Bedol Kelas Tunanetra
Murid tunanetra SLBN A Pajajaran di Wyata Guna, Bandung dipindahkan ke sekolah tunarungu SLBN Cicendo. Pembangunan Sekolah Rakyat menggeser mereka.
Murid tunanetra SLBN A Pajajaran di Wyata Guna, Bandung dipindahkan ke sekolah tunarungu SLBN Cicendo. Pembangunan Sekolah Rakyat menggeser mereka.
BandungBergerak.id - Seorang murid perempuan tunanetra kesulitan menemukan toilet di lorong kelas SLBN Cicendo, 22 Mei 2025. Seorang guru membimbing murid tersebut. “Ini jaraknya tidak terlalu jauh dari kelas. Kita coba dulu kenal ruangan dalam toiletnya ya. Beda dengan yang di sekolah kita, tapi kita coba dulu saja ya,” kata sang guru.
Hari pertama pindahan sekolah SLBN A Pajajaran ke gedung sekolah SLBN Cicendo diwarnai dengan kebingungan. Bukan saja murid, bahkan guru pun masih banyak yang kesulitan mengakses jalur jalan kaki dan fasilitas kelas atau fasilitas umum lainnya di lingkungan SLBN Cicendo.
“Sulit ya untuk orientasi di lingkungan baru, semua bergantung pada mobilitas. Itu nggak bisa singkat, sebulan saja tidak cukup, apalagi sekolah di Cicendo ini kan bukan untuk tunanetra. Tidak mudah memang, tapi ya harus kita jalani,” kata salah seorang guru saat masa orientasi hari pertama pindah.
SLBN A Pajajaran adalah sekolah tunanetra sementara SLBN Cicendo untuk tunarungu, jelas ada perbedaan yang sangat signifikan di antara kedua institusi pendidikan luar biasa tersebut. SLBN Cicendo yang mulai berfungsi sejak tahun 1933 itu didesain bukan untuk pelajar tunanetra. Wajar jika di sekolah itu tidak ada hand rail atau pegangan besi yang menempel di seluruh dinding-dinding sekolah dan jalur pedestrian dengan guiding block yang selama ini jadi pemandu tunanetra saat mengakses lingkungan di sekolah untuk memudahkan mobilitas antar kelas, gedung, dan fasilitas umum lainnya.
Kekisruhan “bedol kelas” dari SLBN A Pajajaran yang ada di komplek Wyata Guna ke SLBN Cicendo bermula dari rencana Kementerian Sosial untuk membangun Sekolah Rakyat di komplek yang kini bernama Sentra Wyata Guna Bandung, sebuah komplek pendidikan tunanetra dan rehabilitasi sosial bagi kelompok rentan seluas 4,5 hektare di Jalan Pajajaran yang beroperasi sejak 1901 dengan nama Blinden-Instituut te Bandoeng.
Program pemerintah Sekolah Rakyat yang bakal menyediakan pendidikan gratis untuk rakyat miskin dan miskin ekstrim ini akan berbentuk asrama yang segera beroperasi di tahun ajaran baru 2025/2026. Maka dikebutlah pembangunan Sekolah Rakyat dengan target 100 sekolah di seluruh Indonesia dengan kapasitas masing-masing mencapai 1.000 orang.
Dua gedung di bagian belakang Wyata Guna dipilih untuk direnovasi menjadi Sekolah Rakyat. Semula gedung kelas untuk murid SLB tunanetra tingkat SMP yang ada di samping area gereja dan percetakan Braille juga bakal kena proyek Sekolah Rakyat. Namun akhirnya batal.
Namun kelas-kelas di gedung tersebut kadung sudah dikeluarkan dan dikosongkan. Jadi murid-murid terpaksa direlokasi sementara ke SLBN Cicendo, karena kelas-kelas yang masih digunakan dipakai untuk ujian Penilaian Sumatif Akhir Jenjang (PSAJ) siswa tingkat TK, SD, SMP, dan SMA. Jumlah total murid SLBN A Pajajaran sebanyak 111 orang dari tingkat TK, SD, SMP, dan SMA.
“Hanya sekitar dua sampai tiga bulan saja belajar di sini. Selesai renovasi kita kembali ke sana (komplek Wyata Guna),” kata Kepala Sekolah SLBN A Pajajaran Gun Gun Guntara. Ia mengatakan SLBN A Pajajaran akan berdampingan dengan Sekolah Rakyat.
“Ah itu sih alasan saja renovasi-renovasi, dari dulu juga nggak pernah beres, memang pada dasarnya kan dari dulu konflik di Wyata Guna itu karena mereka (Kementerian Sosial) ingin SLB keluar dari sana,” kata orang tua murid yang sedang menemani anaknya di jam istirahat.
Anaknya sekarang terpaksa sekolah dulu di SLBN Cicendo khusus tunarurung yang memang bukan peruntukan bagi murid tunanetra. “Ya, kita lihat saja lah gimana itu kelas-kelas yang katanya sedang direnovasi dan murid SLB tunanetra bisa kembali lagi belajar disana dalam dua atau tiga bulan ke depan,” lanjut orang tua murid.
Mantan Humas SLBN A Pajajaran dan kini Wakil Ketua komite orang tua SLBN A Pajajaran Tri Bagyo mengatakan, konflik aspek legal antara SLBN A Pajajaran dengan Kementerian Sosial tak pernah tuntas sampai sekarang.
“Ini masalah lama sejak dulu, kami tak bisa membangun, tak bisa merawat, dan memperbaiki kelas-kelas yang rusak. Kementerian Sosial memang ingin SLB tidak berada di komplek ini. Padahal posisinya kuat karena SLB tercantum di sertifikat,” kata Tri Bagyo saat meninjau pelaksanaan ujian PSAJ, 16 Mei 2025.
*Foto dan Teks: Prima Mulia
COMMENTS