• Berita
  • Kebun Binatang Bandung dan Taman Satwa Cikembulan bakal Pasrahkan Satwanya ke Negara

Kebun Binatang Bandung dan Taman Satwa Cikembulan bakal Pasrahkan Satwanya ke Negara

Kebun Binatang Bandung terancam lempar handuk. Taman Satwa Cikembulan, Garut, di ujung tanduk. Keduanya terdampak pembatasan sosial.

Singa koleksi Bandung Zoological Garden di Bandung, 29 Juli 2021. Kebun binatang ini termasuk kawasan wisata yang paling terdampak selama pandemi Covid-19. Manajemen telah menyiapkan skenario terburuk. (Foto: Prima mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana30 Juli 2021


BandungBergerak.idPandemi Covid-19 telah merontokkan bisnis wisata satwa di Jawa Barat. Kebun Binatang Bandung bahkan terancam lempar handuk. Taman Satwa Cikembulan, Garut, menghadapi nasib serupa. Masalah yang dihadapi dua objek wisata ini sama: tak tahan menghadapi penutupan selama pembatasan sosial sejak awal pagebluk tahun lalu hingga era PPKM Level 4 kini.

“Kalau (penutupan) diperpanajng sampai September, kita lempar handuk. Ga bagus kalau ketika ditutup terus, ga ada pendapatan. Rp 350 juta kita pengeluaran per bulan untuk pakan satwa saja, belum buat pegwai,” kata juru bicara Bandung Zoological Garden, Aan Syulhan Syafii, saat dikonfirmasi, Jumat (30/7/2021).

Sejak setahun setengah ini, Bandung Zoological Garden alias Kebun Binatang Bandung harus mengalami buka tutup, dan lebih sering tutupnya karena pagebluk terus berkecamuk. Sejak awal 2021 saja, kawasan wisata di Jalan Tamansari, Bandung, ini harus mengalami 100 hari penutupan. Belum lagi dengan penutupan di awal pandemi.

Disetopnya pengunjung membuat saldo tabungan Bandung Zoological Garden terkuras. Sementara satwa dan karyawan mereka tidak mungkin puasa. Saat ini tercatat ada 850 satwa berbagai jenis yang dirawat oleh 84 karyawan. Jumlah karyawan tahun ini berkurang karena banyak yang dirumahkan. Tahun lalu, jumlah karyawan Kebun Binatang Bandung sebanyak 120 orang.

“Sudah banyak yang terpaksa dirumahkan. Karyawan yang sekarang pun tidak full masuk. Sistem kerja mereka dibagi dua, dua sampai tiga hari masuk, dua sampai tiga hari libur. Upah karyawan terpaksa dibelah, dialihkan untuk pakan satwa,” katanya.

Bandung Zoological Garden telah menyiapkan skenario terburuk jika penutupan masih berlangsing hingga September mendatang. Yaitu, menjadikan satwa mereka yang jumlahnya lebih, misalnya angsa dan rusa, untuk pakan karnivora seperti macan tutul dan harimau.

Pemberian pakan dengan mengorbankan satwa yang ada itu akan dilakukan setelah koordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Jika skenario ini masih kurang, maka satwa-satwa endemik seperti macan tutul dan harimau akan diserahkan kepada negara.

“Tidak mungkin semuanya mati pelan-pelan. Tapi tetap kita akan koordinasi dengan BKSDA,” terang Aan Syulhan Syafii.

Satu-satunya harapan kepada pemerintah adalah dibuka kembalinya akses wisata masyarakat ke Kebun Binatang Bandung. Aan menegaskan, pihaknya telah memiliki Satgas Covid-19 dan infrastruktur untuk menjalankan protokol kesehatan bagi pengunjung.

“Harapan paling realistis ya dibuka lagi. Dibuka dengan pembatasan sosial kapasitas 50 persen pengunjung itu cukup bagi kami. Dari pengalaman sebelumnya, kita pernah dibatasi 50 persen dan 30 persen, dan kunjungan itu tidak sampai segitu,” katanya.

Memang selama ini Kebun Binatang Bandung menerima sumbangan makanan dari swasta atau pecinta satwa. Tetapi sumbangan ini bukan solusi utama. Jalan satu-satunya agar Kebun Binatang Bandung tidak bangkut adalah buka kembali, tentunya dengan protokol kesehatan super ketat, kata Aan.

Baca Juga: Pandemi Covid-19 Bandung Raya: Rumah Sakit masih Penuh
Sejak 2020, Pendapatan Kota Bandung terus Merosot

Taman Satwa Cikembulan Garut Berharap Bantuan Pemprov Jabar

Nasib di ujung tanduk juga dialami Taman Satwa Cikembulan, Garut, Jawa Barat. Kebun binatang ini lebih kecil dari Kebun Binatang Bandung, luasnya sekitar 5 hektar yang dihuni 440 satwa yang terdiri dari 101 spesies. Satwa-satwa ini diurus oleh 30 karyawan yang sejak PPKM Darurat terpaksa menerima gaji setengahnya.

Manajer Taman Satwa Cikembulan Rudi Arifin mengatakan, teriakan yang disampaikan Kebun Binatang Bandung sangat wajar dalam kondisi pagebluk berkepanjangan ini. Sebab pintu pemasukan satu-satunya wisata satwa, yaitu penjualan tiket, praktis tidak jalan akibat pembatasan sosial PPKM Darurat yang kini berubah menjadi PPKM Level 4.

“Dengan tutup untuk umum, kita otomatis ga punya pendapatan, hanya mengandalkan tabungan yang ada. Sementara PPKM ini katanya sampai tanggal 2 Agustusnya. Intinya dengan adanya Covid-19 ini sangat terdampak sekali untuk pengelola,” ungkap Rudi Arifin.

Ia berharap ada perharian dari pemerintah, terutama Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Selama ini, memang ada bantuan dari Pemerintah Kabupaten Garut dan swasta. Tetapi untuk terus-terusan meminta bantuan ke Bupati Garut, Rudi mengaku malu mengingat Kabupaten Garut pun terdampak pagebluk.

“Kita mau teriak terus malu sendiri. Keadaan kita sama dengan Bandung. Posisi saat ini sedang bertahan,” katanya.

Rudi juga sudah menyiapkan skenario terburuk. Pertama, menghitung saldo tabungan untuk bertahan. Kedua, jika tabungan habis, kemungkinan seluruh satwa yang ada di Taman Satwa Cikembulan akan diserahkan kepada negara.

“Kalau berkepanjangan, kita pasrah, memberitahukan dengan kondisi seperti ini bahwa kita mungkin mengembalikan satwa kepada negara. Itu yang terburuk. Istilhanya tutup,” katanya.

Baik Kebun Binatang Bandung maupun Taman Satwa Cikembulan, sama-sama menghadapi beratnya biaya operasional. Satwa yang paling mahal pakannya adalah karnivora. Cikembulan punya satu ekor harimau, tiga ekor macan tutul, dan delapan ekor singa.

Dalam sehari, raja-raja hutan tersebut biasa diberi makan 5 kilogram daging segar. Taman Satwa Cikembulan sudah berusaha mengakali pakan satwa, antara lain memberikan daging ayam dan merpati yang sengaja diternak.

“Saat ini ayam dan merpati kita sudah habis,” ujar Rudi.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//