• Foto
  • Arung Jeram di Hutan Glamping

Arung Jeram di Hutan Glamping

Pinggiran Sungai Palayangan di Desa Pulosari, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung yang tadinya hutan pinus kini dipenuhi glamping atau "glamorous camping".

Fotografer Prima Mulia12 Juli 2025

BandungBergerak.idSungai Palayangan tak lagi membelah hutan pinus dengan batang-batangnya yang menjulang. Aliran sungai berarus cukup deras itu kini meliuk di antara kabin-kabin wisata dan tenda-tenda glamping di bekas area hutan pinus pinggir Sungai Palayangan. Lokasinya tak jauh dari Situ Cileunca di Desa Pulosari, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung.

Ada dua jembatan sekarang yang menghubungkan area glamping di ke dua sisi sungai. Beberapa jejak longsoran tanah yang masih segar terlihat jelas di tebing sungai. Tahun 2022 lalu belum ada kabin wisata dan glamping di pinggir sungai yang terkenal dengan wisata arung jeramnya ini.

Waktu itu sebagian tegakan pohon pinus dibabat untuk proyek penempatan pipa PLTA mikrohidro Cileunca milik Negara di bawah pengelolaan PT Indonesia Power. Tak lama usai proyek instalasi pipa pembangkit listrik berkapasitas 1 MW selesai, menjamurlah kabin-kabin wisata dan glamping di sisi kanan kiri sempadan sungai.

Dua atau tiga tahun ke belakang, kawasan wisata di area sekitar Situ Cileunca hanya wisata air, penginapan atau hotel pinggir danau, dan arung jeram Sungai Palayangan. Saat itu warna warni perahu karet yang membelah hutan pinus meluncur deras di aliran sungai, timbul tenggelam kala menghujam beberapa jeram yang cukup menantang namun masih aman bahkan bagi pemula.

Sekarang, para wisatawan yang berarung jeram bakal melewati kabin dan tenda-tenda wisata di kanan kiri sempadan sungai, bahkan ada warung mi instan dan kopi. Pengaturan sempadan sungai sejatinya berada di bawah kewenangan pemerintah, yaitu Menteri, Gubernur, Wali Kota atau Bupati, sesuai dengan kewenangan wilayahnya dalam pengelolaan sumber daya air.

Sebaliknya, di kawasan eks hutan pinus itu berdiri plang penanda dengan tulisan selamat datang di Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) Desa Pulosari di bawah Lembaga Pengelola Hutan Desa Alam Handal.

Tata ruang Pangalengan memang diarahkan menjadi kawasan wisata dengan fokus pada pemanfataan potensi alam dan perkebunan. Tentu hal ini akan diikuti dengan pembangunan infrastruktur wisata. Perubahan tata ruang ini diharapkan bisa meningkatkan potensi ekonomi warga setempat melalui UMKM dan menyediakan lapangan kerja.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Barat Wahyudin Iwang mengatakan, sempadan sungai apa pun alasannya tidak bisa dialihfungsikan. Ia menilai, pengelolaan hutan Pangalengan sebagian besar di bawah Perhutani. Namun, Perhutani dinilai lebih dominan mengelola hutan lindung ketimbang hutan produksi.

“Ini yang kemudian perlu dikonfirmasi bagaimana kontrol serta pengawasan dan perlindungan yang dilakukan dinas-dinas terkait sebagai leading sektor yang selama ini memiliki tanggung jawab terhadap mikro DAS maupun DAS itu sendiri, lalu harus ada pengawasan dan kontrol yang ketat dari pemerintah daerah,” papar Wahyudin Iwang, 8 Juni 2025.

Indonesia sudah seharusnya memiliki UU tentang Daerah Aliran Sungai agar tidak terjadi lagi saling lempar tanggung Jawab ketika terjadi bencana hidrometerologi (banjir bandang, banjir besar, tanah longsor). Tahun 2024, BNPB mencatat lebih dari 3.000 bencana. Tahun ini sampai Maret 2025, sudah terjadi 743 bencana. 99,3 persen yang terjadi adalah bencana hidrometeorologi, dan bencana geologi hanya 0,67 persen.

UU tentang DAS ini bisa dikembangkan dari PP No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS. Penting sekali untuk memasukkan kembali aturan luas kawasan hutan minimal 30 persen dari luas DAS dalam UU No. 41/1999 tentang kehutanan, yang di hilangkan oleh UU Cipta Kerja.

Tatar ruang di Pangalengan saat ini cenderung mengejar aspek pariwisata dengan mengalihfungsikan tutupan hutan dan ruang-ruang terbuka hijau lainnya. Ada area perkebunan teh yang dikombinasikan dengan kawasan wisata, bahkan ada kebun teh yang dijarah dijadikan kebun sayur.

Perubahan tata ruang tentunya tak bisa di lakukan dengan serampangan. Harus mengutamakan aspek konservasi lingkungan, mengingat Pangalengan adalah salah satu daerah resapan air. Mungkin perlu berkaca bagaimana Hindia Belanda dulu mampu membangun kawasan Pangalengan menjadi kawasan perkebunan besar dengan mengedepankan aspek konservasi dan berkelanjutan.

 

*Foto dan Teks: Prima Mulia

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//