak Iki-Iki lainnya yang bekerja atau bertugas jadi sukarelawan di jalur mudik. Raka, seorang petugas di pos pengaman jalur mudik Limbangan, Garut, sibuk menghitung kendaraan yang melintas dari arah Bandung menuju Tasikmalaya dan Jawa Tengah. Mata dan jemarinya semakin sering menekan alat penghitung kendaraan yang melintas.
"Hari ini naik signifikan, jumlah kendaraan yang melintas lebih tinggi 70 persen dibanding kemarin pada jam yang sama pagi ini," katanya.
Hal yang sama dialami Dodi, anggota pramuka dari SMK Kartika saat bertugas mengatur lalu lintas di pos pengaman jalur mudik di Kadungora, Garut. "Saya bertugas hampir sepekan, nanti sampai H-1 lebaran masih di sini," kata remaja 18 tahun ini.
Soleh (25 tahun), dengan sigap mengibarkan bendera berwarna merah saat mengatur keluar masuk mobil pemudik di rest area masjid Al Mahdiyyin yang terkenal nyaman untuk jadi tempat istirahat di Nagreg, Kabupaten Bandung.
"Ini momen setahun sekali, jadi saya akan bertugas sampai lebaran dan arus balik, karena pasti ramai sekali," katanya. Dari jasanya ini Soleh bisa menambah pundi-pundi pendapatannya cukup tinggi. Ia akan membagi dua pendapatannya dengan DKM masjid sebagai pemilik lahan rest area.
Di tanjakan Ciaro, jalur mudik antara Nagreg ke Kadungora, Adi berlarian sambil membawa kayu ganjal ban yang dibuat mirip palu besar. Saat itu buka tutup jalur diberlakukan saat macet panjang. Kendaraan yang berhenti di tanjakan dengan kondisi rem tangan kurang maksimal kerap membutuhkan jasa ganjal ban.
"Lumayan lah selama musim macet ini bisa dapat uang sampai 500 ribuan, sekali bayar ada yang ngasih 5.000 atau 10.000," kata pelajar SMA ini.
Di jalur tengah, Roni masih berkutat dengan peralatan kerjanya. Ia berselimut debu berwarna putih saat menghaluskan jalan beton area masuk tol Cisumdawu seksi 4-5 di Cimalaka, Sumedang. Pria pekerja asal Sumedang ini harus bisa menyelesaikan pekerjaannya agar tol yang akan dilalui pemudik secara fungsional ini cukup aman dilalui.
"Nanti juga kan dilewatinya hanya dari pagi sampai jam 3 sore saja, kalau hujan di sini sangat berkabut," kata Roni.
Tak ketinggalan, banyak jurnalis yang diterjunkan meliput jalur mudik. Jurnalis foto Republika, Abdan Syakura, pada hari lebaran hanya libur di hari H saja.
"Saya meliput arus mudik dari sepekan lalu sampai H-1 lah, nanti dilanjut mulai H+1. Selain macet luar biasa, cuaca di jalur mudik itu dari pagi sampai siang panas ekstrem, nanti dari sore ke malam hujan dingin ekstrem, serba ekstrem pokoknya," kata Abdan Syakura, sambil terkekeh.
Pria 26 tahun ini selama liputan mudik dan arus balik melibas semua momen sejak Nagreg, Kabupaten Bandung, ke Limbangan, Kabupaten Garut, sampai ke Gentong, Kabupaten Tasikmalaya.
Potret para pekerja ini memang tidak mewakili semua. Masih banyak lagi mereka-mereka yang tetap masih bekerja dan bertugas bahkan sampai saat momen lebaran tiba. Seperti para petugas SPBU, atau kernet-kernet transportasi umum yang duduk di atas atap mobil ELF yang melaju kencang, mereka duduk diatap mobil sambil menjaga barang-barang bawaan penumpang.
Foto dan Teks: Prima Mulia
COMMENTS