• Foto
  • Sejarah yang Hidup dalam Secangkir Kopi Aroma

Sejarah yang Hidup dalam Secangkir Kopi Aroma

Pabrik Kopi Aroma kini dikelola oleh generasi kedua. Uniknya, pekerja dan petani kopinya pun sudah generasi kedua. Pabrik Kopi Aroma merupakan sejarah yang hidup.

Fotografer Prima Mulia5 Februari 2022

BandungBergerak.id - Dua mesin besar berbentuk bundar kapasitas 60 kilogram dan 100 kilogram itu terus mengepulkan asap. Kabut asap beraroma harum tercium sampai keluar pabrik. Artinya, biji kopi yang berada di dalam mesin bundar berbahan baja itu sudah matang.

Dalam hitungan detik, Widyapratama dan beberapa pekerja setia Pabrik Kopi Aroma di Jalan Banceuy, Kota Bandung, menumpahkan biji kopi matang ke bak penampung. Kabut asap semakin pekat sampai akhirnya hilang disedot exhaust fan.

Pabrik Kopi Aroma pandai merawat sejarahnya. Jejak kerja keras para pionir terus terjaga hingga kini. Semua mesin, metode pengolahan, sampai ruang produksinya tak berubah, masih sama seperti pertama kali dibangun oleh mendiang Tan Houw Sian tahun 1930 silam.

Pak Wid, sapan akrab Widyapratama (71 tahun), adalah generasi ke-2 dari pengelola pabrik kopi. "Saya tukang kopi yang mewarisi semua teknik dan cara penanganan mengolah biji kopi dari ayah, sejak dari kebun sampai ke pabrik," kata Pak Wid.

Untuk urusan manajemen, Pak Wid mempercayakan pengelolaan pada dua orang putrinya. Menempati bangunan bergaya art deco rancangan arsitek Liem A Goh tahun 1930, pabrik ini kokoh berdiri di Jalan Banceuy. Sebuah prasasti cagar budaya jadi penanda bila bangunan ini dilindungi dan tidak boleh dirombak atau dirobohkan.

Pak Wid mengikuti betul alur pengolahan kopi seperti yang diajarkan orang tuanya. Ia mengenal semua petani yang jadi mitranya sejak puluhan tahun lalu hingga sekarang. Biji-biji kopi atau gabah harus berasal dari panen buah kopi atau ceri berwarna merah, tak ada kompromi untuk hal tersebut.

Kopi-kopi berkualitas di pasok dari Aceh, Medan, Lampung, Flores, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Oleh petani gabah dijemur hingga 2 pekan sebelum dikirim ke Bandung. Di Bandung, gabah kembali dijemur sampai 7 jam. Selanjutnya biji-biji kopi tersebut masuk karung dan disimpan selama 5 tahun untuk jenis robusta dan 8 tahun untuk jenis arabika. Karung-karung kopi tersebut di tumpuk dalam gudang dengan sirkulasi udara yang baik.

Masuk ke pabrik Kopi Aroma seperti masuk ke mesin waktu. Atmosfer retro begitu kental terasa saat melihat jejeran sepeda tersimpan di atas bagian pabrik. Seperti menyiratkan jejak perjalanan panjang pabrik kopi berusia 92 tahun ini.

Mesin-mesin dengan roda-roda baja membentuk perspektif industri yang mungkin terbilang modern di masanya. Namun siapa yang tahu jika ternyata mesin-mesin tetap berputar hingga sekarang, hampir menyentuh angka 1 abad.

Dan putaran mesin tua itu jadi jaminan jika kopi yang dihasilkan tetap terjaga kualitasnya. Mesin-mesin penggarang kopi tua itu hanya boleh menggunakan limbah kayu pohon karet sebagai bahan bakarnya. Bisa saja dikonversi ke gas untuk menghemat biaya dan waktu penggarangan, tapi itu menyalahi teknik dan aturan ketat dari Kopi Aroma.

"Ini kan dikonsumsi manusia, kita tidak bisa mempercepat proses pengolahan dengan alasan efisiensi waktu dan anggaran. Hasilnya pasti tidak bagus, jadi harus tetap menggunakan limbah kayu pohon karet. Kenapa karet? Karena hanya pohon karet yang lidah apinya bisa seperti menari-nari di atas penggarangan, jadi api merata saat biji kopi digarang selama 2 jam," papar Pak Wid.

Kesibukan di ruang pengemasan dan penimbangan juga tak kalah retro. Suasana dan peralatan yang dipakai nyaris sama seperti puluhan tahun lalu. Mereka masih menggunakan timbangan Berkel buatan Belanda warisan masa lalu. Ada jajaran mesin-mesin penggiling biji kopi buatan tahun 1930 menghiasi etalase jendela jika dilihat dari trotoar.

Menariknya, pekerja di Pabrik Kopi Aroma adalah generasi ke-2 dari pekerja-pekerja pabrik saat pertama kali berdiri. Bahkan sebagian petani kopi mitra Kopi Aroma juga adalah generasi ke-2 dari petani-petani kopi yang memasok bahan baku kopi berkualitas saat pabrik ini pertama kali berdiri.

Kopi Aroma bukan sekedar pintar merawat kualitas dan cita rasa. Pabrik ini juga pintar merawat persahabatan dan persaudaraan dengan semua sumber daya pendukungnya. Bukan sekedar mesin industri dengan rantai pasoknya. Bukan sekedar hubungan antara pedagang dan pemasok barang.

Teks dan Foto: Prima Mulia

Editor: Redaksi

COMMENTS

//