Buruh Bandung Tuntut Keberpihakan Pemerintah
Lebih dari 5.000 buruh di Bandung tidak mendapatkan pesangon setelah terkena PHK. Sementara KASBI Jabar mencatat lebih dari 19 ribu buruh dirumahkan.
Penulis Bani Hakiki5 Agustus 2021
BandungBergerak.id - Kondisi buruh semakin memprihatinkan seiring berkepanjangannya pagebluk Covid-19. Ribuan buruh Bandung bahkan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan dan mereka tidak mendapat hak pesangon.
Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Jawa Barat menilai pihak pemerintah tidak tegas dalam menentukan skala prioritas kebijakan untuk masyarakat, termasuk kaum buruh. Sejak awal April 2020, pihaknya telah mencatat sekitar 19.000 buruh yang dirumahkan karena alasan pagebluk. Imbas terbesarnya berujung ke arah pemutusan hubungan kerja (PHK) massal oleh sejumlah perusahaan.
Permasalahan ketenagakerjaan tersebut terus menumpuk dan tak terselesaikan. Kordinator Wilayah KASBI Jabar Sudaryanto mendesak Pemkot Bandung segera menindaklanjutinya dan memberi relaksasi untuk para buruh terdampak pagebluk.
"Ada kebijakan yang tidak adil, semacam empat PP (peraturan pemerintah) dari Omnibus Law dan itu membuat perlakuan terhadap buruh di lapangan semakin merugikan buruh,” tuturnya melalui telepon, Kamis (8/5/2021).
Salah satu PP dalam Omnibus Law yang berpengaruh besar terhadap nasib buruh selama pagebluk, yakni PP Nomor 35 Tahun 2021 yang di dalamnya terdapat aturan mengenai sistem PHK. Saat mengalami PHK, pekerja berhak atas pesangon, penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak. Namun, kenyataannya masih banyak perusahaan yang menunggak hak tersebut atau justru tidak menerapkannya.
Ketua Forum Komunikasi Serikat Pekerja Serikat Buruh (Forkom SP SB) Kota Bandung, Hermawan, mengungkap saat ini ada lebih dari 5.000 buruh di Bandung yang memperjuangkan hak pesangonnya. Kebanyakan PHK ini dilakuksan secara sepihak oleh pihak perusahaan.
Forkom SP SB Kota Bandung kemudian mengadukan persoalan itu kepada Pemkot Bandung. Hermawan memandang berbagai jenis dan perubahan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) justru menambah peluang kerugian lebih besar terhadap buruh. Keterbatasan perusahaan dalam menjalankan operasionalnya bisa berpengaruh terhadap meningkatnya jumlah buruh yang dirumahkan atau bahkan kena PHK.
“Sekarang kita bingung aturan tiap minggu berubah, PPKM instruksi menteri berubah-ubah. Sehingga ini dimanfaatkan pengusaha berlindung di balik PPKM dan sebagainya,” imbuhnya, dalam siaran pers Rabu (4/8/2021).
Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana mengaku bakal segera menindaklanjuti aduan para buruh. Yana meminta Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) untuk mencatat sejumla perusahaan yang terindikasi melakukan pelanggaran.
"Ada beberapa perusahan yang secara sepihak memutuskan beberapa hal yang dirasakan berat bagi teman-teman buruh,” ujar Yana.
Yana berjanji pihaknya akan membawa sejumlah laporan tersebut ke tingkat pemerintah provinsi hingga pusat. Ia juga mengimbau kepada setiap perusahaan agar bisa membuka sebuah wadah untuk menyelesaikan masalah secara adil berkenaan dengan hak para pekerjanya.
Bandungbergerak.id telah menghubungi Kepala Disnaker Arief Syaifudin pada Kamis (8/5/2021) untuk mengonfirmasi rencana tindak lanjut terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran. Namun, tidak ada tanggapan.
Baca Juga: Di Tengah Pandemi, Buruh Bandung Digugat Ratusan Juta Rupiah oleh Perusahaan Sendiri
Usai Lebaran, THR 1.142 Buruh di Bandung Belum Dibayar
May Day 2021, Buruh Jawa Barat Tuntut Upah Minimun Sektoral dan THR 100 Persen
Terdampak Pagebluk, Belasan Ribu Buruh Korban PHK di Kota Bandung Menanti Solusi
Di-PHK setelah Sakit
Muhammad Aulia Yusron atau akrab disapa Mamat, seorang buruh dari sebuah perusahaan di bilangan Pasir Kaliki, Bandung, mengaku tersingkir dari tempatnya bekerja karena alasan efisiensi. Mamat telah bekerja selama 1 tahun 3 bulan di perusahaan tersebut sebagai bagian tim penata desain produk.
Sebelumnya, selama bekerja ia mengaku tidak punya masalah. Kecuali menghadapi tekanan kerja yang cukup tinggi. Sejak pagebluk melanda, ia mendapat kabar bahwa perputaran uang perusahaan terus melemah. Sementara pemasukan berkurang.
“Suatu hari tiba-tiba dipanggil menghadap departemen HR (human resource) dan hari itu juga saya langsung dikasih surat pengunduran. Gak ada pemberitahuan sebelumnya. Satu bulan sebelum PHK itu saya sakit-sakitan,” ceritanya ketika ditemui di kawasan Jalaprang, Kamis (8/5/2021).
Kondisi kesehatan Mamat sebelum terkena PHK jadi salah satu alasan kenapa perusahaan memecatnya. Sementara selama sakit, ia berobat ke puskesmas dengan biayanya sendiri. Pihak perusahaan tak memberi jaminan kesehatan.
Mamat juga mengalami pemotongan gaji selama dirinya sakit dan tidak masuk kerja. Sampai sekarang, Mamat belum pernah menerima atau dijanjikan pesangon dari pemecatan sepihak yang dilakukan perusahaan. Sejak terkena PHK, Mamat beralih profesi sebagai tukang kebun dan menjual tanaman.