Mendiskusikan Lagi Oto Iskandar di Nata, Menyemarakkan Lagi Dunia Buku Bandung
Kisah Oto Iskandar di Nata didiskusikan dalam pameran bertajuk "Haus Buku". Para pedagang buku berharap dunia perbukuan di Bandung segera semarak lagi.
Penulis Putra Wahyu Purnomo11 September 2021
BandungBergerak.id - Di hari terakhir “Haus Buku”, pameran buku kedua di Bandung di sepanjang pandemi Covid-19, Jumat (10/9/2021) sore, berlangsung diskusi tentang Oto Iskandar di Nata. Iip D. Yahya, penulis buku Oto Iskandar di Nata: The Untold Story (2017) mamaparkan beberapa kisahnya yang tidak terungkap.
Oto Iskandar di Nata merupakan tokoh penting Indonesia yang sampai hari ini kisah dan perannya masih banyak disalah mengerti. Salah satunya tentu saja kontroversi terkait tragedi kematiannya pada 20 Desember 1945. Banyak tuduhan mengarah padanya.
"Salah satu tuduhan yang paling hebat adalah tuduhan bahwa Pak Oto kolaborator Jepang dan antek-antek NICA," sambung Iip dalam diskusi yang berlangsung di Kedai Jante Perpustakaan Ajip Rosidi tersebut.
Iip menceritakan bagaimana pemerintah baru melakukan penyelidikan atas pembunuhan ini pada 1952, atau tujuh tahun kemudian. Sebuah puisi yang mempertanyakan sikap pemerintah yang telah menyia-nyiakan jasa Oto Iskandar di Nata mendapatkan tanggapan dari Jaksa Agung ketika itu, R. Soeprapto.
Sang jaksa agung meminta petugas polisi bernama Muhammad Enduh untuk melakukan penyelidikan terkait pembunuhan Oto Iskandar di Nata. Empat tahun kemudian, petugas polisi Enduh berhasil melacak 10 pelakunya.
Dijelaskan Iip, ada pihak yang menilai Oto Iskandar di Nata sebagai kolaborator Jepang. Padahal selain Oto, semua anggota BPUPKI dan PPKI juga bisa disebut sebagai kolaborator Jepang. Sekalipun benar Oto Iskandar di Nata berkolaborasi dengan Jepang, hal itu tidak dapat dijadikan satu-satunya alasan bagi pembunuhan Oto. Ini hanya satu dari sekian teori penyebab kematian Si Jalak Harupat itu.
Diskusi yang diniatkan sebagai bagian perayaan Hari Literasi Internasional yang jatuh setiap tanggal 8 September tersebut diberi pengantar oleh Indra Prayana dari Jaringan Buku Alternatif dan dimoderatori oleh Alex Ari dari toko buku Rasia Bandung. Keduanya, yang juga penulis, turut dalam pameran buku yang sudah berlangsung sejak dua hari sebelumnya itu.
Semarak Lagi
Bisnis buku, sama seperti sebagian besar sendi hidup warga, ikut terpukul dampak pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 lalu. Para pedagang buku di Bandung pun mengalami penurunan pendapatan secara signifikan. Salah satunya karena kebijakan pembatasan mobilitas warga melenyapkan kesempatan digelarnya pameran-pameran buku yang sebelumnya rutin dilangsungkan tiap tahun.
Baru pada April 2021 lalu, beberapa pedagang buku di Bandung bisa menggelar pameran perdana bertajuk “Ramadhan Post Book 2021”. Bukan melulu menjual buku, para pedagang buku ini juga menggagas setidaknya tiga kali diskusi di sepanjang hajatan. Diskusi dengan peserta yang relatif sedikit, tapi menurut istilah Iip D. Yahya, “memberikan keintiman antara penulis dan peserta”.
Kegiatan-kegiatan seperti inilah yang jadi salah satu kekhasan lapangan literasi di Bandung. Tidak sedikit para penjual buku adalah juga penulis dan pegiat literasi yang produktif.
Baca Juga: Bandung Hari Ini: Lahirnya Oto Iskandar, Pahlawan yang Mati Dituduh Mata-mata
Ngabuburit di Bandung Sambil Berburu Buku Ramadhan Post Book 2021
Roni, salah satu pedagang buku yang ikut berpameran di Perpustakaan Ajib Rosidi, berharap agar iklim perbukuan di Bandung semarak lagi setelah lama dirundung pagebluk. Ia berharap akan ada semakin banyak acara di waktu-waktu mendatang, tentu dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
"Ya kalau dibilang penting ya penting buat mewadahi para penjual dan pelapak buku, apalagi buku-buku lama. Soalnya kalau nggak ada event-event kayak gini, ya susah juga,” ucapnya.