Birokrasi Gemuk Program Kota Layak Anak Kota Bandung
Salah satu kota di Indonesia yang menerapkan program Kota Layak Anak adalah Kota Bandung. Sampai sekarang kota ini belum mencapai kategori Utama.
Angelina Aldina Salim
Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar).
12 September 2021
BandungBergerak.id - Anak merupakan karunia yang diberi oleh Tuhan untuk setiap keluarga. Kelahiran sang buah hati tentunya akan disambut bahagia oleh keluarga tersebut. Di ranah pemerintah, anak-anak diatur Undang-undang nomor 35 tahun 2004 yang telah diamandemen dari Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah wajib melindungi anak-anak. Agar memudahkan proses perlindungan terhadap anak, undang-undang tersebut diturunkan kepada daerah kota atau kabupaten di Indonesia untuk menerapkan sebuah program bernama Kota Layak Anak.
Salah satu kota di Indonesia yang menerapkan program Kota Layak Anak adalah Kota Bandung melalui Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 4 tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 10 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak. Pemerintahan Kota Bandung pun melakukan amandemen kepada perdanya untuk menambahakan pelaksanaan Kota Layak Anak yang menjadi salah satu program yang dibangun oleh Pemerintah Kota Bandung.
Pada 2019, Pemerintah Kota Bandung mendapat peringkat Nindya dalam pembangunan Kota Bandung, walaupun peringkat tersebut masih terbilang belum maksimal mengingat belum mencapai peringkat Utama. Fungsi dari adanya program Kota Layak Anak ini adalah untuk menyadarkan masyarakat bahwa harus menumbuhkan rasa kepedulian terhadap anak dan pemenuhan hak anak itu sama dengan pemenuhan orang-orang dewasa. Namun sayangnya dari sisi Pemerintahan Kota Bandung belum bisa memaksimalkan hal tersebut karena masih banyak kekurangan untuk mencapai peringkat yang sempurna.
Pada tahun 2019, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melakukan evaluasi terhadap program Kota Layak Anak yang dilaksanakan oleh beberapa daerah, salah satunya termasuk di Kota Bandung. Penilaian itu juga diikuti oleh beberapa kota besar seperti Kota Surabaya, Kota Denpasar, dan masih banyak kota-kota lainnya yang ikut serta dalam program ini. Kota Bandung bisa mempertahankan peringkat Nindya salama tiga kali bertuurut-turut dengan memperoleh skor 741, meningkat daripada tahun sebelmunya yaitu dengan nilai 707. (https://humas.bandung.go.id/layanan/kota-bandung-berhasil-pertahankan-penghargaan-kla)
Skor tersebut selisihnya sedikit dengan skor untuk mencapai peringkat Utama. Dalam penilaian Kota Layak Anak, dilakukannya evaluasi yang melihat dari kluster-kluster yang ada dalam Kota Layak Anak. Terdapat lima kluster yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan Kota Layak Anak yaitu dari kluster pertama Hak Sipil Kebebasan, Kluster kedua tentang Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif, Kluster ketiga adalah Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan, lalu di Kluster keempat ada Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang dan Kegiatan, dan yang terakhir di Kluster kelima adalah tentang Perlindungan Khusus. (Kabupaten/Kota Layak Anak, Bahan Advokasi Kebijakan KLA, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, 2016).
Kelima kluster tersebut dibagi ke dalam pembagian-pembagian yang jika ditotalkan sebuah program Kota Layak Anak mempunyai 24 indikator. Maka dalam pelaksanaannya, Pemerintahan Kota Bandung tidak bisa mengerjakan program tersebut dengan sendirian, dibutuhkannya koordinasi dan kerja sama dari bagian-bagian yang dianggap cocok untuk mengerjakan program Kota Layak Anak secara bersama-sama.
Komponen-komponen Pemkot Bandung yang terlibat dalam pelaksanaan program Kota Layak Anak masuk ke dalam sebuah gugus tugas yang dinamakan Gugus Tugas Kota Layak Anak periode tahun 2019-2023. Dalam susunan tugasnya, terdapat 50 lebih keanggotaan yang ikut bekerja dalam pelaksanaan Kota Layak Anak di Kota Bandung. Bukan hanya berasal dari dinas-dinas Pemerintahan Kota Bandung, terdapat juga Lemabaga Swadaya Masyarakat yang ikut terlibat dalam proses implementasi dari Kota Layak Anak di Kota Bandung. Berhubungan dengan kelima kluster dari Kota Layak Anak, Kota Bandung dalam pelaksanaan Kota Layak Anak mempuyai koordinator dari masing-masing kluster. Seorang koordinator bertanggung jawab dan mempunyai fokus utama dalam klsuter yang dia pegang. Kluster pertama dikooridnatori oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Bandung, di kluster kedua dikoordinatori oleh Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Bandung, di kluster ketiga dikoordinatori oleh Dinas Kesehatan Kota Bandung, kluster keempat dikoordinatori oleh Dinas Pendidikan Kota Bandung, dan yang terakhir di kluster kelima dikoordinatori oleh Dinas Sosail dan Penanggulangan Kemiskinan Kota Bandung.
Masing-masing koordinator mempunyai anggota yang berisi dinas-dinas yang masih berhubungan dengan kluster, serta terdapat juga peran dari Lembaga Swadaya Masyarakat, dan juga dunia usaha dan media massa yang ikut berperan dalam pelaksanaan Kota Layak Anak di Kota Bandung . (Sekretaris Daerah Kota Bandung, di Keputusan Walikota Kota Bandung Nomor: 463/Kep.518-DP3APM/2020 tentang Gugus Tugas Kota Layak Anak Periode tahun 2019-2023).
Dari prosedur operasionalnya bisa dilihat bahwa Kota Bandung sudah menyiapkan semuanya dengan baik dan rapi, namun mengapa Kota Bandung masih belum bisa mencapai kategori Utama dalam Kota Layak Anak? Ini dikarenakan susunan birokrasai dari keanggotaan Gugus Tugas Kota Layak Anak di Kota Bandung yang terlalu banyak melibakan organisasi-organisasi. Mungkin bila dilihat memang progam ini membutuhkan banyak peran yang terlibat dalam implementasinya, akan tetapi hal itu juga yang menjadi penghambat Kota Bandung belum bisa bekerja secara maksimal.
Baca Juga: Perda Kawasan Tanpa Rokok Bandung Jangan Hanya demi Predikat Kota Layak Anak
Kesehatan Mental di Indonesia belum Mendapat Perhatian Layak
Bisa dilihat peran dari Dinas Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan yang ternyata memegang dua kluster sekaligus, kluster tiga dan kluster kelima. Walaupun dalam kluster ketiga Dinas Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan bukan menjadi kooridnator, tapi perlu diakui bahwa mereka tidak bisa membagi fokus mereka untuk dua kluster sekaligus. Selain itu, tugas dari masing-masing dinas bukan saja tentang masalah perlindungan dan pemenuhan hak anak saja. Akan tetapi mereka mempunyai fokus dan tugas masing-masing dari dinasnya, dalam struktur organisasi mereka pun tidak mencantumkan perihal yang berkaitan tentang Kota Layak Anak. Contohnya, dalam struktur dari Dinas Kesehatan Kota Bandung yang tidak membuat divisi khusus untuk program Kota Layak Anak.
Dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Kota Bandung mempunyai masalah terhadap pelaksanaan implementasi Kota Layak Anak diakibatkan struktur birokrasi yang masih terbilang terlalu tradisional. Walaupun ini merupakan program yang dijalankan bersama-sama dan secara serempak, alangkah lebih baik bila susunan tugas yang tertera dalam Gugus Tugas Kota Layak Anak Kota Bandung dapat dibuat lebih sederhana lagi agar memudahkan implementasinya di setiap dinas-dinas, terutama untuk dinas yang menjadi koordinator utama di masing-masing kluster Kota Layak Anak. Koordinasi antaranggota gugus tugas juga harus bisa lebih dimaksimalkan kembali walaupun menemukan kesulitan di bagian koordinasi untuk organisasi besar, tapi koordinator dari masing-masing kluster bisa memulai terlebih dahulu untuk melakukan koordinasi antar anggota agar dapat dikomunikasikan dengan baik dan menemukan solusi untuk permasalahn anak di Kota Bandung. Sehingga Kota Bandung dapat berhasil mendapat peringkat Utama untuk penilaian Kota Layak Anak di tahun berikutnya.