Stasiun-stasiun yang Membekukan Waktu
Jejak-jejak sejarah perkeretaapian yang amat panjang bisa kita temukan dalam bangunan dan benda-benda tua di stasiun. Membentang dari Lampegan hingga Nagreg.
Jejak-jejak sejarah perkeretaapian yang amat panjang bisa kita temukan dalam bangunan dan benda-benda tua di stasiun. Membentang dari Lampegan hingga Nagreg.
BandungBergerak.id - Waktu seolah membeku di Stasiun Rancaekek, Kabupaten Bandung, Agustus 2021. Bangunan tuanya tak berubah sejak Staatsspoor en Tramwegen (SS) mulai mengembangkan jalur kereta apinya pada 1884 silam. Becak-becak penunggu penumpang kereta berjajar di depan stasiun, mirip foto-foto lawas dari masa lalu.
Stasiun Rancaekek mulai melayani rute kereta pengangkut hasil bumi dari Tanjungsari, Sumedang, Bandung Raya tanggal 13 Februari 1921. Ia menjadi bagian dari pembangunan jalur kereta api lintasbarat (westerlijnen) dari Cianjur sampai ke Bandung. Jalur transportasi yang jelas dibangun demi kepentingan ekonomi dan militer di era kolonial.
Artefak sejarah perkembangan jalur kereta api berserakan di setiap stasiun, dari Lampegan, Cianjur, sampai Stasiun Nagreg, Kabupaten Bandung. Berada di ketinggian 848 meter di atas permukaan laut (Mdpl), Stasiun Nagreg sampai saat ini merupakan stasiun kereta api aktif tertinggi di Indonesia.
Menarik sekali melihat bangunan-bangunan tua, monumen, roda kereta api di era lokomotif uap, dan rel-rel baja dengan tahun pembuatan yang masih jelas tercetak. Di pintu selatan Stasiun Bandung yang diresmikan pada 1884, ada lokomotif uap TC.10.08 buatan Hartmann, Jerman. Tidak jauh dari sana, masih bisa ditemui beberapa hotel kuno yang berdiri setelah jalur kereta api di Bandung Raya membentang.
Stasiun Lampegan di Desa Cibokor, Cianjur, memiliki terowongan kereta api pertama yang dibangun di Jawa Barat yang dibangun dalam kurun 1879 hingga 1882. Stasiun ini sekarang hanya melayani rute Cianjur-Sukabumi. Rute Cianjur-Bandung sudah ditutup. Rute inilah yang dulu terkenal dengan kereta argo peueyum-nya, kereta api ekonomi yang selalu dipenuhi pedagang dan pekerja komuter.
Bangunan-bangunan tua bersejarah di stasiun beragam kondisinya. Di Stasiun Cicalengka, gedung tuanya seolah tak bergeming oleh waktu. Di Stasiun Nagreg, beberapa bangunan di samping dan di seberang stasiun juga masih kokoh. Namun di Stasiun Rancaekek, sebuah gedung tua aset PT. KAI terlihat kurang terawat dengan baik.
Selain bangunan, kita juga bisa menikmati bingkai jendela antik di Stasiun Andir yang bentuknya mirip pesawat tempur di masa Perang Dunia II. Jendela-jendela berbingkai mengelilingi bangunan halte yang berbentuk agak oval, memberikan pandangan yang luas seperti bagian tail gunner pesawat.
Rel-rel baja di tiap-tiap stasiun, dengan tahun pembuatannya yang masih tercetak jelas, juga tak kalah menarik untuk diamati. Di Stasiun Nagreg, rel baja berangka tahun 1887, di Stasiun Cicalengka berangka tahun 1921, sementara di Rancaekek 1926.
Di stasiun-stasiun yang berderet dari Lampegan hingga Rancaekek, masih ada begitu banyak bangunan dan benda yang menjadi bukti sejarah panjang perkembangan moda transportasi kereta api di Tanah Air. Memahami sejarah kereta api adalah juga mengetahui sejarah peradaban kita.
Foto dan teks : Prima Mulia
COMMENTS