Berburu Minyak Goreng
Sudah berbulan-bulan warga Bandung disibukkan dengan kelangkaan minyak goreng. Mereka harus rela antre sejak pagi hari demi mendapat 2 liter minyak goreng murah.
Sudah berbulan-bulan warga Bandung disibukkan dengan kelangkaan minyak goreng. Mereka harus rela antre sejak pagi hari demi mendapat 2 liter minyak goreng murah.
BandungBergerak.id - Jarum jam baru menunjuk ke angka 8 pagi, Jumat (18/2/2022). Tapi ratusan warga sudah mulai membentuk barisan di halaman pasar swalayan Borma di Cipadung, Kota Bandung. Mereka menunggu sejak pagi sebelum swalayan dibuka demi bisa mendapat jatah minyak goreng 2 liter dengan harga normal.
Pasar swalayan ini setiap hari menyediakan antara 300 sampai 400 minyak goreng kemasan dengan harga normal Rp 14.000 per liter. Tepat pukul 10 pagi pintu gerbang toko di buka. Warga tertib masuk sesuai nomor antrean. Petugas mengatur alur masuk toko agar tak terjadi penumpukan.
Warga rela mengantre selama 3-4 jam sebelum swalayan dibuka. Begitu pintu swalayan dibuka, hanya dalam satu jam hampir 400-an bungkus minyak goreng ludes diborong massal. Antrean warga membeli kebutuhan pokok ini mengingatkan kita pada era Orde Lama ketika banyak warga mengantre beras, atau ke era menjelang runtuhnya Orde Baru di mana banyak orang yang mengantre minyak tanah.
Warga Ujung Berung, Agus Heri (63 tahun), rela antre selama 3 jam lebih untuk mendapat nomor antrean pembelian minyak goreng. "Ya nggak apalah antre lama, kemarin tidak kebagian keburu habis karena telat datang, sekarang saya sudah dapat nomor," katanya.
Selama bulan Februari 2022, fenomena kelangkaan minyak goreng ini jadi lelucon masyarakat. Mereka berseloroh di serangan gelombang ketiga Covid-19 varian Omicron saat ini, bukan masker yang langka, tapi minyak goreng.
Di Pasar Kosambi dan Pasar Cihapit, harga minyak goreng kemasan melambung antara Rp 18.000 sampai 20.000 per liter. Harga minyak goreng curah juga ikut terkerek, Rp 20.000 per liter. Sedangkan harga eceran di warung-warung yang ukuran 2 liter bisa sampai Rp 45.000, dengan catatan, jika barangnya ada.
Pemerintah berkelit dengan selalu menyatakan distribusi minyak goreng aman dan operasi pasar terus digelar. Nyatanya, harga minyak goreng bisa melambung sampai 100 persen dan keberadaannya mendadak. Wali Kota Bandung, Yana Mulyana, bahkan memastikan distribusi minyak goreng di Bandung masih aman dan terkendali. Klaim ini di perkuat oleh pernyataan Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Bandung, Elly Wasliah, yang memastikan stok terbaru minyak goreng mencapai 780.000 liter.
Sesekali memang ada operasi pasar minyak goreng yang digelar pemerintah. Namun tetap saja tak mampu menutup kebutuhan masyarakat. Operasi pasar digelar dengan jumlah pasokan terbatas dan kontinyuitas yang tak bisa dipastikan. Buntutnya tetap saja warga harus antre di pusat-pusat ritel besar yang kerap menggelar operasi pasar minyak goreng dengan harga normal. Tapi jumlahnya pun tak bisa diprediksi, semua tergantung pada produsen.
Pemerintah Kota Bandung mulai menggelar operasi pasar secara terbatas mulai Desember 2021. Gejolak harga mulai terjadi sejak Desember. Masuk tahun 2022 stok minyak mulai langka. Di bulan Februari minyak hilang di mana-mana, antrean terjadi di mana-mana. Jika ada barang di minimarket atau pasar swalayan pun hanya dalam satu jam sudah ludes di borong konsumen.
Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi menjanjikan pasokan dan distribusi minyak goreng akan kembali normal di akhir Februari. Februari ini Indonesia membutuhkan pasokan minyak goreng 280 juta liter. Kementerian Perdagangan menyatakan dari 280 juta liter, 63 juta liter atau sepertiganya sudah terdistribusi. Pemerintah berkilah masalah ada di kelancaran operasi produksi dan distribusi.
Sementara analisa dari sejumlah pakar menyebutkan bahwa biang kisruh kelangkaan minyak goreng akibat beralihnya konsumsi Crude Palm Oil (CPO) dalam negeri dari industri makanan kini beralih ke industri biodiesel. CPO untuk biodiesel naik dari 5,83 juta ton tahun 2019 jadi 7,23 juta ton tahun 2020. Konsumsi CPO untuk industri makanan turun dari 9,86 juta ton tahun 2019 jadi 8,42 juta ton di tahun 2020. Angka-angka ini diperkirakan akan terus naik untuk kebutuhan biodiesel.
Yang paling merasakan dampaknya masyarakat juga. Antrean minyak goreng terjadi di mana-mana. Minyak goreng yang jadi komponen bahan pokok kebutuhan masyarakat jadi barang langka di negeri penghasil minyak sawit terbesar dunia ini.
Amin (29 tahun), seorang pedagang gorengan di Jalan Singaperbangsa paling merasakan bagaimana dampak kelangkaan minyak goreng ini. Setiap hari ia harus berburu minyak agar usahanya tetap jalan.
"Saya butuh 5 liter minyak goreng per hari. Harus ada, berapa pun harganya yang terpaksa dibeli. Kadang dapat di minimarket atau pasar swalayan, kadang juga barang kosong di mana-mana, terpaksa mencari ke pasar-pasar, lebih mahal pun yang dibeli, sementara harga gorengan tak bisa dinaikan, tetap Rp 1.000 per buah," kata Amin.
Teks dan Foto: Prima Mulia
COMMENTS