Pemerintah Dinilai Abai Tuntaskan Kasus Pembunuhan Munir
Pembunuhan Munir genap 17 tahun berlalu, tetapi dalang di balik konspirasi pembunuhan ini belum terungkap.
Penulis Delpedro Marhaen7 September 2021
BandungBergerak.id - Kematian aktivis HAM Munir Said Thalib masih menyisakan teka-teki. Genap 17 tahun berlalu, tetapi dalang di balik kasus pembunuhan itu belum terungkap. Sejumlah organisasi masyarakat sipil dan tokoh demokrasi kembali mendesak Presiden Joko Widodo dan DPR RI untuk mengusut aktor utama pembunuhan ini.
Ketua YLBHI, Asfinawati mengatakan pengabaian yang dilakukan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin dalam menuntaskan kasus Munir dapat dikatakan sebagai pelanggaran HAM. Dalam konsep hak asasi manusia (HAM), kata Asfin, ada yang disebut dengan pelanggaran HAM berdasarkan pengabaian atau by omission. Merujuk pada tidak terungkapnya dalang kasus pembunuhan Munir selama 17 tahun ini, Asfin menyebut pemerintah telah melakukan pelanggaran HAM karena melakukan pengabaian.
Asfinawati membeberkan setidaknya ada lima dasar pemerintahan Jokowi dan Ma'ruf Amin dapat dikatakan melakukan pelanggaran HAM karena melakukan pengabaian. Pertama, Kejaksaan pernah berjanji akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan Mahkamah Agung mengenai putusan kasus hukum Muchdi Purwoprandjono, tapi sampai sekarang fakta-fakta dalam kasus tersebut belum diperiksa kembali.
Menurut dokumen KontraS, Muchdi Purwoprandjono adalah mantan Deputi V Badan Intelejen Negara (BIN). Melalui surat terbuka 101 organisasi yang tergabung dalam Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM), Jakarta, 19 Agustus 2021, disebutkan ada fakta yang terungkap dalam persidangan tentang keterlibatan BIN dan aktor-aktor negara lainnya dalam merencanakan dan melaksanakan pembunuhan terhadap Munir.
Kedua, Asfinawati mengungkap temuan tim pencari fakta (TPF) kasus pembunuhan Munir. Asfin mengatakan pemerintahan Jokowi sampai saat ini belum mau membuka hasil temuan tersebut kepada publik. Menurutnya, hasil temuan TPF itu padahal sudah mudah diakses di internet, tetapi tidak ada pernyataan resmi dari pemerintah sebagai tanda komitmen menindaklanjuti temuan TPF tersebut.
Ketiga, mengenai menghitung ulang daluwarsa kasus pembunuhan Munir. Dalam catatanya, setidaknya ada beberapa kali penuntutan, yang paling mutakhir adalah penuntut terhadap Pollycarpus di tahun 2005 dan penuntutan terhadap Muchdi Purwoprandjono di tahun 2008. Artinya, lanjut Asfin, berdasarkan pasal 80 KUHP, kedua penuntutan itu telah menghentikan daluwarsa dan memulai daluwarsa baru.
Keempat, pemerintah belum menindaklanjuti hasil TPF kasus pembunuhan Munir, padahal ada banyak informasi penting yang harus dikaji lebih dalam. Salah satunya, informasi penting yang menyeret Muchdi Purwoprandjono ke pengadilan yang menggunakan BIN untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Menurut Asfin, temuan TPF seharusnya dapat ditindaklanjuti oleh penegak hukum atau dilakukan perbaikan keorganisasian agar tidak ada lagi lembaga yang digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Kelima, hasil temuan TPF itu harus jadi dasar adanya penelusuran baru oleh pemerintah dengan membentuk TPF baru yang melanjutkan evaluasi dan kerja-kerja TPF sebelumnya. Menurut Asfin, TPF baru juga bisa melakukan penelusuran untuk menemukan informasi baru yang dapat mendorong penyelidikan kasus pembunuhan Munir untuk lebih maju.
“Lima hal tersebut menjadi bukti bahwa pemerintahan Jokowi ini telah melakukan pelanggaran hukum [HAM] dengan melakukan pengabaian untuk menuntaskan kasus Munir,” kata Asfin, Senin (6/9/2021).
Baca Juga: Komnas HAM RI Didesak Tetapkan Kasus Pembunuhan Munir sebagai Pelanggaran HAM Berat
Bintang Jasa Utama untuk Eurico Guterres Melukai Penegakan HAM di Indonesia
Pesimis Kasus Pembunuhan Munir Tuntas di Era Jokowi
Sosiolog Universitas Indonesia (UI), Thamrin Amal Tomagola pesimistis pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin menuntaskan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir. Dia mengatakan penyebabnya adalah pengelolaan pemerintah oleh segelintir orang atau dikenal dengan sebutan oligarki.
“Saya agak pesemis bahwa akan ada usaha yang serius untuk memutuskan kasus pelanggaran HAM di masa lalu [termasuk kasus pembunuhan Munir],” kata Thamrin, Senin, (6/9/21).
Ihwal kondisi itu, Thamrin ragu kasus pembunuhan Munir bakal tuntas. Alih-alih menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu, terutama kasus pembunuhan Munir, kata Thamrin, justru yang terjadi semakin banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran HAM, terutama di sektor aktivis lingkungan.
“Harapan penuntasan tidak terlalu menjanjikan ke depan,” kata Thamrin.
Thamrin juga ragu kasus Munir bakal tuntas setelah era Presiden Jokowi mengingat kuatnya jaringan oligarki di tubuh pemerintahan kini dan masa depan.
Dalam Kertas Kerja yang disusun oleh Edwin Partogi, Haris Azhar, Indria Fernida, Papang Hidayat dan Usman Hamid (2005), pejuang HAM Munir meninggal diracun saat penerbangan dengan pesawat Garuda GA-974 menuju Amsterdam, Belanda. Pada 7 September 2004, kabar kematian Munir sudah merebak di tanah air. Dalam kasus ini, pengadilan telah memutuskan kru Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto, sebagai terpidana. Namun hingga kini negara belum bisa mengungkap sosok-sosok yang memerintahkan Pollycarpus.