• Berita
  • Pemkot Bandung Diminta Antisipasi Krisis Kepercayaan Warga terhadap PPKM Level 4  

Pemkot Bandung Diminta Antisipasi Krisis Kepercayaan Warga terhadap PPKM Level 4  

Informasi berbeda dari pemerintah pusat dan daerah membuat masyarakat abai prokes. Sementara itu, kasus kematian tenaga kesehatan akibat Covid-19 masih bertambah.

Petugas kesehatan dari Puskesmas Tamansari dan Satgas Covid-19 RW 10 Tamansari, memeriksa warga positif Covid-19 yang sedang isolasi mandiri di kawasan permukiman di Bandung, 4 Agustus 2021. (Foto: Prima Mulia)

Penulis Bani Hakiki4 Agustus 2021


BandungBergerak.idKebijakan perpanjangan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 masih menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Koalisi LaporCovid-19 menilai fenomena ini sebagai efek dari penerapan kebijakan dan sosialisasi informasi yang tidak merata.

Permasalahan tersebut terjadi akibat sistem birokrasi yang sulit ditembus oleh sebagian besar masyarakat. Sementara minimnya transparansi produksi kebijakan dan aturan yang terus berganti tanpa perubahan signifikan berdampak pada menukiknya kepercayaan masayarakat di tengah kondisi genting pagebluk.

Di saat yang sama, lonjakan kasus penularan Covid-19 masih belum teratasi, jumlah kasus baru erus bertambah setiap hari. Termasuk di Kota Bandung.

Relawan LaporCovid-19 Yemiko Happy menganggap Kota Bandung belum bisa keluar dari zona merah atau kategori wilayah PPKM Level 4. Indikatornya, semakin banyak warga Kota Bandung yang abai protokol kesehatan (prokes). Lain halnya jika PPKM Level 4 dibarengi dengan solusi ekonomi bagi warga terdampak.

Selain itu, masyarakat dinilai dalam kondisi bingung karena seringkali informasi dari pemerintah pusat daerah berbeda-beda.

“Masyarakat mulai kebingungan harus mengikuti yang mana. Pada akhirnya, mereka (masyarakat) hanya melakukan apa yang menurut mereka benar,” tuturnya melalui sambungan telepon pada Rabu (4/8/2021) sore.

Yemiko memandang, pemerintah Kota Bandung perlu mengubah strategi pendekatan agar kebijakan bisa berjalan efektif. Hilangnya kepercayaan warga terhadap pemerintah akan membahayakan stabilitas kesejahteraan sosial. Untuk itu, ia mengimbau pemerintah daerah harus lebih pro-aktif dalam melakukan pendekatan di berbagai lapisan dan kalangan masyarakat.

Belum lagi, masih banyak kabar buruk yang terus membayangi masyarakat. Kabar ini di antaranya: jumlah penularan dan kematian yang masih terus meningkat setiap hari, kondisi tenaga kesehatan yang semakin berkurang, serta kondisi perekonomian yang kian merosot perkembangannya.

Pendekatan kepada masyarakat bisa dimulai dengan berbagai cara. Misalnya, pemerintah daerah turun langsung ke hilir dan bisa bekerjasama dengan simpul suara atau tokoh masyarakat setempat. Cara ini dianggap bisa mencairkan hubungan birokrasi yang cenderung sulit diakses. Dengan catatan, pemerintah bisa menawarkan kebijakan yang solutif secara merata sesuai permasalahan yang dikeluhkan warganya.

Ketepatan waktu dalam menjalankan kebijakan juga perlu diperhatikan. Sejauh ini, Yemiko melihat banyak kebijakan dan penyebaran informasi yang terlambat yang ujung-ujungnya terkesan malah pencitraan di masyarakat. Ia juga melihat kebijakan yang lambat juga terjadi di Kota Bandung.

“Dari Januari (2021) lalu, sudah banyak prediksi yang dilakukan epidemiolog dan para ahli. Jadi, pemerintah itu sebenarnya percaya sama siapa? Harusnya pemerintah bisa mengantisipasi, tapi lonjakan (Covid-19) keburu terjadi,” imbuhnya.

Pemerintah pusat telah memutuskan perpanjangan PPKM Level 4. Meski demikian, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meyakinkan bahwa lonjakan Covid-19 di Jawa Barat telah menurun secara signifikan.

Namun, penurunan kasus belum signifikan terjadi di klaster Bandung Raya sebagai salah satu episentrum Covid-19 di tanah Pasundan. Walikota Bandung Oded M Danial menyatakan, kebijakan yang telah diterapkan dan berjalan di Bandung masih jauh dari yang diharapkan.

“Secara regulasi, belum ada penurunan (kasus) yang signifikan. Kita masih harus memperpanjang PPKM (Level 4). Tapi, warga sudah banyak yang gak kuat, jadi bakal ada pelonggaran-pelonggaran (kebijakan) nanti,” ungkapnya dalam konferensi pers daring (3/8/2021), seusai melakukan rapat terbatas dengan Tim Satuan Petugas Covid-19 Kota Bandung.

Baca Juga: Segudang Pekerjaan Rumah di balik Penghargaan tentang Anak yang Diraih Kota Bandung
Kemenkes Gulirkan Vaksinasi Covid-19 Ibu Hamil, Perhatikan Syarat dan Ketentuannya

Tenaga Kesehatan jadi Korban

Masa pagebluk berkepanjangan tidak hanya menjadi momok besar bagi masyarakat umum, tapi juga bagi tenaga kesehatan (nakes) yang berada di garda depan penanggulangan Covid-19. Sebagian besar terpapar virus dan banyak pula yang menemui maut.

Di Kota Bandung, Tim Uji Klinis Vaksin Sinovac mengakui adanya penurunan imun pada sejumlah nakes yang sebenarnya telah menjalani vaksinasi Covid-19. Sehingga diperlukan dosis ketiga atau tambahan sebagai penguat (booster) imun para nakes. Hingga 31 Juli 2021, tercatat sekitar 1.500 nakes Kota Bandung telah menerima booster.

Di samping itu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) belum menganjurkan adanya penyuntikan vaksin dosis ketiga dengan alasan pasokan vaksin yang belum merata di dunia. Yemiko menanggapi booster untuk para nakes di Kota Bandung sebagai suatu pengecualian dan sah dilakukan.

“Kalau WHO itu kan meihatnya dari perspektif penyebaran (vaksin) di dunia. Saya kira, WHO tidak tahu betul keadaan yang dihadapi setiap negara. Penyuntikkan vaksin ketiga untuk nakes di Bandung itu sebuah pengecualian jika melihat kondisi yang dihadapi sekarang,” ujar Yemiko.

Pada Juni 2021 lalu, Persatuan Perawat Nasional Indonesa (PPNI) Jawa Barat merilis data sebanyak 51 perawat di Jawab Berat meninggal dunia akibat terpapar Covid-19. Sementara pada bulan yang sama, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Barat menyatakan ada sebanyak 70 dokter dan 11 dokter spesialis yang terpapar virus infektius tersebut dan diperkirakan masih terus bertambah.

Kebanyakan mereka merupakan para nakes yang bekerja di bagian intensive care unit (ICU) dan instalasi gawat darurat (IGD). Koalisi LaporCovid-19 baru saja merilis data termutakhir jumlah kematian nakes di Indonesia pada Rabu (4/8/2021). Hingga saat ini, tercatat sebanyak 1.636 nakes yang telah gugur sejak Maret 2020 lalu. Data itu belum termasuk sebanyak 269 nakes yang tidak diketahui waktu kematiannya sehingga tidak dicatat dalam grafik.

Berikut data kematian nakes akibat Covid-19 sesuai profesinya: dokter 598 jiwa, perawat 503 jiwa, bidan 299 jiwa, apoteker 48 jiwa; dokter gigi 46 jiwa; ahli teknologi laboratorium medis (ATLM) 45 jiwa; rekam radiologi 10 jiwa; sanitarian 5 jiwa; elektromedik, petugas ambulan, tenaga farmasi, dan terapis gigi masing-masing 3 jiwa; epidemiolog 2 jiwa; entomologi kesehatan dan fisikawan medik masing-masing 1 jiwa; dan lain-lain atau staf pelayanan medis sebanyak 66 jiwa.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//