Berdiri di Atas Gawir Sesar Lembang
Patahan gempa aktif Sesar Lembang terus bergerak. Meminta warga Bandung Raya bersiap mengurangi risiko terburuk.
Patahan gempa aktif Sesar Lembang terus bergerak. Meminta warga Bandung Raya bersiap mengurangi risiko terburuk.
BandungBergerak - Murid-murid SMPN 1, Kota Bandung masuk kolong meja di kelas mereka saat simulasi gempa, 28 Agustus 2025. Beberapa petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bandung menginstruksikan apa yang harus dilakukan para murid saat terjadi gempa. Simulasi mitigasi bencana ini digagas agar masyarakat punya pengetahuan mengurangi risiko bencana. Terlebih Kota Bandung memiliki risiko gempa karena secara geografis berdekatan dengan jalur sesar Lembang.
“Berlindung di bawah klong meja sampai gempa mereda, pegang kaki-kaki meja dengan kuat supaya tidak bergeser,” kata petugas-petugas berpakaian oranye tersebut.
Setelah gempa dinyatakan reda, murid-murid berbaris teratur keluar kelas. Lengan mereka melindungi bagian kepala, sebagian ada yang membawa ember dan tas untuk melindungi kepala mereka. Ratusan orang murid lalu berkumpul di titik evakuasi di lapangan sekolah. Beberapa murid anggota Palang Merah Remaja melakukan simulasi pertolongan darurat pada pelajar yang terluka.
Kepala BPBD Kota Bandung Didi Ruswandi mengatakan, pihaknya melakukan simulasi gempa setiap hari di berbagai tempat. Namun karena keterbatasan tim, dalam satu hari mereka hanya bisa mengelola dua lokasi dan di 10 titik dalam seminggu.
“Ke depannya kami berharap semakin banyak sekolah atau komunitas yang bisa melaksanakan simulasi secara mandiri,” kata Didi.
Belum semua warga di Bandung Raya mengerti tentang bahaya sesar Lembang. Warga membutuhkan sosialisasi dan edukasi untuk mengenal risiko gempa. Tanggal 10 September 2025 digelar seminar peningkatan kesiapsiagaan untuk relawan kebencanaan gempa Sesar Lembang di kawasan Kiara Artha, Bandung. Sejumlah pelajar dikenalkan pada peralatan keselamatan termasuk kantung emergency kit dan model tenda posko siaga bencana dari STIKES Dharma Husada.
“Saya baru tahu tentang sesar Lembang ini,” kata Langit, pelajar kelas 8 SMPN 5 berusia 13 tahun.
Selama ini ia belum pernah membaca buku pelajaran sekolah yang membahas patahan Lembang, sesar gempa aktif yang membentang di utara Bandung. Langit juga tidak pernah mencari tahu informasi tentang sesar Lembang di internet maupun di media sosial.
“Baru ngerti sekarang ini,” tambahnya.
Risma Mariz, 20 tahun, mahasiswi Hukum Tata Negara UIN Sunan Gunung Djati Bandung juga baru mengetahui sesar Lembang beberapa waktu belakangan. Perempuan asal Purwakarta ini mendapatkan informasi tentang sesar Lembang setelah sempat jadi trending topic di media sosial dan portal berita online. Dikabarkan bahwa gempa patahan Lembang bisa sangat merusak.
“Saya jadi tahu tentang ancaman gempa Sesar Lembang ini, tapi juga sangat meresahkan masyarakat dengan judul-judul berita gempa besar sampai magnitude 7 itu ya,” ujarnya.
Banyaknya masyarakat yang tidak mengetahui Sesar Lembang sejalan dengan minimnya pengetahuan tentang mitigasi bencana bila terjadi gempa. Sesar Lembang jika bergerak dengan kekuatan magnitudo 6,8 diprediksi akan berdampak ke Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, dan Kota Cimahi. Data ini bersumber dari Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017 yang sampai sekarang belum dimutakhirkan.
Simulasi-simulasi gempa pun gencar digelar setelah sesar Lembang tercatat enam kali melepaskan energinya berupa gempa-gempa kecil sejak 25 Juli sampai 20 Agustus 2025. Kamis sore, 14 Agustus 2025 gempa tektonik berkekuatan magnitudo 1,8 dirasakan di daerah Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. Kawasan ini adalah permukiman di kaki Gunung Burangrang. Sesar aktif pemicu keenam gempa tersebut adalah Sesar Lembang segmen Cimeta dan Cipogor. Data diperoleh dari Kepala Stasiun Geofisika BMKG Bandung Teguh Rahayu melalui keterangan tertulis, 28 Agustus 2025.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bandung yang belum lama terbentuk, merespons kondisi ini dengan menapaki salah satu zona patahan Sesar Lembang di Gunung Batu, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, 24 Agustus 2025 lalu. BPBD menggandeng Peneliti Gempa Bumi BRIN Mudrik Rahmawan Daryono beserta relawan kebencanaan dan warga masyarakat umum.
Potensi Gempa Gawir Sesar Lembang
Kepala BPBD Kota Bandung Didi Ruswandi mengatakan, pemerintah kini mulai memprioritaskan mitigasi potensi gempa yang berasal dari Sesar Lembang. Hal ini menyusul serangkaian gempa yang mengguncang beberapa titik di sepanjang jalur patahan tersebut. Munculnya berbagai narasi dan pemberitaan tentang potensi gempa besar di Sesar Lembang sering kali menimbulkan kecemasan di masyarakat, apalagi jika tidak disertai penjelasan ilmiah yang mudah dipahami.
Sesar Lembang membentang sepanjang 29 kilometer, dari ujung barat di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, hingga ujung timur dekat perbatasan Kabupaten Bandung dan Sumedang, sebelum Gunung Manglayang. Patahan ini terbagi menjadi enam segmen dan diperkirakan bergerak aktif dengan kecepatan 6 milimeter per tahun, pada kedalaman antara 3 hingga 15 kilometer.
Ke enam segmen Sesar Lembang berupa gawir dan lembah, dari barat ke timur, adalah segmen Cimeta, Cipogor, Cihideung, Gunung Batu, Cikapundung, dan Batu Lonceng. Garis patahannya melintasi wilayah Ngamprah, Cisarua, Prongpong, dan Lembang di Kabupaten Bandung Barat, serta Cimenyan dan Cilengkrang di Kabupaten Bandung, hingga berakhir di Tanjungsari, Sumedang.
Seandainya seluruh segmen bergerak bersamaan dengan pola geser sepanjang 29 kilometer, gempa dengan kekuatan magnitudo 6,5 hingga 7 bisa terjadi. Namun, perlu dicatat bahwa hal tersebut hanya kemungkinan jika semua segmen bergerak serempak.
Peneliti geologi Awang Harun Satyana (2021) mengungkapkan bahwa gempa besar akibat pergerakan serempak seluruh segmen Sesar Lembang sulit terjadi, karena sambungan antarsegmen justru dapat melemahkan gaya geser tersebut. Pendapat serupa disampaikan oleh Iyan Haryanto (2025), yang menilai risiko gempa besar relatif kecil, mengingat Sesar Lembang terbagi menjadi beberapa segmen yang lebih pendek.
Teguh Rahayu (2019) juga mencatat bahwa potensi gempa besar ini bersumber dari Peta Sumber Bahaya Gempa Indonesia 2017, yang hingga kini belum diperbarui, dan sejarah mencatat belum pernah terjadi pelepasan energi dari seluruh segmen Sesar Lembang secara bersamaan.
BMKG telah memasang 33 alat pemantau gempa atau seismograf di seluruh Jawa Barat, termasuk enam sensor di wilayah Lembang. Data dari BMKG menunjukkan, sepanjang 2010 hingga 2025, setidaknya terjadi 18 gempa yang disebabkan oleh aktivitas Sesar Lembang.
Menurut Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, ini menjadi bukti bahwa Sesar Lembang adalah sesar aktif yang perlu diwaspadai. Sebagai contoh, gempa yang terjadi di Kampung Muril Rahayu, Desa Jambudipa, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, pada 28 Agustus 2011, dengan kekuatan magnitudo 3,3, merusak ratusan rumah.
Gempa Sesar Lembang Muril Rahayu
Oman, 53 tahun, sedang memanen cacing tanah di kebunnya di Kampung Muril Rahayu. Ia menjual cacing yang ia panen dengan harga 17.000 rupiah hingga 20.000 rupiah per kilogram. Ia masih ingat betul gempa sesar Lembang tahun 2011.
"Waktu itu ada sembilan kali getaran gempa, pas yang ke-10 baru dinding rumah retak dan beberapa rumah roboh," kenang Oman, 14 September 2025.
Mengenai gempa yang kembali ramai diberitakan, Oman mengaku tidak merasakan. Menurutnya, di kampung tetangga konon terasa getarannya.
"Yang kena di Pasirlangu, tapi cuma getaran saja. Kami sudah turun-temurun tinggal di sini, saya merasakan getaran gempa Sesar Lembang yang cukup kuat itu tahun 2011 dulu, tapi tidak sebesar yang sekarang sering diberitakan," katanya.
Gempa di Kampung Muril Rahayu pada 2011, yang tercatat oleh BMKG dengan magnitudo 3,3, merusak lebih dari 300 rumah. Banyak rumah yang rusak parah karena tidak memiliki konstruksi beton, hanya dibangun dengan semen dan bata. Dampak gempa membuat warga harus tinggal di tenda pengungsian selama beberapa waktu sambil menunggu perbaikan rumah mereka.
Kini, jejak sejarah gempa tersebut hampir tak terlihat lagi. Kampung yang terletak di kaki Gunung Burangrang ini hanya meninggalkan beberapa petunjuk jalur evakuasi di lorong-lorong gang. Namun, di titik kumpul evakuasi yang terletak di area terbuka di mulut kampung, tidak ada papan petunjuk atau himbauan terkait zona merah Sesar Lembang. Dahulu, setelah gempa, sempat ada informasi semacam itu, tapi kini informasi tersebut entah ke mana.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB
COMMENTS