RSHS Bandung Kesulitan Cari Pemasok Oksigen Medis
Cadangan oksigen rumah sakit rujukan se-Jawa Barat ini mengkhawatirkan. Sementara hampir seluruh kota dan kabupaten di Jabar zona merah.
Penulis Emi La Palau22 Juli 2021
BandungBergerak.id - Krisis oksigen medis masih melanda dan menghantui rumah sakit rujukan Covid-19. Tak terkecuali rumah sakit pusat rujukan se-Jawa Barat, Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Hingga saat ini RSHS masih kesulitan mencari pemasok oksigen medis.
Hal itu dikarenakan pemasok utama oksigen untuk RSHS, Aneka Gas, tak dapat memberikan oksigen secara penuh. “Yang menjadi permasalahan kita, kita tidak bisa dapatkan penuh dari pemasok kita yang utama yaitu Aneka Gas,” ungkap Plt. Direktur Utama RSHS Bandung, Irayanti, di Bandung, Kamis (22/7/2021).
RSHS telah berusaha mencari alternatif untuk memenuhi kebutuhan oksigen medisnya, meskipun hasilnya belum memenuhi harapan. Perlu diketahui, belakangan ini semua stasiun pengisian maupun agen-agen eceran oksigen di Kota Bandung memang tak dapat memenuhi permintaan oksigen medis baik dari rumah sakit maupun pasien-pasien isolasi mandiri.
“Kita mencari kemana-mana supaya bisa mencukupi kebutuhan ini, walaupun tidak sesuai dengan harapan yang kita inginkan,” ujar Irayanti.
Meski begitu, pihaknya memastikan bahwa ketersediaan oksigen di RSHS bagi pasien yang terpapar Covid-19 maupun pasien non-Covid-19 untuk sementara masih dapat dikendalikan. Walaupun, ia tidak menampik terkadang terjadi krisis oksigen.
Saat ini, RSHS memiliki 400 tabung oksigen medis yang seluruhnya terpakai di ruang-ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan ruang rawat lainnya. Pengisian ulang oksigen pada tabung-tabung juga meningkat hingga dua kali lipat sehari.
RSHS memiliki tangki oksigen liquid yang digunakan bagi kebutuhan pasien rawat inap. Namun tangki cadangan ini pun tak bisa terisi penuh karena tingginya kebutuhan. Penggunaan oksigen di RSHS meningkat empat kali lipat dari hari biasanya.
“Namun demikian, kita berusaha semaksimal mungkin untuk bisa melakukan supaya tidak sampai kosong tempat liquid tersebut,” ungkapnya.
Menurutnya, konsumsi oksigen yang tinggi terutama pada pasien-pasien terpapar Covid-19 yang akhir-akhir ini jumlahnya tak terbendung. Konsumsi oksigen pada pasien non-Covid-19 jauh lebih rendah dibandingkan dengan pasien Covid-19.
Kendati demikian, keterisan tempat tidur (BOR) RSHS mengalami penuruan sejak lima hari terakhir. Penurunan terjadi di ruang ICU maupun tempat tidur isolasi biasa (non-ICU). “Biasanya di atas 90 persen (keterisian), namun sekarang sudah di bawah 80 persen,” katanya.
Baca Juga: Persediaan Oksigen Medis di Bandung belum Aman
Neraca Oksigen Medis di Bandung Belum Seimbang
Mayoritas Kota dan Kabupaten Jawa Barat Zona Merah
Masih tingginya keterisian ruang rawat RSHS mencerminkan tingginya kasus penularan Covid-19 di masyarakat Jawa Barat. Bahkan kini nyaris seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat masuk level 4 atau zona merah.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil telah mengeluarkan keputusan dan surat edaran gubernur menindaklanjuti perpanjangan PPKM Darurat 21-25 Juli 2021, yaitu Surat Edaran No 133/KS.01.01/Hukham tahun 2021 tentang Pelaksanaan PPKM Covid-19 di Daerah Provinsi Jawa Barat, dan Keputusan Gubernur No 443/Kep.362 – Hukham/2021 tentang PPKM Covid-19 di Daerah Provinsi Jawa Barat.
Melalui surat edaran, Gubernur meminta 27 bupati/waki kota menerapkan kewaspadaan level 4 dalam PPKM meskipun ada satu daerah yang masuk level 2 yaitu Kabupaten Tasikmalaya.
"Yang masuk level 2 hanya Kabupaten Tasikmalaya, sisanya masuk level 3 dan 4. Namun keputusan Pak Gubernur seluruh Jawa Barat menerapkan kewaspadaan level 4, artinya menerapkan kewaspadaan tinggi," ujar Ketua Harian Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Jawa Barat Daud Ahmad di Bandung, Kamis (22/7/2021).
Keputusan tersebut diambil untuk mencegah peningkatan angka kasus positif, menekan angka keterisian rumah sakit (BOR), dan menurunkan angka kematian. Beberapa poin penting yang harus dijalankan di tingkat kewaspadaan level 4 antara lain, aktivitas sektor non-esensial dan kritikal ditutup 100 persen dan pembatasan aktivitas esensial kritikal.
"Seperti pada PPKM Darurat, yang esensial dan kritikal dibatasi 50 persen, sedangkan yang non-esensial nonkritikal 100 persen ditutup," tegas Daud.
Surat edaran Gubernur juga menguatkan pelacakan kasus Covid-19, di antaranya dengan menetapkan jumlah minimal tes harian kabupaten/kota berdasarkan positivity rate mingguan. Daerah paling sedikit target tes hariannya yakni Kota Banjar 404 orang per hari, sedangkan paling banyak Kabupaten Bogor 13.003.
Sementara daerah aglomerasi Bandung Raya masing- masing Kota Bandung 5.520 orang per hari, Kabupaten Bandung 8.807 orang, Kabupaten Bandung Barat 3.622 orang, dan Kota Cimahi 1.302 orang per hari.
Daud menjelaskan, pemberlakuan kewaspadaan level 4 itu belangsung hingga 25 Juli 2021, selanjutnya akan diberlakukan aturan PPKM Proporsional atau PPKM Mikro yang penerapannya tergantung peningkatan dan perbaikan pengendalian Covid-19 di masing-masing daerah.
Sementara dalam keputusan gubernur mengatur 13 poin, di antaranya Gubernur berwenang mengalihkan alokasi vaksin dari daerah surplus ke daerah minus vaksin. Selanjutnya bupati/wali kota harus melarang setiap aktivitas yang menimbulkan kerumunan.
Pada poin berikutnya, bupati/wali kota diancam sanksi sesuai Pasal 68 UU 23/2014 tentang pemda, jika tidak melaksanakan instruksi mendagri terkait PPKM Darurat.