Segudang Pekerjaan Rumah di balik Penghargaan tentang Anak yang Diraih Kota Bandung
Forum Komunikasi Anak (Fokab) Kota Bandung dan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) mendapatkan penghargaan dalam bidang edukasi anak.
Penulis Boy Firmansyah Fadzri4 Agustus 2021
BandungBergerak.id - Di tengah rentetan berita minor terkait penanganan pandemi Covid-19 di Kota Bandung, kabar baik datang dari Forum Komunikasi Anak (Fokab) Kota Bandung dan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) yang mendapatkan penghargaan dalam bidang edukasi anak.
Fokab dinilai berkontribusi dalam mengedukasi anak-anak di Kota Bandung sehingga diganjar penghargaan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jawa Barat. Fokab Kota Bandung dinyatakan sebagai forum komunikasi anak terbaik se-Jawa Barat.
Perlu diketahui, Bandung sendiri merupakan Ibu Kota sekaligus kota paling besar di antara 27 kabupaten/kota yang ada di Jawa Barat. Sehingga penghargaan terbaik se-Jawa Barat itu tak terlalu mengejutkan.
Meski demikian, di level nasional, Puspaga Kota Bandung meraih peringkat ketiga pada kategori edukasi dalam jaringan (daring) se-Indonesia dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Prestasi tersebut melengkapi citra Kota Bandung sebagai Kota Layak Anak tahun 2021 oleh Kementerian PPPA.
Atas capaian tersebut, Bunda Forum Anak Kota Bandung, Siti Muntamah menyatakan rasa syukur dan beriterima kasih atas semangat anak didiknya. Tak lupa ia juga memberikan sedikit pesan kepada Fokab untuk memberikan lebih banyak ruang interaksi bagi anak-anak.
“Saya sangat berharap Fokab mampu berkolaborasi dan mengolah orasi seluruh forum-forum anak berbasis kewilayahan, sekolah dan tentu saya memberikan ruang bagi anak-anak untuk berekspresi,” ujar Siti Muntamah, dalam keterangan resminya, Sabtu (31/7/21).
Siti Muntamah juga memberikan apresiasi kepada Puspaga yang aktif dalam upaya-upaya edukasi sehingga membantu melahirkan generasi anak hebat dan keluarga yang suportif dan edukatif.
Direktur Konfederasi Anti Pemiskinan (KAP) Indonesia, Bambang Y Sudayana, menyatakan apresiasinya terhadap kinerja pemerintah dan elemen-elemen non-pemerintah terutama bagi mereka yang peduli terhadap isu anak. Meski begitu, dengan adanya prestasi tersebut bukan berarti perekerjaan rumah selesai.
“Menurut saya prestasi tersebut perlu diapresiasi. Sejauh pemerintah Kota Bandung tetap peduli terhadap isu anak tentu kita harus apresiasi. Walaupun perlu diakui perubahannya belum signifikan terutama di saat pandemi. Kalaupun ada yang tidak tercapai pasti dipengaruhi banyak faktor, ini terjadi tidak hanya di Kota Bandung melainkan di seluruh dunia,” ujar Bambang Y Sudayana, melalui sambungan telepon kepada BandungBergerak, Selasa (3/8/21).
Baca Juga: PPKM Level 4 Bandung Raya Diperpanjang, Pariwisata masih Tutup
Kemenkes Gulirkan Vaksinasi Covid-19 Ibu Hamil, Perhatikan Syarat dan Ketentuannya
Anak-anak Bandung Rentan Ditinggal Orang Tua karena Pagebluk
Gejala Kekerasan Seksual Digital masa Pandemi Covid-19 di Bandung dan Nasional
Utang Pemkot Bandung Pada Generasi Penerus Bangsa
Di balik prestasi yang diraihnya, Kota Bandung ternyata masih menyisakan sejumlah utang pada para generasi penerus bangsa. Pendidikan layak dan inklusif, kekerasan anak, adalah segelintir di antara segudang perkerjaan rumah lainnya yang harus diselesaikan.
Persoalan pendidikan misalnya, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung, mencatat terdapat 25.330 guru dan kepala sekolah, sementara jumlah murid tercatat sebanyak 467.321 orang. Perbandingannya, seorang guru menghadapi 18 orang murid. Sedangkan di lapangan tak sedikit guru yang mengajar di dua sekolah yang berbeda atau lebih. Fakta ini menunjukkan Kota Bandung krisis guru.
Pemerataan akses terhadap pendidikan di Bandung juga belum dirasakan semua warganya. Beberapa program dan kebijakan kerap kali menyertakan setitik pengecualian. Seperti yang dialami Selly Puspa, seorang wali siswa dari keponakannya. Ia mengalami kesulitan kala mengakses layanan pendidikan di Bandung karena latar belakang yang tidak biasa.
“Niatnya mau memindahkan ponakan sekolah ke Bandung, cuma terhalang beberapa persyaratan dan ekonomi. Sampai saat ini ponakan saya belum dapat sekolah,” ujar Selly saat dihubungi Bandungbergerak.id, Selasa (3/8/21).
Menurut Selly, dalam sistem pelayanan yang berbasis online dan serba otomatis, memang menjanjikan kemudahan pelayanan. Namun, dalam beberapa kondisi tertentu praktik digitalisasi pelayanan kerap kali rapuh dan tak bisa memberikan jawaban hingga membuat anak kembali menjadi korban.
“Memang lebih praktis, tapi dalam kondisi tertentu juga menyulitkan, terutama kondisinya yang extraordinary, ya. Karena serba online, jadi sulit untuk menjelaskan kondisinya apalagi menyangkut permasalahan keluarga,” tambahnya.
Di sisi lain, jumlah kekerasan pada anak juga mengalami peningkatan nyaris 70 persen. Sistem Informasi Pedagang Kaki Lima (SIPKL) mencatat terdapat 431 kasus kekerasan yang terjadi pada anak di Kota Bandung sepanjang tahun 2020. Jumlah tersebut meniggkat dari 250 kasus yang terjadi selama 2019. Rinciannya, 155 kasus kekerasan psikis, 69 kasus pelecehan, dan 55 kasus kekerasan fisik.
Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan membuat posisi anak-anak semakin rentan. Menurut Bambang Y Sudayana, pandemi Covid-19 menghambat pada upaya pemenuhan hak dan perlindungan anak. Pemerintah semestinya membuat kebijakan terukur yang mengantisipasi dampak pandemi pada anak.
“Yang paling penting sebetulnya pemerintah harus memiliki data yang sangat akurat untuk menjadi fondasi program dari tahun ke tahun,” ujar Bambang.
Bambang menegaskan, melahirkan generasi anak hebat tidak bisa mengandalkan jargon. Sebab, anak hebat adalah anak yang terpenuhi haknya dan terlindungi. Untuk itu pemerintah sebagai pemangku kebijakan harus bisa mengakomodir hak dan perlindungan tersebut, mengingat tidak semua anak memiliki kondisi yang sama.
“Bagaimana bisa mengaplikasikan jargon anak hebat dengan kondisi keluarganya harus berjibaku dengan urusan ekonomi. Artinya di sana diperlukan peran lainnya yang mendukung upaya tersebut,” tambahnya.
Menurutnya, pandemi Covid-19 dan prestasi yang diraih mestinya jadi momentum, untuk melakukan perbaikan sistem pengelolan terutama pada kerja yang dilakukan pemerintah dalam memberikan program dan fondasi yang jelas di masa depan.
Bambang juga mengingatkan pentingnya kerja sama lintas sektor sebagai upaya pemenuhan hak dan perlindungan terhadap anak. Ia berpendapat, permasalahan anak seharusnya menjadi tanggung jawab semua pihak, bukan saja para orang tua ataupun dinas terkait. Oleh karena itu ia mendorong adanya kerja kolaborasi yang terintegrasi dengan banyak pihak.
“Di sinilah pentingnya pemerintah melibatkan berbagai pihak termasuk dinas-dinas lain di luar DP3AKB, baik komunitas maupun kader-kader kewilayahan. Misal, untuk dilibatkan ke dalam identifikasi kondisi anak-anak di sekitar. Agar bisa mendapatkan keputusan yang tepat dan treatment yang sesuai,” tutup Bambang.