• Berita
  • Tidak semua UMKM di Bandung mampu Jualan Online

Tidak semua UMKM di Bandung mampu Jualan Online

Digitalisasi untuk para pelaku UMKM sepertinya harus ditinjau ulang di saat pagebluk berkepanjangan. Mereka lebih memerlukan bantuan langsung.

Warga menunjukkan uang bantuan sosial di kawasan Antapani, Bandung, 22 Juli 2021. Setiap KK mendapat bantuan uang tunai Rp 500.000 saat pemerintah memperpanjang PPKM darurat. (Foto: Prima Mulia)

Penulis Bani Hakiki24 Juli 2021


BandungBergerak.idPemerintah percaya pemasaran digital menjadi jalan keluar bagi para pelaku usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terdampak Covid-19 maupun kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Tetapi semakin panjang pagebluk, tampaknya model pemasaran online pun kurang mempan. Terutama untuk para pelaku UMKM yang sulit beradaptasi dengan teknologi. Pemasaran online bukan mantra ampuh yang khasiatnya instan seperti sulap.

Para pelaku UMKM yang tergantung pada pemasaran konvensional (tatap muka) tak bisa berbuat banyak ketika PPKM berlangsung. Omset mereka menukik tajam. Bahkan terancam bangkrut. Sulit bagi UMKM yang di ambang kebangkrutan untuk banting setir jualan online.

Ina Primiana, pengamat ekonomi mikro Universitas Padjadjaran (Unpad) berpendapat, menerapkan strategi pemasaran digital di era pagebluk membutuhkan modal kuat. Modal pertama adalah basis data latar belakang UMKM. Sehingga penerapan digitalisasi bisa dilakukan secara efektif.

“Permasalahannya, kita belum punya database yang kuat, UMKM mana saja yang bisa dan tidak bisa menerapkan pemasaran digital,” kata Ina Primiana, ketika dihubungi melalui telepon, Sabtu (24/7/2021).

Dalam situasi serba sulit dan terdesak karena pagebluk ini, bantuan paling nyata yang dibutuhkan UMKM bukan program digitalisasi yang rumit, melainkan bantuan langsung seperti bansos. “(Cara) yang paling nyata sekarang ya pemerintah harus membantu mereka,” tandasnya.

Sejak pandemi Covid-19, gaung digitalisasi UMKM digaungkan semakin kencang. Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil, misalnya, mendorong semua koperasi di Jabar beradaptasi dengan teknologi digital dan pandemi Covid-19.

Ridwan Kamil memaparkan angka-angka penjualan produk lewat e-commerce yang terus mengalami peningkatan selama pagebluk. Pada Mei 2020, volume penjualan produk lewat e-commerce mencapai 121 juta atau mengalami peningkatan 44 persen jika dibandingkan periode Februari 2020.

"Ada trend digitalisasi naik ke 44 persen. Sehingga intinya di akhir masa jabatan saya semua koperasi sudah mahir dalam digital. Inilah yang harus dilakukan oleh semuanya. Saya minta tidak ada koperasi yang tidak melek digital," kata Ridwan Kamil, dalam siaran pers 15 Juli 2021.

Kota Bandung pun terus menggaungkan ekonomi digital di masa pandemi. Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) Kota Bandung, misalnya, menggulirkan program UMKM Recovery Center untuk memfasilitasi pelatihan digital marketing, membangun sarana Salapak (Sarana Layanan Pemasaran UMKM), hingga memfasilitasi bantuan dari pemerintah pusat.

UMKM Recovery Center adalah wadah bagi UMKM terdampak Covid-19 yang didirikan di Jalan Ir. H. Djuanda No.10A Bandung. Wadah ini baru berjalan pertengahan Juli 2021.

Kepala Dinas KUKM Kota Bandung, Atet Dedi Handiman mengungkapkan, pihaknya belum bisa memberikan bantuan permodalan karena adanya keterbatasan anggaran. Namun Dinas KUKM siap membantu memfasilitasi para pelaku UMKM untuk bisa mendapat bantuan dari Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM)

Tahun 2020 lalu, sebanyak 240 ribu lebih pelaku UMKM Kota Bandung mendapat bantuan Rp 2,4 juta dari Kemenkop UKM. Jumlah ini menjadi penerima terbanyak se-Indonesia.

“Tahun 2021, kami tetap memfasilitasi bantuan dari kementrian yang sekarang besarannya Rp1,2 juta. Kami sudah mengusulkan 120 ribu pelaku usaha. Kami tengah rekapitulasi jumlah yang disetujuinya,” ungkapnya, dalam keterangan resminya.

Baca Juga: Pelaku UMKM, Pahlawan Ekonomi yang Perlu Didukung Transaksi Digital
DPRD Jabar: Pemerintah Daerah Harus Punya Strategi Baru agar UMKM Bertahan di Masa PPKM Darurat

Turun ke Lapangan

Ada kenyataan yang harus dihadapi pemerintah di era digital. Bahwa tak semua UMKM bisa beradaptasi dengan teknologi online.

Ina Primiana pun mendorong pemerintah, khususnya Pemkot Bandung, melakukan survei lapangan untuk melihat potensi dagang dari setiap UMKM. Dari survey ini harus menghasilkan basis data yang terintegrasi dengan seluruh potensi ekonomi di masyarakat.

Ina berhadap ada kebijakan yang adil dan bisa menjangkau pelaku UMKM digital maupun yang tidak beradaptasi dengan tenkonogi online yang jumlahnya diperkirakan masih banyak. Menurutnya, pendataan bisa dimulai dari warga dan para pejabat di kewilayahan. Cara tersebut dinilai efektif untuk mendata potensi usaha secara rinci.

Selain itu, Pemkot didorong menggandeng perusahaan besar agar mau memberikan pendampingan kepada perusahaan kecil, seperti mengadakan pelatihan teknik pemasaran digital.

“Untuk pemasaran digital, mereka (UMKM) harus dikenalkan, setidaknya media sosial. Pemerintah dan perusahaan harus membantu. Setiap perusahaan bisa membantu proses pendataan, pedagang kecil sampai perusahaan menengah,” tutur Ina.

Rekomendasi untuk Pemkot Bandung

Ina Primiana menilai teknik pemasaran digital belum bisa diterapkan kepada seluruh pelaku usaha atau UMKM di Kota Bandung. Selain kurangnya basis data yang kuat, perubahan strategi ini dianggap terlalu cepat karena membutuhkan perjalanan yang panjang.

Hal yang paling mungkin dilakukan oleh pihak Pemkot Bandung adalah memaksimalkan aliran dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Biayanya digunakan untuk memutakhirkan kekurangan setiap usaha sesuai dengan porsi potensi dan kebutuhan pelakunya. Cara ini diusulkan demi mengurangi kemungkinan adanya pelaku usaha yang tertinggal secara teknologi. Dengan catatan, biaya harus dicairkan secara merata.

Perlu diingat, permasalahan utama yang dihadapi UMKM selama PPKM adalah sulitnya menemukan target pasar atau pembeli. Maka dari itu, Pemkot harus aktif mendorong perusahaan besar untuk membantu usaha-usaha kecil dalam menemukan pangsa pasar.

“Solusinya mempertemukan perusahaan kecil dan menengah dengan perusahaan yang sudah besar. Perusahaan (besar) harus bisa menggandeng usaha-usaha kecil, dari sana akan terbentuk ruang belajar,” ujarnya.

Namun, gagasan tersebut hanya bisa terealisasi jika masing-masing pelaku UMKM mau belajar dan beradaptasi dengan kondisi agar tetap bertahan. Ia juga mengimbau agar para pelaku usaha bisa menyikapi kebijakan PPKM dengan positif.

 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//