Wisata Satwa di Ujung Tanduk
Hanya pengunjung yang bisa menyelamatkan Bandung Zoological Garden dan Taman Satwa Cikembulan. Kecuali kalau negara mau mengurusnya.
Hanya pengunjung yang bisa menyelamatkan Bandung Zoological Garden dan Taman Satwa Cikembulan. Kecuali kalau negara mau mengurusnya.
BandungBergerak.id - Kebun Binatang Bandung yang kini disebut Bandung Zoological Garden setiap harinya selalu sepi. Kecuali hawa sejuk dan suara-suara satwa yang sesekali terdengar. Tak ada pengunjung yang makan bersama, tak ada anak-anak yang riang berlarian.
Pemandangan serupa terjadi di Taman Satwa Cikembulan, Garut, Jawa Barat. Kedua wisata satwa itu ditinggal pengunjung. Beberapa bulan setelah ditemukannya virus corona di Indonesia, khususnya di Jawa Barat, pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di mana semua jenis usaha dan kegiatan non-esensial dilarang beroperasi, tak terkecuali wisata satwa.
Taman Satwa Cikembulan dan Bandung Zoological Garden termasuk yang paling terpukul pagebluk Covid-19 berkepanjangan. Sejak 2020 sampai sekarang berlakunya PPKM darurat dan PPKM Level 4, nasib mereka di ujung tanduk.
Beban paling berat yang dirasakan manajemen adalah biaya pakan satwa setiap harinya. Belum lagi dengan operasional lain seperti membayar gaji pegawai, membayar listrik, dan perawatan lainnya. Biaya pakan paling besar terjadi pada kelompok hewan karnivora seperti harimau, macan tutul, dan singa. Mereka harus makan daging-daging segar.
Juru bicara Bandung Zoological Garden, Syulhan Safii, menyatakan tak kurang dari Rp 350 juta per bulan kocek yang harus dikeluarkan hanya untuk biaya pakan 850 satwa berbagai jenis. Begitupun Taman Satwa Cikembulan yang kini limbung menghadapi tingginya biaya pakan untuk 440 ekor satwa koleksinya.
Sementara pemasukan mereka nol besar, karena tak ada satu pun pengunjung selama diberlakukannya pembatasan sosial. Taman Satwa Cikembulan mengakali kebutuhan pakan hewan karnivora mereka dengan memelihara unggas dan merpati . “Kini sudah habis unggas dan merpati untuk pakan karnivora, juga ikan,” kata pemilik Taman Satwa Cikembulan Rudi Arifin.
Manajemen kedua wisata satwa telah menyiapkan skenario terburuk jika sampai Agustus 2021 kebun binatang tetap dilarang untuk buka, yaitu menyerahkan semua satwa ke negara serta mengorbankan satwa-satwa herbivora tidak dilindungi untuk pakan satwa karnivora. Tindakan ini tentu akan dikordinasikan dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Jika sampai September 2021 tetap tidak bisa buka, kebun binatang akan lempar handuk putih, hewan-hewan koleksi akan diserahkan ke negara atau dikirim ke kebun binatang di kota lain. Dalam kondisi berat saat ini, manajemen yakin satu-satunya jalan untuk mengatasi masalah finansial mereka adalah membuka kembali wisata satwa dengan protokol kesehatan super ketat.
Teks dan Foto: Prima Mulia
COMMENTS