• Foto
  • Krisis di Hulu, Banjir di Hilir

Krisis di Hulu, Banjir di Hilir

Banjir cenderung dijawab pernyataan normatif para pejabat daerah. Melupakan salah satu akar permasalahan di kawasan hulu dan area tangkapan air yang semakin kritis.

Fotografer Prima Mulia22 Maret 2025

BandungBergerak.idSatu unit televisi tabung rusak mengambang di jalan desa yang tergenang banjir luapan Sungai Cimande di Kampung Bunter, Desa Sukadana, Keccamatan Cimanggung, Sumedang, 14 Maret 2025. Jalan desa di kampung tersebut berubah jadi sungai dengan aliran air berwarna cokelat dengan ketinggian seperut orang dewasa.

Sejumlah warga terlihat mulai meninggalkan rumahnya dengan membawa pakaian seadanya. Beberapa warga mengeluarkan furnitur dan barang elektronik dari dalam rumahnya yang terlihat berantakan, lemari bergelimpangan dan benda-benda lain mengambang di air yang menggenangi seluruh ruangan.

Sehari sebelumnya, hujan deras mengakibatkan banjir bandang. Empat desa di Kecamatan Cimanggung yaitu Desa Sukadana, Cihanjuang, Sindanggalih, dan Sindang Pakuwon dihajar banjir semalaman. Banjir surut di dua desa, namun genangan sampai satu meter memutus akses jalan dan merendam permukiman di wilayah Desa Sukadana dan Cihanjuang.

Sekitar 575 kepala keluarga (KK) yang menghuni empat desa tersebut atau lebih dari 2.000 jiwa terdampak banjir luapan Sungai Cimande. Sebagian warga mengungsi dan ada yang bertahan di lantai dua rumahnya sampai 16 Maret 2025. Ini bukan kali pertama Cimanggung dihajar banjir, daerah ini merupakan kawasan langganan banjir. Alih fungsi lahan lagi-lagi ditengarai jadi penyebab utama banjir.

Alih fungsi berkelindan dengan pendangkalan sungai. Saat intensitas hujan tinggi sungai tak mampu lagi menampung debit air yang besar, air meluap ke permukiman. Target pemerintah daerah wilayah Cimanggung bebas banjir di tahun 2026. Langkah jangka pendek berupa pengerukan sedimentasi sungai dimulai pascabanjir di sepanjang 3 kilometer badan sungai. Jangka panjangnya akan dilakukan normalisasi dan penghijauan di wilayah hulu.

Di Kabupaten Bandung, luapan Sungai Citarum dan anak-anak sungai yaitu Cikapundung, Cigede, Citarik, dan Cipalasari menggenangi desa-desa di Kecamatan Dayeuhkolot, Bojongsoang, Rancaekek, dan Margaasih. Bencana banjir terparah melanda Dayeuhkolot yaitu di Desa Citeureup, sekitar 465 jiwa mengungsi di masjid-masjid dan SMPN 1 Dayeuhkolot.

Sepanjang bulan Maret banjir sudah seperti  air isi ulang di beberapa desa di Dayeuhkolot dan Bojongsoang. Bencana hidrometeorologi di kawasan Bandung selatan ini menggenangi 29 kampung di beberapa desa. 1.659 rumah yang dihuni 3.275 kepala keluarga terdampak banjir, belum termasuk sekolah dan fasilitas umum lainnya

Di wilayah Kota Bandung, kawasan Gedebage di sekitar Rancanumpang, Derwati, kantor Dinas Perhubungan Kota Bandung, kawasan Pagarsih, sampai Gang Apandi di Braga, terdampak banjir akibat curah hujan yang cukup ekstrem sepanjang bulan Maret ini.

Kejadian yang sama di daerah yang sama. Kepala daerah atau para pejabat pemangku kebijakannya boleh berganti tapi hasilnya tetap sama, banjir. Banjir Bandung Raya terjadi di seluruh DAS Citarum di wilayah kota dan kabupaten.

Pernyataan normatif para pejabat daerah tentang upaya penaggulangan banjir lewat pengerukan sampah, normalisasi sungai, atau pembuatan danau retensi jadi jurus andalan. Melupakan salah satu akar permasalahan utama di kawasan hulu dan area tangkapan air yang semakin kritis akibat alih fungsi lahan.

Penanganan dan pengendalian pencemaran serta kerusakan lingkungan DAS Citarum lintas sektor dan wilayah ini sebenarnya jadi semangat yang digadang-gadang salah satu proyek strategis nasional yaitu Citarum Harum dengan Pentahelixnya, yaitu melibatkan komunitas, akademisi, pemerintah, bisnis, dan media massa. Kebetulan juga program Citarum Harum yang diklaim berhasil oleh pemerintah ini berakhir Maret 2025, dengan kado perpisahan banjir Bandung Raya.

 

*Foto dan Teks: Prima Mulia 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//