PODCAST SUARA PINGGIRAN: Mendengar Umat Gereja Katolik Bebas
Bandung memiliki sejarah panjang dalam pergerakan teosofi. Gereja Katolik Bebas banyak terpengaruh ajaran ini.
BandungBergerak.id – Sejak lama Gereja Katolik Bebas mengakar di tanah air. Dengan empat pusat utama yang tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya, aliran ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah keagamaan di Indonesia.
Esther, salah seorang jemaat menjelaskan bahwa perjalanan sejarah Gereja Katolik Bebas diawali dari perpecahan dengan Kekatolikan Tua di Inggris. Uskup Wehwud dan Uskup Wehwider sebagai tokoh sentral dalam mendirikan aliran Gereja Katolik Bebas yang independen.
Gereja Katolik Bebas sangat dipengaruhi oleh ajaran teosofi. Kedua pendirinya, Wehwud dan Wehwider yang merupakan penganut teosofi mengintegrasikan nilai-nilai kebebasan berpikir, berbicara, dan belajar ke dalam doktrin Gereja Katolik Bebas.
Teosofi bukan sekadar aliran melainkan sebuah studi komparatif yang membahas perbandingan agama-agama, sejarah keagamaan, dan filsafat metafisika. Meskipun sering dikaitkan dengan hal-hal mistik, teosofi sebenarnya berfokus pada pencarian pemahaman lebih mendalam tentang aspek spiritual yang universal dalam semua agama.
Ajaran ini mengajarkan kebebasan berpikir, berbicara, dan belajar dengan memberikan hak kepada setiap individu untuk mengeksplorasi ilmu-ilmu yang mungkin dianggap tidak umum atau sukar dipahami.
Sementara itu, Bandung memiliki sejarah panjang dalam pergerakan teosofi. Salah satu pusatnya di sebuah bangunan yang kini dikenal sebagai Rumah Kentang, dulunya merupakan Lodji Teosofi bernama Giriloyo dipimpin oleh Parwati Supangat. Esther juga menyebutkan beberapa lodji atau sanggar lainnya di Bandung seperti Lodji Sofia dan Lodji Hermes.
Perkembangan Katolik Bebas di Bandung
Gereja Katolik Bebas di Bandung mengalami pertumbuhan pesat pada pertengahan tahun 1920-an. Dulunya, gedung Gereja Katolik Bebas adalah pusat pertemuan bagi para penganut teosofi. Anggota teosofi kerap menghadiri peribadatan di Gereja Katolik Bebas, mencerminkan kesamaan prinsip kebebasan berpikir dan berbicara yang dianut oleh kedua aliran ini.
Gereja Katolik Bebas membuka ruang bagi kebebasan berpikir dan berpendapat. Kebebasan ini memungkinkan umat untuk menafsirkan ajaran sesuai dengan pemahaman masing-masing. Hal ini seringkali menjadi pemicu munculnya aliran-aliran baru di dalam gereja, ketika beberapa individu merasa bahwa ajaran yang ada tidak lagi sesuai dengan pemikiran mereka.
Seiring dengan munculnya gerakan Kristen Progresif, Gereja Katolik Bebas juga mengalami transformasi, bergerak menjauh dari pakem Katolik Roma yang lebih tradisional dan membuka diri terhadap keberagaman interpretasi. Meskipun demikian, Gereja Katolik Bebas tetap memegang tradisi tertentu yang dianggap esensial, di mana doktrin agama dapat diinterpretasikan secara fleksibel tanpa harus terpaku pada dogma yang rigid.
Selain itu, Katolik Bebas juga mempelajari ajaran-ajaran mistik seperti Kabbalah yakni ajaran Yahudi kuno yang penuh dengan simbolisme spiritual. Dengan menjunjung nilai persaudaraan, Gereja Katolik Bebas membuka pintunya bagi siapa saja termasuk mereka yang belum dibaptis untuk bergabung dalam perayaan komuni.
Bagaimana kelanjutan cerita dari Esther? Apa saja tantangan yang dihadapi oleh jemaat Katolik Bebas? Silakan simak di kanal Youtube BandungBergerak.id. Podcast Suara Pinggiran yang merupakan upaya BandungBergerak.id untuk memberikan wadah untuk suara kelompok minoritas rentan. Bergerak!
*Kawan-kawan dapat membaca tulisan lain Noviana Ramadhani, atau artikel-artikela lain tentang Podcast Suara Pinggiran