Skenario “PPKM Darurat dulu, Bansos kemudian” Dinilai tak Tepat
Penyaluran bansos tidak tepat waktu, nilai, dan sasaran. Padahal bansos terkait erat dengan patuh atau tidaknya menjalankan PPKM Darurat.
Penulis Boy Firmansyah Fadzri23 Juli 2021
BandungBergerak.id - PPKM Darurat diperpanjang pemerintah pusat dengan isltilah PPKM Level 4. Pembatasan sosial yang berlangsung hingga 25 Juli 2021 ini diambil karena masih tingginya angka penularan Covid-19. Bahkan WHO menyatakan Indonesia sebagai episentrum dengan kasus harian dan kematian tertinggi.
Meski demikian, kebijakan pemerintah pusat dalam menganani pandemi Covid-19 menuai banyak kritik. Salah satunya datang dari koalisi warga LaporCovid-19 yang mengungkap laporan warga terkait banyaknya pelanggaran dan keluhan selama masa PPKM Darurat 3-20 Juli 2021 lalu.
PPKM Darurat juga menimbulkan beragam penolakan, terutama dari kelompok masyarakat ekonomi rentan yang terkena pembatasan sosial. Di antaranya banyak warga yang mengeluhkan bantuan sosial (bansos) dari pemerintah.
Berdasarkan laporan yang diterima LaporCovid-19, sedikitnya ada 16 laporan dari 17 keluhan warga tentang bansos. Yemiko Happy, salah seorang anggota LaporCovid-19, mengatakan dari laporan-laporan warga tersebut diketahui bahwa penyaluran bansos tidak tepat waktu, nilai, dan sasaran.
“Jadi penyaluran tidak tepat, justru terdata tapi tidak disalurkan, itu masih ada,” kata Yemiko Happy, dalam konferensi pers LaporCovid-19, Kamis, (22/7/2021).
Ditemukan masih banyaknya warga yang tidak paham mekanisme penyaluran bansos. Sebanyak 45 persen laporan mengeluhkan jenis-jenis bansos yang beragam, disusul keluhan pada bantuan sosial tunai dan bantuan sosial UMKM masing-masing 22 persen.
Koalisi warga LaporCovid-19 merekomendasikan beberapa hal kepada pemerintah di antaranya; penerapan PPKM harus dilakukan bersamaan dengan jaminan kebutuhan masyarakat, pengurangan kapasitas (WFO) maksimal 35 persen bagi sektor esensial, peningkatan 3T (tracing, testing, treatment) secara konsisten.
“Jadi pemerintah sebelum menertibkan harus memberikan jaminan apa dulu. Penerapan PPKM harus dilakukan bersamaan dengan jaminan kebutuhan masyarakat. Tidak terlambat. Bukan PPKM-nya mau usai, jaminannya baru turun, mau makan apa masyarakatnya?” ujar Yemiko.
Baca Juga: RSHS Bandung Kesulitan Cari Pemasok Oksigen Medis
Pemkot Bandung Petakan Potensi Konflik selama PPKM Level 4
Pengetatan dulu, Bansos kemudian
Kritik dari LaporCovid-19 bukan tanpa dasar. PPKM Darurat yang berlangsung dua pekan itu terkesan tanpa memikirkan skema jaminan bagi masyarakat yang terkena pembatasan, yang tertutup akses ekonominya ketika mereka harus di rumah saja. Hal ini yang menjadi sumber keresahan baru di tengah ledakan kasus pagebluk.
Bahkan di Bandung, PPKM Darurat memicu demonstrasi dalam massa besar yang berakhir ricuh. Sedikitnya 150 orang ditangkap untuk dimintai keterangan oleh kepolisian pada unjuk rasa pemuda dan ojek online yang berlangsung Rabu (21/7/2021) itu (data Kesbangpol Bandung).
Setelah muncul keresahan dan keluhan masyarakat, baik pemerintah pusat maupun daerah mulai memikirkan bantuan sosial. Misalnya, Pemkot Bandung mulai mencairkan Bansos PPKM Darurat pada 19 Juli 2021, ketika pengetatan sosial ini sudah mau berakhir sebelum digantikan PPKM Level 4.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Jawa Barat, Dodo Suherman, mengatakan pandemi Covid-19 memang membuat kondisi sosial-ekonomi sangat terpuruk. Sedangkan pembatasan aktivitas masyarakat mempengaruhi bertambahnya jumlah kelompok miskin baru.
Meski demikian, Dodo mengatakan, sejatinya pemerintah pusat secara regular baik di masa pandemi maupun tidak telah mengalokasikan bansos melalui Program Keluarga Harapan (PKH), Kementerian Sosial. Meski begitu, ia menjelaskan, bansos PKH hanya akan didapatkan oleh penerima yang telah terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Sehingga, tidak semua masyarakat dapat menerima bantuan tersebut.
“Pemerintah secara regular (baik normal maupun pandemi) memberikan bantuan sosial kepada rakyat miskin yang terdaftar dalam Pusdatin. Bantuan ini memang sudah siap baik sasaran maupun bantuannya termasuk mekanisme penyerahan bantuannya,” ujar Dodo Suherman, dalam konferensi pers daring, Kamis, (22/7/2021).
Dodo Suherman memaparkan, saat ini setidaknya ada 14 jenis penyaluran bantuan yang sedang dijalankan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah selama masa PPKM Darurat dan PPKM Level 4. Jumlah dan bentuk bantuan yang diberikan juga berbeda-beda menyesuaikan masing-masing program dan sumber bantuan. Ada yang berupa beras, uang tunai, kuota internet, diskon listrik, dan lain-lain.
Sumber bantuan berasal dari 8 instansi yang berbeda di antaranya: Kemensos, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), Kemenetrian Koperasi (Kemenkoperasi), Sekretariat Presiden, Kementerian Desan (Kemendes PDTT), Kementerian ESDM, dan Pemerintah kota/kabupaten.
Sedangkan keluarga penerima manfaat (KPM) pihak yang dinyatakan layak menerima bantuan dibagi ke dalam dua kelompok yakni, yang sudah terdaftar melalui DTKS ataupun yang belum terdaftar (non-DTKS).
Sejauh ini, pemerintah Jawa Barat mencatat sebanyak 10.129.949 orang masuk dalam kategori KPM baik yang terdaftar di DTKS maupun non-DTKS. Dengan angkat tersebut, artinya 68 persen keluarga di Jawa Barat dinyatakan layak menerima bantuan berdasarkan data yang sudah dihimpun.
Bagi warga Jawa Barat yang ingin mengetahui dirinya terdaftar mendapatkan bantuan, bisa mengecek di kanal Pusdatin website Kementerian Sosial, Pikobar Jabar, dan pilar-pilar sosial di daerah seperti TKSK, Karang Taruna, PSM atau langsung mendatangi kantor desa.
Dodo Suherman tidak menampik data yang tidak mutakhir akan memberikan lebih banyak potensi kesalahan terutama pada proses penyaluran bantuan. Sehingga masih ada kemungkinan penerima bantuan ganda.
“Tentu kemungkinan ada yang double (dua kali menerima bantuan), iya. Ada. Karena idealnya data ini kan harusnya di recleansing (diperbaharui) supaya tidak double. Tapi permasalahannya ini waktunya ini sempit,”ujar Dodo.
Pelanggaran Prokes PPKM Darurat
Selain masalah bansos yang tidak tepat waktu, nilai, dan sasaran, LaporCovid-19 juga menyoroti pelanggaran protokol kesehatan dalam periode PPKM Darurat jilid pertama, 3-20 Juli 2021.
Laporan didominasi oleh kasus pelanggaran protokol kesehatan. LaporCovid-19 menerima sedikitnya 302 laporan pelanggaran kesehatan dari angka tersebut laporan paling banyak diterima berasal dari warga Jawa Barat dengan jumlah 166 laporan.
Yemiko Happy, salah seorang anggota LaporCovid-19, mengatakan pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi selama masa PPKM Darurat di dominasi oleh lingkungan perkantoran dan pusat perniagaan. Disusul oleh pelanggaran yang terjadi di ruang publik.
“Kami menerima 538 laporan dari warga, 302 diantaranya adalah pelanggaran protokol kesehatan. Sedikitnya 30 laporan perhari kami teruskan kepada pemerintah ataupun dinas terkait,” ujar Yemiko.
Sementara itu, kasus pelanggaran protokol kesehatan juga dilaporkan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jawa Barat. Kasatpol PP, Haryadi Wargadibarata, mencatat sebantak 22.444 kasus enforcement (penindakan) pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi di 27 kota dan kabupaten di Jawa Barat terjadi selama masa PPKM Darurat.
“Sampai dengan tanggal 21 Juli 2021, terdapat 22.444 enforcement dari dua puluh tujuh kota dan kabupaten di Jawa Barat,” ujar Haryadi Wargadibarata.
Pelanggaran didominasi 77 persen pelanggaran perorangan, sisanya 22 persen adalah pelaku usaha. Saat ini, upaya yang dilakukan pihak Satuan Polisi Pamong Praja dalam menertibkan masyarakat selama masa PPKM masih mengedepankan edukasi dan sanksi administratif kepada pelaku pelanggaran protokol kesehatan.
Sebanyak 88 persen dari 22.444 kasus pelanggaran protokol kesehatan diberikan sanksi administratif. Sisanya, menjalani tindak pidana ringan atau tipiring.
Dari pelanggaran-pelanggaran tersebut sebenarnya ada benang merah dengan masalah ekonomi, terutama karena PPKM Darurat tak diiringi dengan jaminan sosial bagi pihak-pihak yang terdampak pembatasan. Skema pembatasan dulu, bansos kemudian sepertinya harus dibalik. Bahwa pembatasan harus dibarengi dengan bantuan sosial.