• Berita
  • Gotong Royong Warga sebagai Protes atas Kelambanan Pemerintah Tangani Covid-19

Gotong Royong Warga sebagai Protes atas Kelambanan Pemerintah Tangani Covid-19

Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung berusaha merangsang simpul-simpul gotongroyong lewat gerakan Bandung Berbagi.

Berbagi makanan di Vihara Terang Hati di kawasan Pagarsih, Bandung, 23 Mei 2021. Gotongroyong tumbuh di masyarakat seiring tak terkendalinya pagebluk. (Foto: Prima Mulia)

Penulis Boy Firmansyah Fadzri28 Juli 2021


BandungBergerak.idKetika pagebluk mengoyak tatan ekonomi, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung berusaha merangsang simpul-simpul gotong royong lewat gerakan Bandung Berbagi. Di tataran jelata, gerakan ini sudah lebih dulu berjalan sejak awal pandemi Covid-19. Mereka membangun pasar gratis hingga dapur umum.

Budi Rajab, sosiolog Universitas Padjadjaran (Unpad) menilai pemerintah lamban dalam merespons dinamika sosial yang dirundung pagebluk. Masyarakat lebih memahi kondisi yang sebenarnya, sementara pemerintah cenderung larut dalam birokrasi.

Bandung Berbagi sendiri diinisiasi Wali Kota Bandung, Oded M Danial, yang resmi bergulir sejak lima hari lalu, tepatnya sejak Rabu, (21/7/2021), di kelurahan Cibangkong, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung.

Oded mengeluarkan uang pribadi Rp 50 juta untuk disalurkan Bandung Economic Empowerment Center (BEEC) dengan menggandeng Paguyuban Camat Kota Bandung. Bandung Berbagi merupakan gerakan memberikan bantuan berupa paket nasi kepada masyarakat yang kesulitan di masa PPKM Darurat yang kini berubah menjadi PPKM Level 4.

Ujang Koswara, Ketua BEEC, menuturkan gerakan Bandung Bebagi memang dilatari semangat gotongroyong yang sudah tumbuh di masyarakat Bandung.

“Saat pertemuan santai dengan Pak Wali (wali kota Bandung) beliau mengatakan kalau PPKM akan diperpanjang beliau juga menyampaikan keinginannya untuk berpartisipasi dalam gerakan sosial yang sudah ada di masyarakat,” ujar Ujang Koswara melalui konferensi pers Bandung Menjawab, Selasa, (27/7/21).

Terkini, dana sumbangan dari Oded sudah tersebar di enam kecamatan dalam bentuk 2.500 paket nasi. Secara simultan juga dilakukan penghimpunan data oleh Paguyuban Camat Kota Bandung terkait titik-titik strategis mana saja yang mesti diprioritaskan untuk menyaluran stimulus. Sementara simpul-simpul sosial yang telah aktif akan terus ditindaklanjuti sehingga gerakannya tetap hidup.

Makanan yang dibagikan Bandung Berbagi diproduksi oleh beberapa UMKM yang mati suri akibat terdampak kebijakan PPKM Darurat. Satu porsi nasi bungkus yang dipasok UMKM dipatok dengan harga Rp 10.000. Menurut Ujang Koswara, tidak ada UMKM yang mengambil keuntungan besar dalam memproduksi makanan Bandung Berbagi.

“Tidak ada (keuntungan besar), karena ini juga dikerjakan oleh banyak UMKM yang pingsan dan mereka juga tidak ngambil untung banyak, asal bisa ikut makan saja, katanya,” tutur Ujang.

Tambal-sulam Bansos

Program Bandung Berbagi diharapkan menjadi stimulus partisipasi warga. Diharapkan program ini bisa terus berjalan hingga wilayah terkecil setingkat RT/RW.

Fajar Nugraha, ketua Paguyuban Camat Kota Bandung sekaligus Camat Arcamanik, menjelaskan gerakan Bandung Berbagi berbeda dengan bansos. Siapa saja berhak memberi dan mengambil makanan yang tersedia.

Menurutnya, upaya tersebut dilakukan setidaknya untuk menambal-sulam keterbatasan bantuan sosial yang saat ini tengah disalurkan kepada warga yang sudah terdaftar. Mengingat besaran dan jumlah bansos tidak mampu memenuhi semua lapisan warga yang membutuhkan dan terdampak pagebluk.

“Bandung berbagi ini diharapkan bisa membantu menambal-sulam keterbatasan bansos. Terlebih warga yang membutuhkan jumlahnya lebih besar dari yang sudah terdaftar karena banyak dari warga yang kehilangan mata pencahariannya karena PHK ataupun tak bisa berjualan,” ujar Fajar Nugraha.

Baca Juga: Kota Bandung Krisis Oksigen Medis
Wakca Balaka Desak Pemerintah Sediakan Informasi Layanan Kesehatan untuk Semua Kalangan

Rakyat Bantu Pemerintah

Pandemi Covid-19 sedikit banyak memberikan pelajaran terutama urusan solidaritas sosial di kalangan masyarakat. Akibatnya, gerakan sosial tumbuh subur di masyarakat. Gerakan sosial tersebut bisa kita temui melalui media sosial dan aksi-aksi di lapangan, jauh sebelum pemerintah “melek” terhadap penderitaan rakyat.

Berbagai macam cara dilakukan warga untuk bertahan dari pandemi. Semuanya dibangun secara swadaya. Tak ada sponsor dan tak ada kepentingan apa pun. Rasa senasib sepenanggunganlah yang mengasosiasikan orang-orang di dalamnya.

Dalam hal ini, sosiolog Budi Rajab mengatakan, pemerintah kalah cepat dibandingkan warga.

“Pemerintah Indonesia mah selalu terlambat. Yang lebih dulu selalu masyarakat. Masyarakat itu memang lebih tau (kondisinya), makannya lebih responsif. Pemerintah mungkin terjebak dengan prosedur birokrasi,” ujar Budi Rajab, saat dihubungi Bandungbergerak, Selasa (27/7/2021).

Budi berpendapat, stimulus yang dilakukan pemerintah cenderung menunjukkan ketidakmampuan dalam menjamin pemenuhan kebutuhan masyarakat terutama di saat krisis seperti sekarang ini.

“Partisipasi adalah cara pemerintah supaya masyarakat membantu pemerintah. Bukan masyarakat membantu masyarakat. Realitasnya supaya masyarakat membantu pemerintah,” tambahnya.

Solidaritas Sosial Bandung menjadi salah satu simpul warga yang yang bergerak sejak awal-awal pandemi. Solidaritas ini telah membentuk dapur umum sejak 2020 lalu. Segala sumber daya, bahan baku, disokong jejaring warga baik individu, kelompok maupun UMKM.

Mereka menggalang bantuan atau donasi melalui jejaring media sosial maupun tatap muka (offline). Walaupun sempat vakum, mereka kembali beroperasi merespons gelombang tahun kedua Covid-19 yang terjadi Juni lalu.

Niki Suryaman, salah satu pegiat Solidaritas Sosial Bandung mengatakan, fenomena gotong royong inisiatif warga mestinya tidak membuat pemerintah merasa kagum akan besarnya kesadaran sosial yang tumbuh di masyarakat. Sebab, fenomena ini bisa saja bagian dari protes masyarakat atas kegagalan pemerintah.

“Kalau kita melakukan ini sebagai bentuk protes terhadap pemerintah karena tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar terutama saat ini soal kebutuhan pangan,” kata Niki Suryaman, kepada Bandungbergerak.id.

Pagebluk yang nyaris menghancurkan sektor kesehatan dan ekonomi, membuat Niki dan rekan-rekannya merasa perlu melakukan sesuatu melalui solidaritas untuk kemanusiaan.

“Karena pada dasarnya kita dalam kondisi apa pun terutama dalam menghadapi banyak persoalan di masyarakat, kemanusiaan selalu menjadi jawabannya. Kita sadar kalau asuransi di sini gak populer, jadi, ini asuransi buat kita-kita juga,” tutup Niki.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//