Akhir Citarum Harum
Program Citarum Harum melalui Perpres Nomor 15 Tahun 2018 ditargetkan selesai tahun 2025. Bagaimana potret sungai terpanjang di Jawa Barat sepanjang 2024?
Program Citarum Harum melalui Perpres Nomor 15 Tahun 2018 ditargetkan selesai tahun 2025. Bagaimana potret sungai terpanjang di Jawa Barat sepanjang 2024?
BandungBergerak.id - Pendi (40 tahun) melempar jaring halus ke perairan berwarna hitam berbau menusuk hidung di Sungai Cikijing, Desa Bojongloa, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, 17 November 2024. Sungai ini telah tercemar limbah industri tekstil. Cacing-cacing halus berwarna merah tua menempel di jaring milik Pendi yang tekstur kainnya sangat rapat.
Pencemaran sungai tak hanya di Sungai Cikijing. Delia dan Erlita (ke duanya berusia 11 tahun), bergegas menuju fasilitas mandi cuci kakus (MCK) umum di ujung kampung. Azura (10 tahun) tak lama menyusul teman-temannya. Tiga anak perempuan kelas 5 SDN Padasuka 3 tersebut bergantian mengisi bak penampung air yang ditimba dari sumur penampung di fasilitas MCK Kampung Ciwalengke, Desa Sukamaju, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, 30 Mei 2024. Air tersebut dialirkan langsung dari Sungai Ciwalengke yang tercemar limbah rumah tangga dan sampah.
Baik Sungai Cikijing maupun Sungai Ciwalengke merupakan anak Sungai Citarum, sungai terpanjang di Jawa Barat yang juga tercemar. Di bawah jembatan Batujajar atau warga sekitar menyebutnya jembatan BBS (Babakan Sapan), Kabupaten Bandung, 12 Juni 2024, perahu-perahu pemulung hilir mudik di atas permukaan sampah yang menutupi seluruh permukaan Sungai Citarum.
Dari atas terlihat seperti perahu yang terdampar di tengah tempat pembuangan akhir sampah, tak terlihat air sama sekali. Sekitar 30 meter dari perahu-perahu pemulung tampak satu unit ekskavator yang mengapung di atas baja terapung. Alat keruk tersebut beroprasi untuk mengurai lautan sampah yang menutupi permukaan Sungai Citarum.
Mereka harus bergegas memungut sampah-sampah bernilai jual seperti plastik kemasan air minum sebelum hamparan sampah itu diurai ekskavator. Sementara lebih dari 10 perahu lain yang berisi relawan dari Bening Saguling Foundation, BBWS Citarum, sejumlah anggota TNI Satgas Citarum Harum, dan relawan organisasi lingkungan lainnya hilir mudik juga untuk memunguti semua sampah yang menutup permukaan sungai.
Mereka mengumpulkan semua jenis sampah organik dan anorganik dalam karung di atas perahu masing-masing, lalu membawanya ke daratan, dan kembali lagi ke air untuk memungut sampah lain. Eceng gondok, sedimentasi, dan sampah-sampah besar seperti kasur cukup mempersulit petugas, membuat pekerjaan lebih lambat. Bangkai-bangkai binatang juga menimbulkan bau tak sedap, seperti seekor anjing mati yang sudah menggembung jadi sebesar domba.
Hamparan sampah memanjang sekitar 3 kilometer dengan lebar badan sungai sekitar 60 meter. Diperkirakan bobot lautan sampah ini mencapai 200 ton. Kawasan Batujajar dan Cihampelas di Kabupaten Bandung Barat adalah benteng terakhir penahan sampah dari Bandung Raya yang dibuang ke Sungai Citarum.
Ada semacam trashboom raksasa di sana, seperti bentangan sling baja untuk menahan sampah agar tak masuk ke Waduk Saguling. Fenomena lautan sampah di Batujajar dan Cihampelas ini selalu berulang dari tahun ke tahun, paling tidak sesuai dengan dokumentasi foto yang saya miliki sejak bergulirnya program Citarum Bestari dan Citarum Harum.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat menargetkan tahun 2025 sampah di hulu harus berkurang 30 persen. Artinya, sampah sudah harus dipilah dalam skala rumah tangga, sampah organik diurai sendiri di rumah. Komitmen ini digaungkan dari pemerintah pusat sampai pemerintah daerah.
Terkait masalah pencemaran Citarum ini, pada 19 Mei 2024, sejumlah aktivis dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Barat membentang spanduk kampanye zero tolerance policy, di bawah jembatan Sungai Citarum di Baleendah, Kabupaten Bandung. Walhi Jawa Barat menyatakan program Citarum Harum tak layak dijadikan contoh keberhasilan pengendalian dan penanganan pencemaran sungai di World Water Forum di Bali di mana pemerintah akan menjadikan Citarum Harum sebagai showcase keberhasilan program tersebut.
Aksi Walhi dan puluhan aktivis lingkungan hidup ini berlanjut pada 22 Mei 2024 di depan Gedung Sate. Mereka tetap menegaskan Citarum Harum Gagal. Dari orasi-orasi yang disuarakan mereka mempertanyakan apa indikator yang menyatakan kategori Sungai Citarum berubah jadi cemar ringan setelah sebelumnya tercemar berat.
Zero tolerance policy terkait pencemaran sungai juga jadi narasi utama yang diusung selain menggugat keadilan atas sumber air bersih. Banyak masyarakat di Jawa Barat sampai saat ini masih juga belum bisa mengakses sumber air bersih. Padahal program percepatan pengendalian pencemaran dan kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum melalui Perpres Nomor 15 Tahun 2018 yang dikenal sebagai Citarum Harum ditargetkan selesai pada tahun 2025.
Sepanjang tahun 2024, banjir bandang di wilayah hulu Citarum masih kerap terjadi, sampah masih jadi masalah tak berkesudahan, pencemaran limbah industri seperti main petak umpet; di beberapa titik aliran DAS Citarum masih tetap airnya berwarna hitam berbau busuk.
Yang tak kalah penting adalah penegakan hukum dan pemantauan anak-anak sungai di DAS Citarum, bukan hanya di badan Sungai Citarum saja. Selama ini sering kali pemerintah pamer keberhasilan melalui acara seremonial belaka di sekitar oxbow atau di area Sungai Citarum yang terlihat bersih.
Menurut laman resmi Citarum Harum, citarumharum.jabarprov.go.id jumlah limbah domestik yang mencemari Sungai Citarum mencapai 60 persen dari total pencemaran di Citarum. Selain dengan cara pengelolaan sampah di pinggiran sungai (Improvement of Solid Waste Management to Support Regional And Metropolitan Cities) untuk mengendalikan sampah, yang paling krusial adalah merubah pola pikir atau budaya membuang sampah langsung ke badan sungai sepanjang 297 kilometer yang membelah 13 kabupaten dan kota sejak dari Kabupaten Bandung sampai ke Muara Gembong di utara Bekasi. Sumbangan pencemaran ke badan sungai ini tentu saja datang dari anak-anak sungai Citarum yang kerap terabaikan.
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, timbulan sampah Sungai Citarum mencapai 3,4 juta ton per tahun pada tahun 2023. Setidaknya Citarum menerima buangan sampah sekitar 9.000 ton per hari.
Pada perhelatan World Water Forum ke-10 tanggal 18-25 Mei 2024 di Bali, pemerintah merilis buku tentang keberhasilan pengendalian pencemaran di Sungai Citarum melalui program Citarum Harum, bukunya berjudul Citarum Harum: Caring for Rivers Saving Lives. Menurut pemerintah program Citarum Harum berhasil menurunkan tingkat pencemaran dari kategori cemar berat ke kategori cemar ringan.
Petak Umpet
Pengendalian pencemaran Sungai Citarum dari limbah industri dan sampah bak main petak umpet. Dua tahun sejak program Citarum Harum diluncurkan, sampah dan limbah industri bisa tiba-tiba lenyap lalu tiba-tiba muncul. Sekitar 1.900 pabrik berdiri di sepanjang Citarum, hebatnya 79 persen tak terdata IPAL-nya. 11 persen terdata tak punya IPAL. Berarti hanya 10 persen yang memiliki IPAL.
Dalam pantauan sepanjang tahun 2019, limbah pabrik berkurang signifikan di 30 kilometer pertama sejak Majalaya sampai Baleendah. Sampah pun berkurang. Namun gelontoran limbah industri masih belum terkendali dari Margaasih, Cihampelas, dan Batujajar. Air hitam berbau busuk jadi hal biasa. Aliran hitam limbah terlihat jelas di anak-anak Sungai Citarum di Margaasih, Cimahi Selatan, dan Padalarang di Bandung Barat.
Di tahun 2020 sampai 2022, permasalahan sampah yang mengalir di sungai mulai terkendali setelah pos-pos Satgas Citarum Harum bertebaran di DAS Citarum. Paling tidak, sampah yang terlanjur hanyut bisa dicegat dan diangkut keluar sungai terutama saat musim penghujan yang dikenal sebagai musim buang sampah massal, baik yang disengaja atau yang terbawa banjir bandang. Sampah bernilai ekonomis seperti plastik bisa di daur ulang.
Tahun 2023 ke 2024 sampah dan limbah industri mulai kembali mewarnai badan sungai terutama di anak-anak sungai DAS Citarum. Selain limbah industri, racun mikroplastik juga menghantui sungai-sungai di DAS Citarum. Dari data BBWS Citarum per Januari 2018, sampah organik dan anorganik di DAS Citarum mencapai 20.462 ton per hari dimana 71 persen tidak terangkut. Jumlah ini turut memberi andil yang menempatkan Indonesia sebagai penyumbang sampah plastik terbesar nomor 2 di dunia.
Tahun 2024 ada jurus baru pemerintah terkait pengendalian sampah, yaitu dengan membangun instalasi insinerator sampah yang disebut Motah (Mesin Olah Runtah). Sampah-sampah di sejumlah TPS yang berada di kawasan permukiman dibakar dalam Motah menghasilkan asap berbau dan abu yang terbang dan yang ada di dasar (fly ash bottom ash) mirip seperti PLTU batubara.
Di pengendalian banjir ada kemajuan dibanding dulu-dulu. Polder-polder atau danau retensi pengendali banjir walau masih kurang banyak jumlahnya, sudah mampu mengurangi debit banjir di beberapa wilayah di Baleendah. Terowongan air Nanjung di Curug Jompong dan Cisangkuy Floodway di Baleendah, cukup efektif melancarkan jalan air saat sungai Citarum dan Cisangkuy meluap. Paling tidak bisa mengurangi durasi banjir jadi lebih singkat. Kecuali di Kecamatan Dayeuhkolot yang masih kerap kebanjiran paling pertama dan paling lama karena minimnya danau pengendali banjir. Masih tetap banjir memang, tapi ada dampak yang nyata dibanding program-program masa lalu.
Jurus-jurus revitalisasi Citarum sebenarnya sudah digagas sejak tahun 2001 dengan Citarum Bergetar. Namun program Citarum Bergetar berakhir nihil, berjalan tanpa diketahui tingkat keberhasilannya. Selanjutnya, program Investasi Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu Citarum atau Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program (ICWRMIP) diusung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tahun 2008 sampai 2023 bertujuan memperbaiki kualitas Citarum, mengatasi persoalan lingkungan di DAS Citarum, menyediakan pasokan air baku berkualitas serta pengendalian banjir di seluruh aliran sungai di 12 kabupaten/kota di Jawa Barat.
Alih-alih memberi harapan perbaikan kualitas air dan bebas banjir, Citarum Terpadu terfokus membangun dan memperbaiki Kanal Tarum Barat sepanjang 54 kilometer, dari Karawang hingga Bekasi untuk meningkatkan kualitas suplai air baku di DKI Jakarta.
Lewat Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 75 Tahun 2015, gerakan Citarum Bestari resmi diluncurkan. Tentara mulai digandeng. Hasilnya tetap sama dengan jurus terdahulu, Citarum berkutat dengan sampah dan limbah industri beracun dan berbahaya.
Jurus terakhir dikeluarkan, yaitu Citarum Harum pada Februari 2018. Buntutnya, Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum diteken pemerintah untuk memberi payung hukum Citarum Harum yang ditargetkan selesai tujuh tahun.
Mampukah jurus pamungkas ini mengendalikan semua permasalahan? Komitmen masyarakat, penegakan hukum, dan komitmen pelaku industri yang bakal jadi penentu keberhasilan program ini. Anggaran triliunan tak akan bermakna tanpa dukungan nyata prolingkungan hidup oleh warga dan industri.
Saat ini DAS kritis di Citarum mencapai sekitar 79.668,25 ha dengan sedimentasi mencapai 8.465 ton per tahun. Sungai ini menerima sekitar 20.462 ton sampah per hari. Melintasi 12 kabupaten/kota di Jawa Barat dan 133 kecamatan. Sungai Citarum mengairi lahan pertanian 420.000 hektare lahan pertanian, menyuplai 80 persen air baku Jakarta, serta memutar turbin 3 PLTA Saguling, Cirata, dan Jatiluhur yang menghasilkan 1.888 mw listrik untuk interkoneksi Jawa Bali.
Sungai ini telah memberikan manfaat yang maksimal bagi program-program strategis nasional. Pemerintah, masyarakat dan industri-industri juga menerima manfaat dari program-program tersebut. Mungkin sudah saatnya juga pemerintah, industri, dan masyarakat luas mengembalikan manfaat-manfaat yang sudah didapat demi perbaikan lingkungan di sepanjang DAS Citarum.
Lumpur Beracun
Tanggal 3 Juli 2024, sejumlah warga memikul sludge atau lumpur endapan limbah industri di salah satu anak Sungai Citarum yaitu Sungai Cihaur di Padalarang, Kabuaten Bandung Barat. Sludge adalah limbah dengan kategori B3 yang penanganannya harus memakai pakain khusus, sementara mereka berpakaian kaus biasa, tanpa alas kaki, tanpa sarung tangan, tanpa masker, dan pelindung mata.
Endapan lumpur B3 itu harus mereka kumpulkan di dataran yang lebih tinggi yang nantinya akan diangkut oleh truk entah ke mana. Saat mereka bekerja, air limbah industri terlihat bergolak tanpa henti di badan Sungai Cihaur. Baunya menyengat dan mengalir bebas begitu saja ke sungai.
Tanggal 28 Juli 2024, Emen (84) menyiram kebun sayurannya dengan air dari aliran hitam Sungai Cimande di Desa Linggar, Rancaekek, Kabupaten Bandung, yang tercemar limbah industri tekstil. "Kalau lebih pagi air sungainya masih hangat dan lebih bau, kapungkur mah jaman Pak Karno (dulu zaman Presiden Sukarno) cai na bersih, ayeuna mah edan," katanya.
Tanggal 2 Desember 2024, sejumlah warga menyeberang jembatan bekas kereta api jalur Bandung Ciwidey di atas Sungai Cikapundung, perbatasan Kecamatan Bojongsoang dan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, sambil menutup hidungnya. Bau busuk menguar dari hamparan sampah tebal yang terbawa banjir dan terperangkap di jembatan. Warga tampak mengangkat lemari pendingin, kasur bekas, dan kursi butut dari tumpukan sampah di atas sungai yang jaraknya hanya sekitar 500 meter dari muara ke Sungai Citarum.
Hak warga atas air bersih, banjir, pencemaran sungai oleh industri, sampah di badan Sungai Citarum termasuk anak-anak sungainya tetap nyata di saat program nasional Percepatan Pengendalian Pencemaran & Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum (Citarum Harum) akan berakhir tahun 2025 sejak diinisiasi tahun 2018 lalu.
Setelah militer hengkang dari program ini, konon penanganan Citarum akan dikembalikan ke masyarakat dan pemerintah daerah setempat sampai ke tingkat pemerintahan tingkat RT/RW. Akankah program ini berakhir dengan perubahan signifikan atau hanya perubahan berdasarkan angka-angka dan data-data yang terlihat keren dan scientific? Kita tunggu sampai hari penentuan itu datang di tahun 2025.
*Foto dan Teks: Prima Mulia
COMMENTS