Rampak Genteng Jatiwangi dan Kedaulatan Warga atas Tanahnya
Festival Rampak Genteng Jatiwangi bukan sekadar festival. Aksi yang digelar tiap tiga tahun ini adalah gerakan budaya membela kedaulatan warga atas tanahnya.
Festival Rampak Genteng Jatiwangi bukan sekadar festival. Aksi yang digelar tiap tiga tahun ini adalah gerakan budaya membela kedaulatan warga atas tanahnya.
BandungBergerak.id - Dari kejauhan, sebuah odong-odong berwarna kuning meluncur perlahan. Seorang polisi menghentikan laju kendaraan yang kerap disebut kereta wisata itu.
"Mangga ibu-ibu, silakan turun di sini! Tetap jaga jarak ya!" kata si polisi pada rombongan perempuan yang terlihat menenteng genting atau “genteng” dalam Bahasa Sunda, dan tentu saja tas kain yang berisi segala macam bawaan khas emak-emak.
Sebelum bisa masuk ke arena perhelatan Festival Musik Keramik Rampak Genteng Jilid IV, di lapangan eks pabrik gula Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Kamis (11/11/2021) sore, rombongan ibu-ibu PKK itu, juga para pelajar, antre di depan kamar disinfeksi. Inilah suasana gelaran rampak genteng di tengah pandemi Covid-19.
Di lapangan, para peserta lainnya sudah berkumpul. Seorang konduktor terus berkeliling sambil memberikan arahan pada para peserta yang terdiri dari pelajar, santri, organisasi berbasis masyarakat, dan ibu-ibu PKK. Sekitar seribu orang yang terbagi dalam 33 kelompok terlibat dalam gelaran ini.
Usai salat asar, konduktor naik ke atas mimbar di tengah-tengah lapang. Rupanya permainan perkusi dari tanah ini siap untuk dimulai. Rintik hujan yang turun tak menyurutkan mereka yang hadir di perhelatan yang mengusung tema “Doa Tanah” ini. Suara perkusi yang dimainkan dengan ritmik membahana di tengah gerahnya udara sore.
Sejak pertama kali pada 2012 lalu, Festival Rampak Genteng digelar tiga tahun sekali. Yang jadi penggagasnya adalah anak-anak muda Jatiwangi yang sangat peduli pada keberlanjutan kawasan. Jatiwangi selama ini dikenal sebagai sentra industri pembuatan genting, dengan melihat tanah sebagai nilai spiritual, melalui nilai-nilai kultural di masyarakatnya.
Festival Rampak Genteng juga menandai ikrar masyarakat Jatiwangi untuk menjaga martabat tanahnya. Mereka menyebutnya "Tahun Tanah". Masyarakat diajak untuk mendoakan tanah bersama demi kemaslahatan ibu bumi dan segala makhluknya.
Jika Festival Rampak Genteng 2018 diikuti oleh sekitar 10.000 orang peserta, tahun ini, masih di masa pandemi Covid-19, suasananya berbeda. Jumlah peserta dan penonton dibatasi, dengan disiplin protokol kesehatan yang ketat. Yang diizinkan menonton adalah mereka yang telah medaftar secara daring dan mampu menunjukan bukti telah divaksin Covid-19.
Rampak Genteng bukan sekadar festival. Helatan ini menjadi bagian dari gotong-royong dan kolaborasi beragam komunitas anak muda di Majalengka dalam membela kedaulatan warga atas tanahnya. Festival Rampak Genteng selaras aktivitas lain di Jatiwangi, seperti kompetisi Binaraga Jebor dan peringatan Wakare.
Geliat budaya di Majalengka tidak lepas dari kiprah Jatiwangi art Factory (JaF), sebuah organisasi nirlaba yang jadi pemantik lahirnya pusat kebudayaan dan seni. JaF berkembang jadi pusat kegiatan sosial berupa ruang kreatif dan budaya yang memberdayakan kehidupan pedesaan, sekaligus jadi ruang untuk menyelesaikan konflik masyarakat. Eks jebor genting milik penggagas JaF, Arief Yudi Rahman, di kawasan Jatisura, Jatiwangi, jadi pusat kegiatan yang dinamai Jebor Hall.
Arief bersama istrinya, Loranita Theo, adiknya Ginggi Syarief Hasyim, serta karibnya Deden Imanudin dan Ketut Aminudin, menggagas berdirinya JaF tahun 2005 silam. Terus berkembang, kini JaF menjadi pusat residensi seniman dan budayawan dari seluruh dunia yang bergiat untuk mempelajari dan mengupas seni dan budaya di Kabupaten Majalengka, khususnya Jatiwangi. Aspirasi jangka panjangnya: Majalengka menuju Kota Terakota, sebuah aspek penting dalam perencanaan tata ruang kawasan.
Foto dan teks: Prima Mulia
COMMENTS