Koalisi Reformasi Perlindungan Sosial: Pemerintah harus Tambah Kuota Penerima PKH
Ada 9.198 keluarga layak mendapat PKH namun tak terdata oleh Kementerian Sosial. Pendataan di antaranya dilakukan di Bogor dan Tasikmalaya.
Penulis Bani Hakiki28 Juli 2021
BandungBergerak.id - Koalisi Reformasi Perlindungan Sosial melakukan pendataan keluarga miskin yang tidak mendapatkan Program Keluarga Harapan (PKH) di masa pandemi Covid 2020-2021. Hasil pendataan di 5 daerah diperoleh sebanyak 9.198 keluarga layak mendapat PKH. Namun mereka tidak mendapatkan layanan PKH dan belum menjadi target dari 10 juta Kelompok Penerima Manfaat (KPM) PKH yang direncanakan Kementerian Sosial RI tahun anggaran 2021 dan 2022.
Pendataan dilakukan di lima daerah, yaitu di DKI Jakarta, kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Tasikmalaya dan Kota Bandar Lampung dengan total keluarga miskin yang didata dari 5 daerah tersebut sebanyak 11.643 KK.
Dika Muhamad, Sekjen Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) sekaligus Koordinator Koalisi Reformasi Perlindungan Sosial berharap, pemerintah pusat bisa menindaklanjuti hasil temuan pendataan keluarga miskin tersebut.
“Dan mengakomodir rekomendasi hasil pendataan agar keluarga miskin yang tidak mendapatkan PKH bisa masuk ke dalam kuota PKH yang direncanakan oleh Kemensos,” ungkap Dika Muhamad, dalam siaran pers yang diterima BandungBergerak.id, Rabu (28/7/2021).
Andre S Manafe, peneliti Perkumpulan Inisiatif mengatakan berdasrakan kajian dari pendataan keluarga miskin di 4 daerah (kabupaten Bogor, Kota Bogor, kota Tasikmalaya dan kota Bandar Lampung) diperoleh penerima PKH hanya 0,5 persen dan sekitar 88,7 persen keluarga sebenarnya layak menjadi penerima bantuan PKH.
“Namun (mereka) belum mendapatkan PKH hingga saat ini, padahal mereka sangat rentan karena asset kepemilikan yang terbatas apalagi dalam situasi pandemi Covid-19 belum berakhir,” kata Andre.
Susanti, warga miskin anggota SPRI Tasikmalaya mengatakan kehidupannya menjadi semakin sulit ketika pandemi saat ini. Menurutnya, memang banyak program perlindungan sosial yang dibuat oleh pemerintah, namun masyoritas di tempatnya belum mendapatkan bansos, apalagi masuk daftar penerima PKH. Warga di kampungnya juga tidak tahu informasi soal pendataan PKH.
“Kami bingung, warga yang tidak mendapatkan bantuan hanya bisa mengeluh. Harapannya kepada Ibu Menteri Sosial, bisa menambah atau meningkatkan anggaran dan cakupan layanan bantuan sosial apalagi di situasi pandemi Covid 19, apalagi ada PPKM seperti sekarang,” kata Susanti.
Baca Juga: Skenario “PPKM Darurat dulu, Bansos kemudian†Dinilai tak Tepat P
Bansos PPKM Darurat Bandung Masih Pendataan, Pemkot Tunggu Usulan dari RT dan RW
Menteri Risma: Pendataan masih Dilakukan
Menteri Sosial Tri Rismaharini menyampaikan saat ini, ada sekitar 33 juta keluarga penerima manfaat termasuk yang tercatat dalam PKH. Penyaluran dana bantuan akan dilakukan sebanyak empat kali dengan jatah Rp 300 ribu per bulan untuk setiap kepala keluarga. Ada pula tambahan bantuan untuk setiap kepala keluarga berupa 10 kilogram beras.
Khusus untuk peserta PKH, mereka bisa mendapat bantuan lebih. Tri Rismaharini menjelaskan, hal ini diputuskan karena banyak PKH yang juga tercatat sebagai KPM.
“Impact (dampak) daripada penerima bantuan (KPM), karena satu keluarga bisa satu, dua orang yang menerima bantuan, mereka (PKH) bisa menerima 4-5 jenis bantuan. Tergantung keluarganya, karena itu menyangkut soal jiwa,” papar Tri Rismaharini, dalam jumpa pers virtual, Senin (26/7/2021).
Risma mengatakan, masih tercatat sebanyak 8,8 juta kepala keluarga yang belum menerima bantuan tersebut. Hal ini karena hingga saat ini, masih terus terjadi penambahan data dari para pejabat daerah, baik dari provinsi maupun kabupaten dan kota. Pencairan dana sudah mulai berjalan sejak Juli hingga Desember 2021.
Pendaataan KPM telah dilakukan sejak Januari 2021 yang penyelenggaraannya dikembalikan kepada setiap pejabat daerah. Tugas setiap pejabat daerah, yakni melakukan verifikasi data yang kemudian diusulkan ke pihak Kemenkes. Usulan tersebut kemudian disesuaikan dengan data kependudukan.
“Kami tidak melakukan vervali (verifikasi dan validasi). Jadi, sesuai dengan Undang-undang kita kembalikan verivali data ke daerah. Daerahlah yang memberikan hak usulan kepada kami (Kemenkes),” jelas Risma.