Sebulan lebih PPKM Darurat dan Level 4 Kota Bandung, Pelanggaran Prokes masih Tinggi
Tingkat pelanggaran prokes pencegahan Covid-19 masih meningkat dari hari ke hari. Perlu komunikasi dan ketegasan pemerintah.
Penulis Boy Firmansyah Fadzri5 Agustus 2021
BandungBergerak.id - PPKM Darurat yang bersambung ke PPKM Level 4 Kota Bandung sudah berlangsung lebih dari sebulan sejak dimulai pada 30 Juli 2021. Tingkat pelanggaran protokol kesehatan (prokes) pencegahan Covid-19 nyatanya masih meningkat dari hari ke hari.
Epidemolog maupun pakar hukum meminta pemerintah, khususnya Pemkot Bandung, membenahi cara berkomunikasi kepada masyarakat. Kebijakan pemerintah juga dinilai kurang tegas.
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol) Kota Bandung mencatat sebanyak 1.746 pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan perorangan terjadi di lapangan sepanjang Juli 2021. Sementara 427 pelanggaran dilakukan oleh pengelola usaha, 10 unit usaha di antaranya disegel karena karena dianggap telah berulang kali melanggar.
Menurut Kasat Pol PP Kota Bandung, Rasdian Setiadi, mayoritas pelanggaran perorangan terjadi di pasar-pasar tradisional. Bentuk pelanggaran yang paling sering terjadi adalah penggunaan masker yang tidak tepat atau sama sekali tidak menggunakan.
“Jadi memang mayoritas dari pelanggaran ini terjadi di pasar-pasar tradisional. Kalau area publik lainnya dan wilayah perkotaan tingkat pelanggarannya cenderung kecil,” kata Rasdian kepada Bandungbergerak.id, Kamis (5/8/21).
Seperti yang kita tahu, pasar tradisional merupakan satu dari beberapa relaksasi yang diberikan pemerintah Kota Bandung terutama sebagai upaya menjaga stabilitas pangan dan ekonomi masyarakat selama masa PPKM Level 4.
Di tengah meningkatnya pelanggaran prokes di pasar-pasar tradisonal dan jalannya PPKM Level 4, empat pusat perbelanjaan di Kota Bandung telah beroperasi. Keempat pusat perbelanjaan tersebut antara lain; Pasar Baru Trade Center, ITC Kebon Kelapa, Balubur Town Square, dan Pasar Andir.
Meski demikian, Agus Priyono selaku sekretaris dinas Satpol PP, membantah adanya pelanggaran terkait beroperasinya keempat pusat perbelanjaan tersebut. Ia menegaskan tidak ada pelanggaran terhadap Perwal Kota Bandung nomor 78 tahun 2021 pasal 13 tentang larangan pusat perbelanjaan beroperasi selama masa PPKM Level 4.
“Menurut Perumda Pasar keempat pusat perbelanjaan tersebut masuk ke dalam kategori pasar tradisional yang dinaungi perumda pasar,” ujar Agus, dalam konferensi pers daring, Kamis (5/8/2021).
Agus menjelaskan, keempat pusat perbelanjaan tersebut beroperasi dengan memberlakukan sistem ganjil-genap dan membatasi kapasitas pengunjung maksimal 50 persen. Agus juga menjamin pihaknya akan melakukan pengawasan terkait penerapan protokol kesehatan dan aturan-aturan lainnya.
“Iya memang ada beberapa penyesuaian seperti giliran berjualan dengan sistem ganjil genap, kapasitasnya dibatasi 50 persen, dan dengan standar protokol ketat. Kita akan pastikan pelaksanaannya di lapangan berjalan dengan sesuai,” ujar Agus Priono.
Baca Juga: Skenario “PPKM Darurat dulu, Bansos kemudian†Dinilai tak Tepat
Pemkot Bandung Petakan Potensi Konflik selama PPKM Level 4
Kurang Komunikasi dan Ketegasan
Mengubah perilaku yang telah berurat dan berakar di masyarakat memang tak semudah membalikan telapak tangan. Butuh usaha luar biasa ekstra dan sumber daya yang memadai dalam melakukan eksekusinya. Begitu juga dalam penerapan prokes yang di masa pra-pagebluk terbilang asing.
Selain itu, Nuning Nuraini, epidemiolog Institut Teknologi Bandung (ITB), mengatakan penegakan aturan perlu diberengi kebijakan yang tegas. Sebaliknya, Nuning menilai sejauh ini kebijakan pemerintah dalam upaya penanganan pandemi Covid-19 cenderung tidak tegas.
“Jika ingin kebijakan dipatuhi oleh masyarakat, mungkin (pemerintah) harus lebih tegas dalam pelaksanaannya,” ujar Nuning Nuraini, saat dihubungi Bandungbergerak.id, Kamis (5/8/2021).
Ia juga berpendapat, pelaksanaan regulasi yang tidak konsisten berpotensi menyulitkan upaya penanganan pandemi Covid-19. Akibatnya, pandemi semakin berkepanjangan.
“Karena pelaksanaan yang setengah-setengah akan berdampak pada masa penanganan pandemi yang lebih panjang dan melelahkan,” tambahnya.
Lasma Natalia, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung berpendapat, dalam situasi pagebluk kebijakan pemerintah kerap kali tidak bisa mengakomodir banyak pihak. Maka, penting bagi pemerintah untuk membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat.
“Ya memang tidak juga bisa divonis tebang pilih atau diskriminasi dan semacamnya. Karena semestinya setiap kebijakan harus dilihat aspek-aspek lainnya, semisal dampak sosial-ekonominya di lapangan seperti apa,” ujar Lasma Natalia, kepada BandungBergerak..
Minimnya proses komunikasi terutama perihal kebijakan-kebijakan teknis di lapangan, dikaui Lasma akan berpontensi menimbulkan polemik di masyarakat. Lasma menyarankan pemerintah untuk melakukan sosialisasi kebijakan yang lebih intens dan berkelanjutan yang disertai dengan menghimpun berbagai sudut pandang di masyarakat.
“Terutama ini kan persoalan teknis ya, mengenai indikator-indikator yang perlu diketahui publik. Mestinya pemerintah bisa turun gunung mengadakan sosialisasi yang holistik dan berkelanjutan. Sehingga dapat meminimalisir polemik,” tutup Lasma.