Terdampak Pagebluk, Belasan Ribu Buruh Korban PHK di Kota Bandung Menanti Solusi
BPJS Ketenagakerjaan mencatat, sebanyak 12.024 buruh mengalami PHK selama tahun 2021.
Penulis Boy Firmansyah Fadzri29 Juli 2021
BandungBergerak.id - Pandemi Covid-19 membuat sektor ekonomi terguncang hebat. Pagebluk pada gelombang tahun kedua ini berdampak pada meningkatnya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pengganguran di Kota Bandung. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencatat, sebanyak 12.024 perkerja mengalami PHK selama tahun 2021.
Rinciannya, 4.626 orang di-PHK perusahaan, 5.526 perkerja habis kontrak dan mengundurkan diri, sebanyak 329 meninggal dunia, dan sisanya merupakan sebab yang lain.
Meski demikian, Hermawan, Ketua Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) Kota Bandung, mengatakan jumlah kasus PHK yang tercatat BPJS Ketenagakerjaan dinilai jauh lebih kecil daripada yang terjadi di lapangan.
Sampai saat ini, kata Hermawan, masih banyak buruh yang belum didaftarkan oleh pihak perusahaan pada BPJS Ketengakerjaan.
“Data itu (data BPJS Ketenagakerjaan) akan lebih valid lagi jika dilakukan cross check oleh Disnaker, saya pikir jumlahnya akan lebih banyak terutama perkerja informal masih banyak yang tidak terdaftar di BPJS,” ujar Hermawan dalam sambungan telepon kepada Bandungbergerak.id, Kamis (29/7/21).
Meningkatnya kasus PHK, praktis mempengaruhi tingkat pengangguran di Kota Bandung. Kepala Bidang Penempatan Kerja, Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Bandung, Marsana, mengatakan tingkat pengangguran di kota Bandung pada tahun 2020 mengalami peningkatan.
Pada 2019 tercatat 105.067 penganggur di Kota Bandung. Jumlah tersebut meningkat menjadi 147.081 pada tahun 2020. Ia mencatat, peningkatannya sebesar 3 persen.
“Semula tingkat pengangguran terbuka persentasenya hanya 8 persen pada 2020 menjadi 11 persen,” ujar Marsana, dalam konferensi pers daring, Kamis (29/7/21).
Di tengah gelombang PHK, Marsana menyatakan, masih ada serapan tenaga kerja terutama di sektor informal seperti retail, logistik, dan transportasi. Sektor tersebut lebih banyak menyerap tenaga kerja ketimbang sektor formal seperti manufaktur dan perusahaan lainnya.
Diakui Marsana, selama pandemi Covid-19 perusahaan manufaktur mengalami benturan dengan kebijakan-kebijakan pengendalian pandemi Covid-19. Hal itu membuat daya serap mereka menipis.
“Memang selama PSBB hingga PPKM level 4 ini berlaku perusahaan formal seperti manufaktur mengalami benturan dengan kebijakan. Banyak perusahaan terpaksa merumahkan sebagian perkerja. Ada pula yang terpaksa mengurangi upah perkerjanya tentu berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak,” tambahnya.
Baca Juga: Pandemi Covid-19 Bandung Raya: Lonjakan Kasus masih Belum Terkendali
Di Puncak Pandemi, Pemkot Bandung Gulirkan Lelang Smart Camera Senilai 3 Miliar Rupiah
Upaya Mengerem Dampak Pagebluk
Meski kasus PHK dan pengangguran meningkat, Marsana mengklaim kurva ketersediaan lowongan kerja dan penempatan kerja di Kota Bandung masih terkendali dan selalu mencapai target.
“Dari 45 persen target yang ditetapkan, pada tahun 2020 kita berhasil merealisasikannya dengan presentase mencapai 58 persen. Artinya, dari jumlah pencari kerja dan ketersediaan lowongan kerja, 58 persennya sudah ditempatkan,” ujar Marsana.
Marsana mengaku tak tinggal diam menghadapi nasib para pekerja. Pihaknya sedang berupaya untuk meningkatkan keharmonisan hubungan industrial sebagai upaya mencegah terjadinya kasus PHK yang lebih banyak dan memperluas lapangan kerja.
Disnaker juga akan menggelar lebih banyak program pelatihan kerja dan kewirausahaan untuk masyarakat, termasuk kelompok disabilitas. Sementara instansi pendidikan didorong untuk berkerja sama dengan perusahaan agar dapat lebih mudah menyalurkan para siswa binaan untuk mendapatkan lapangan perkerjaan.
“Kami juga rencananya akan memperbanyak program pelatihan kerja terutama vokasi untuk meningkatkan jumlah wirausaha baru,” tambahnya.
Sebagai upaya mempermudah masyarakat dalam menyediakan informasi dan pelayanan, Disnaker mencanangkan optimalisasi sistem jaringan perkerjaan secara online. Sebelumnya aplikasi pelayanan tersebut memang sudah berjalan dengan nama BIMMA, karena terkendala teknis aplikasi tersebut mengalami pembaharuan dan berganti menjadi New BIMMA.
Menurutnya, digitalisasi yang telah berlangsung selama ini menunjukkan tren positif, Ia menilai, sejauh ini masalah kesenjangan teknologi tidak berpengaruh pada upaya digitalisasi yang tengah dilakukan Disnaker. Itu terlihat dari jumlah pengunjung bursa kerja online dan penerimaan lamaran yang dilakukan secara online.
“Efektivitasnya mulai terlihat sejak Job Fair yang diselenggarakan 22 Juni lalu. Biasanya kalau offline hanya dihadiri paling banyak 7.000 pengunjung, sementara kalau online mencapai 16.395 jumlah lamaran yang masuk juga jauh lebih besar, yakni 30.170 lamaran,” bebernya.
Ia berharap masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas yang sudah ada melalui penggunaan aplikasi New BIMMA, selain mendorong para pencari kerja untuk berwirausaha.
Belum ada Solusi bagi Buruh di Lapangan
Persoalan buruh di tengah pagebluk bukan soal PHK dan pengangguran saja. Menurut catatan Hermawan, buruh di lapangan banyak yang mengalami masalah pengupahan, mulai penundaan upah, pengurangan honor, bahkan ada yang belum dibayar karena perusahaannya juga terdampak Covid-19.
“Mengenai persoalan ini sampai sekarang seolah belum ada solusinya. Buruh ini seperti dibenturkan dengan para pengusaha,” ujar Ketua SBSI Kota Bandung, Hermawan.
Hermawan juga mengatakan, berdasarkan informasi terkini, akan ada bantuan subsidi upah bagi buruh yang disalurkan melalui BPJS Ketenagakerjaan sebesar 600,000 rupiah per bulan. Namun, subsidi tersebut hanya akan diterima buruh yang telah terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan dan yang aktif membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan.
Padahal sampai saat ini masih banyak buruh yang belum tercatat BPJS Ketenagakerjaan karena alasan tidak berserikat dan tidak didaftarkan perusahaan tempatnya berkerja. Artinya, akan ada banyak buruh yang tidak menerima subsidi upah tersebut.
Hermawan berharap pemerintah bisa melakukan intervensi dan pengawasan terutama adanya jaminan pemenuhan hak-hak buruh.
“Jaminan sosial itu hak normatif untuk buruh. Semua pengusaha seharusnya mendaftarkan para buruhnya. Di sisi lain pemerintah juga peran untuk mengawasinya juga kurang. Untuk itu saya berharap pemerintah bisa melakukan pengawas dan pendampingan terutama bagi buruh terdampak dalam hal jaminan sosial ini,” tutup Hermawan.