DPRD Jabar: Pemerintah Daerah Harus Punya Strategi Baru agar UMKM Bertahan di Masa PPKM Darurat
Pemerintah daerah didorong optimalkan pemanfaatan APBD untuk fasilitas kesehatan dan bantuan bagi para pelaku usaha.
Penulis Bani Hakiki22 Juli 2021
BandungBergerak.id - Perekonomian di Jawa Barat terus merosot seiring diperpanjangnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Sekretaris Komisi II DPRD Provinsi Jawa Barat, Yunandar Rukhiadi mendorong pemerintah pusat maupun daerah membuat strategi kebijakan baru yang solutif.
Imbas terbesar pagebluk Covid-19 terjadi di sektor pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Salah satu faktor terbesar yang menghambat UMKM adalah pembatasan jam operasional.
Yunandar menilai pemerintah selama ini belum menemukan titik terang dalam menghadapi dampak pembatasan kegiatan masyarakat. Pemerintah seharusnya menyiapkan pilihan cadangan kepada masyarakat, khususnya pelaku sektor perekonomian informal, dalam menghadapi PPKM Darurat.
“Perekonomian warga ini sangat penting untuk kelangsungan PPKM selama masyarakat diimbau untuk berdiam di rumah. Perlu diperhatikan bagaimana para pelaku usaha bisa bertahan dalam pembatasan seperti ini,” paparnya dalam diskusi virtual Bincang Santai Bersama Wakil Rakyat melalui akun instagram Sekretaris Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Jawa Barat pada Rabu (21/7/2021) sore.
Saat ini ada sekitar 4,6 juga UMKM yang beroperasi di Jawa Barat. Lebih dari dua juta di antaranya merupakan para pelaku usaha mikro dan pedagang kaki lima. Sementara itu, jumlah pengangguran dan kemiskinan mencapai angka 8 persen dari total penduduk sebanyak lebih dari 49,9 jiwa.
Sekitar 96,8 persen pendapatan Jawa Barat pun datang dari sektor industri ekonomi dan kreatif. Data tersebut dinilai bisa menjadi dasar ancang-ancang pemerintah untuk mengubah strategi kebijakan yang telah berlaku. Hal ini guna menyelamatkan perekonomian dan industri kreatif yang dianggap sebagai jantung kehidupan Jawa Barat.
Yunandar juga mengimbau pihak pemerintah di setiap daerah agar mengoptimalkan dana anggaran pendapatan dan belanjan daerah (APBD) masing-masing. Penggunaan dananya beragam, mulai dari penyediaan fasilitas kesehatan hingga kebutuhan stabilitas para pelaku usaha.
“Kita harus bisa menambah amunisi pendanaan untuk mengatasi permasalahan ekonomi ini. Tahun kemarin saja dana penaggulangannya (di Jawa Barat) sampai 3 triliun. Bukan Cuma untuk faskes, tapi juga untuk usaha masyarakat,” tegasnya.
Baca Juga: Pandemi Covid-19 Bandung Raya: Kematian Tembus lebih dari 2.000 Kasus
Beban Nakes Berat, Unpad Terjunkan Mahasiswa Bantu Vaksinasi Covid-19
Pelaku Usaha Terancam Gulung Tikar
Pengendalian Covid-19 tanpa solusi di bidang ekonomi akan membuat masyarakat resah dan bingung, seperti dialami pendiri gerai makan Labbaik Chicken, Gilang Permana. Ia memandang kebijakan PPKM Darurat merugikan masyarakat, pelaku usaha khususnya.
Berbagai kebijakan pembatasan kegitan masyarakat sejak awal pagebluk membuat Gilang harus bongkar-pasang strategi penjualan. Sebagai penggerak perusahaan, ia memahami tanggung jawabnya sangatlah besar terhadap nasib karyawan yang bekerja di bawahnya. Namun, ia terpaksa meliburkan sementara sebagian besar karyawannya dalam menghadapi aturan sistem kerja 70 persen dari rumah.
Pendapatan perusahaan kuliner yang beroperasi di Kota Bandung ini merosot tajam sejak pagebluk. Sementara upah untuk karyawan tetap harus dibayarkan, belum lagi menghadapi tagihan pajak dan operasional lainnya. Gilang meminta Pemkot Bandung agar segera menemukan solusi permasalahan tersebut.
“Kita tetap ikuti aturan pemerintah, tentu dengan konsekuensi yang harus kita terima. Tanggung jawab pemerintah sangat besar untuk menjamin setiap buruh yang bekerja. Gak semua perusahaan bisa memikul beban pekerjaannya dalam kondisi (pagebluk) kayak gini,” tutur Gilang, ketika dihubungi melalui telepon, Rabu (21/7/2021) petang.
Faktor besar lainnya yang menimbulkan timpangannya kebijakan terhadap para pelaku ekonomi adalah kurangnya sosialisasi, terutama soal dana bantuan. Masih banyak para pelaku usaha yang tidak tahu atau belum bisa mencairkan dana bantuan untuk UMKM. Tak jarang bantuan UMKM ini menimbulkan kecemburuan sosial.
Yunandar pun menyoroti program dana bantuan yang dicanangkan pemerintah daerah yang dinilainya seringkali tidak merata. Bahkan bantuan yang mengalir tidak tepat sasaran.
“Sesungguhnya transparansi aliran dana bantuan ini gampang-gampang susah. Sosialisasinya masih kurang, sementara masyarakat tidak tahu dari mana aliran dananya,” menurut Yunandar.
Menurutnya, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dibenahi oleh eksekutif. Saat ini, DPRD Provinsi Jawa Barat sedang mendorong pemerintah provinsi Jawa Barat maupun kabupaten/kota menyiapkan strategi kebijakan baru yang lebih humanis di segala sektor.