Geliat Mooi Indie van Kampung Jelekong
Kampung Jelekong sejak lama kesohor sebagai penghasil lukisan pemandangan elok Tatar Parahyangan. Setelah terpukul pagebluk, kampung lukis ini kembali bergeliat.
Kampung Jelekong sejak lama kesohor sebagai penghasil lukisan pemandangan elok Tatar Parahyangan. Setelah terpukul pagebluk, kampung lukis ini kembali bergeliat.
BandungBergerak.id - Ajang (56 tahun) membawa dua lukisan berukuran agak besar ke atas genting rumahnya. Kakinya melangkah mendekati wuwungan atap agar lukisan cat minyak bernuansa pedesaan khas Bali itu terpapar sinar matahari dengan sempurna. Dari atas genting, terhampar pemandangan Kampung Jelekong, permukiman, dan pabrik-pabrik yang berdiri di antara sawah dan ladang.
Kampung Jelekong di Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, sejak dahulu dikenal sebagai kampung lukisan karena hampir separuh warganya berprofesi sebagai pelukis. Riwayat panjangnya dimulai sejak mendiang Odin Rohbidin membuka studio lukis pertama di Jelekong pada tahun 1977. Ilmunya lalu menular ke warga kampung hingga sekarang. Potret Abah Odin yang terpampang di sisi jalan desa, persis di depan rumah keluarganya, menjadi monumen penanda eksistensi kampung lukis Jelekong.
Beberapa studio lukis tersembunyi di lorong-lorong kampung. Ada yang berupa kamar berukuran 2x2 meter, ada yang berupa ruangan luas dengan plafon bilik bolong dan bingkai-bingkai jendela tanpa kaca.
Bau cat minyak oplosan menguar ke penjuru ruangan. Bak mesin fotokopi, seorang pelukis bisa menghasilkan 3-4 lukisan ukuran sedang yang identik setiap harinya. Di bawah pencahayaan remang dan asap rokok yang terus mengepul, empat orang pelukis asyik ‘berkubang’ di antara cat minyak dan kanvas. Mereka mencurahkan perhatian untuk pekerjaannya masing-masing. Apung (40 tahun), misalnya, sedang menyelesaikan lukisan pesanan khusus.
"Saya tidak bikin lukisan pemandangan seperti rekan-rekan yang lain, tapi lukisan saya ya gaya Jelekong juga, karena saya belajar melukis, berkarya, dan mencari nafkah di Kampung Jelekong ini," katanya.
Sejumlah studio lukis di kampung Jelekong sempat kolaps selama pandemi Covid-19, terutama ketika Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4 berlaku di Jawa-Bali. Tak ada pesanan sama sekali. Transaksi daring hanya ada satu dua buah saja dalam sebulan.
Meski saat ini omzet para pelukis masih tergerus sampai 50 persen, Kampung Jelekong kembali bergeliat setelah pasar utama lukisan di Bali mulai membuka keran orderan bersamaan dengan turunnya PPKM ke level 3. Selain Bali, beberapa daerah di Pulau Jawa juga jadi pasar tetap lukisan-lukisan Jelekong. Beberapa pedagang lukisan atau bandar bahkan kerap mengekspor lukisan Jelekong ke Malaysia dan Arab Saudi.
Harga lukisan Jelekong secara borongan ke tangan bandar mulai dari 40 ribu sampai 100 ribu rupiah per lembar. Beda dengan lukisan Jelekong khusus pesanan kolektor. Lukisan buatan Apung, misalnya, 500 ribu sampai 1 juta rupiah per lembar. Apalagi jika dibuat dengan cat minyak bermerek Eropa, harga lukisan bisa diatas 2 juta rupiah.
Jelekong terkenal dengan gaya lukisan khasnya, yaitu lukisan-lukisan naturalis seperti hewan atau bunga, serta lukisan pemandangan alam pedesaan bergaya Mooi Indie. Kemolekan pedesaan di Tatar Parahyangan terekam dengan sempurna dalam bingkai-bingkai kanvas di Jelekong.
Jika ingin melihat Mooi Indie van Kampung Jelekong, lihat saja galeri jalanan di kawasan pusat kota di Braga. Di sana banyak lukisan-lukisan pemandangan pedesan nan elok buatan seniman Jelekong.
Foto dan teks: Prima Mulia
COMMENTS