Pengusaha Hotel dan Restoran Kritik PPKM tanpa Solusi Ekonomi
Pelaku bisnis pariwisata bertumbangan satu per satu selama pagebluk. PHRI Jabar dan Akar Kota Bandung ajukan sederet relaksasi.
Penulis Bani Hakiki6 Agustus 2021
BandungBergerak.id - Sejumlah bisnis pariwisata di Kota Bandung terus bertumbangan semenjak diberlakukannya berbagai kebijakan pembatasan sosial penanggulangan bencana Covid-19. Menurut Perhimpunan Hotel dan Hotel Indonesia Jawa Barat (PHIR Jabar), ada 560 hotel dan 280 restoran tutup selama pagebluk. Sebagian besar tidak bisa beroperasi kembali alias bangkrut. Sebanyak 60-95 persen karyawan hotel dan restoran tersebut terpaksa diberhentikan.
Ketua PHRI Jabar Herman Muchtar mengutarakan bahwa imbas kerugian PPKM jauh lebih besar dari kebijaka Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahun 2020. Namun, belum ada arahan solutif yang dikeluarkan pemerintah pusat maupun daerah, termasuk Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, terhadap nasib bisnis pariwisata.
“Daya tahan hotel rata-rata yang hanya bertahan sampai Juli 2020. Sampai saat ini, relaksasi belum berjalan maksimal, koordinasi juga belum maksimal. Dampak dari itu semua, terjadi pemasangan bendera putih,” papar Herman Muchtar dalam konferensi pers virtual Kamis (5/8/2021) sore.
Guna mengendalikan terpuruknya bisnis pariwisata itu, PHRI Jabar mendesak pemerintah segera melakukan relaksasi. Tuntutan ini telah dilayangkan PHRI Jabar melalui surat kepada Pemkot Bandung, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan pemerintah pusat.
Tedapat tiga poin besar di dalamnya surat tersebut, meliputi:
Relaksasi dan penghentian sementara pembayaran beban pajak. Termasuk pajak hotel dan restoran (PHR), pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPn), serta pajak bumi dan bangunan hingga kondisi kembali membaik;
Penghentian sementara beban pajak penerangan jalan umum PLN;
Ada pula pengajuan relaksasi pada kebijakan moneter, sebagai berikut:
Restrukturisasi kredit perbankan dan penghapusan bunga pinjaman hingga perekonomian pulih;
Relaksasi atau subsidi pemakaian listrik hingga perekonomian kembali seperti semula. Di antaranya dengan cara menghilangkan abodemen, memberi ruang bagi pelaku usaha hotel dan restoran untuk memotong tarif minimum PLN, dan diskon tagihan listrik selama PPKM;
Relaksasi dan subsidi atas penggunaan air tanah;
Penghapusan atau diskon pada beban biaya BPJS Ketenagakerjaan, pensin, dan yang paling wajib adalah kesehatan;
Bantuan pemerintah kepada para pengusaha secara merata;
Subsudi gaji karyawan terdampak, termasuk bantuan langsung tunai (BLT) bagi karyawan;
Subsidi pemakaian air bersih PDAM;
Pemerintah diharapkan memberi subsidi retribusi sampah sebesar 50 persen;
PHRI Jabar juga mendorong pemerintah untuk merelaksasi kebijakan perizinan. Di antaranya, sebagai berikut:
Meningkatkan jumlah hotel dan restoran bersertifikat CHSE (kebersihan, kesehatan, keamanan, ramah lingkungan) di Jawa Barat;
Memberikan izin kegiatan MICE (rapat, bonus, pertemuan, dan pameran) di hotel maksimal 50 persen dari total kapasitas dengan protokol kesehatan (prokes) ketat;
Memberikan izin kegiatan pernikahan dengan maksimal 50 persen kapasitas dengan prokes ketat;
Memberikan izin makan di tempat atau dine in di restoran, rumah makan, dan kafe dengan maksimal 50 persen kapasitas sampai pukul 9 malam dengan memperketat prokes.
Baca Juga: Sebulan lebih PPKM Darurat dan Level 4 Kota Bandung, Pelanggaran Prokes masih Tinggi
Buruh Bandung Tuntut Keberpihakan Pemerintah
Pengibaran Bendera Putih
Aksi pemasangan bendera putih telah terjadi di banyak daerah di Jawa Barat, termasuk di Kota Bandung, Sumedang, dan Garut. Asosiasi Kafe dan Restoran (Akar) Kota Bandung meluruskan aksi pengibaran bendera putih di setiap hotel dan restoran ini bukan sebuah bentuk perlawanan. Melainkan sebuah cara agar sejumah keluhan para pelaku usaha di sektor pariwisata mendapat perhatian dari pemerintahan setempat.
Ketua Akar Kota Bandung, Arif Maulana menjelaskan adanya kesenjangan ekonomi di tengah masyarakat. Namun kebijakan PPKM justru melahirkan perbedaan hak antar-kalangan.
“Pemerintah membuat banyak kebijakan untuk penanggulangan (Covid-19), sementara tidak ada usaha untuk melindung (perekonomian) rakyat,” ungkapnya.
Ada tiga kendala utama yang jadi tantangan besar bagi para pelaku usaha di bidang pariwisata selama berbagai kebijakan pembatasan berlangsung. Di antaranya:
Pertama, banyak pengusaha pariwisata yang telah terikat kontrak pinjaman modal, baik pinjaman perbankan maupun perorangan. Kebanyakan sudah memasuki dan bahkan melebihi masa akhir tunggakan;
Kedua, ada pula permasalahan dengan kontrak sewa tempat yang harus dibayar di muka dan sudah memasuki masa akhir pembayaran. Termasuk biaya tagihan listrik dan air;
Ketiga, kontrak karyawan yang sudah mulai habis dan para pelaku usaha tidak mampu memperpanjang kontrak itu karena habisnya modal usaha.
Tiga kendala di atas telah mengakibatkan semakin banyaknya pengangguran sehingga pemulihan ekonomi akan semakin sulit direalisasikan. Arif menilai kebijakan PPKM tanpa solusi ekonomu menambah makin banyak masalah di tengah pagebluk Covid-19 berkepanjangan.
“Pemerintah pusat itu membuat kebijakan seenak perut tanpa melibatkan praktisi (pariwisata) sehingga muncullah kebijakan-kebijakan yang konyol. Seperti dine in 20 menit misalnya, jadi bahan lelucon untuk orang-orang,” ujarnya.
Belum ada Realisasi
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno mengajak pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif untuk menumbuhkan rasa optimisme agar dapat bangkit di tengah tantangan yang sulit akibat pandemi.
Pemerintah, khususnya Kemenparekraf, dikatakannya akan semaksimal mungkin melakukan berbagai upaya untuk membantu baik dari sisi ekonomi juga kesehatan.
Sandiaga Salahuddin Uno kemudian mengutip pernyataan Mantan Presiden AS Barack Obama bahwa harapan menjadi kunci untuk bisa bangkit bersama melawan pandemi. Hal ia disampaikan Menparekraf Sandiaga Uno saat melakukan audiensi virtual dengan "Pemerintah Kota dan PHRI Kota Bandung", Kamis (29/7/2021).
"Harapan dan optimisme merupakan vitamin yang selalu mampu membuat kita bangkit dan mencari solusi bersama. Kemenparekraf tentu akan maksimal dalam menghadirkan upaya-upaya yang dibutuhkan para pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif," kata Menparekraf Sandiaga Uno.
Sandiaga mengatakan, pandemi Covid-19 memberikan tantangan yang luar biasa besar bagi seluruh sendi kehidupan di mana sektor pariwisata dan ekonomi kreatif menjadi salah satu yang paling terdampak. Salah satu kunci yang harus dapat dijalankan bersama antara pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan adalah komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi.
"Saya siap 24 jam untuk berkolaborasi, berkoordinasi, dengan berbagai pihak karena penanganan atas dampak dari pandemi Covid-19 terhadap pariwisata dan ekonomi kreatif butuh penanganan lintas sektor. Baik dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, apapun yang dibutuhkan saya akan pastikan teman-teman bisa mendapatkan bantuan," kata Sandiaga.
Meski demikian, hingga kini para pengusaha pariwisata menanti realisasi keberpihakan dari pemerintah, baik pusat maupun daerah. Mengingat harapan dan optimisme sulit tumbuh tanpa solusi konkret berupa relaksasi ekonomi sebagaimana tuntutan PHRI Jabar maupun Akar Kota Bandung.