• HAM
  • Guru Besar Fakultas Hukum Unpad: TWK jadi Alibi Pimpinan untuk Singkirkan Pegawai KPK

Guru Besar Fakultas Hukum Unpad: TWK jadi Alibi Pimpinan untuk Singkirkan Pegawai KPK

Tes Wawasan Kebangsaan dinilai sarat dengan tindakan manipulatif kekuasaan terhadap hukum.

Suasana diskusi film KPK Endgame yang dimoderatori Heri Pramono dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di RW 11 Tamansari, Bandung, Sabtu (5/6/2021) malam. (Foto: Bani Hakiki/BandungBergerak.id)

Penulis Delpedro Marhaen21 September 2021


BandungBergerak.idPelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap 56 pegawai KPK, jauh panggang dari api. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (FH Unpad), Atip Latifulhayat mengatakan TWK yang jadi tolok ukur untuk alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) adalah alibi atau alasan yang didesain pimpinan KPK untuk menyingkirkan para pegawai tersebut.

“Jadi itu alibi saja. Alibi biasanya dibuat oleh mereka yang tidak jujur. Kalau orang jujur kenapa harus membuat alibi, dia akan dengan senang penuh percaya diri menyampaikan fakta-fakta, tetapi terkait dengan wawasan kebangsaan, hukum kemudian dibuat tafsir manipulatif,” kata Atip Latifulhayat dalam diskusi daring ICW, Minggu (19/9/2021).

Menurut Atip dari awal sengkarut terjadi di KPK perihal TWK ini, ia mencermati sebagai gambaran nalar kuasa dengan berjubah hukum. Dengan demikian, kata Atip, kebangsaan sebagai nilai umum di masyarakat menjadi turun nilainya ketika berada di tangan kekuasaan. Hal ini mengakibatkan rakyat jadi korban, termasuk para pegawai KPK yang disingkirkan melalui TWK.

Atip berpandangan pernyataan yang disampaikan kekuasaan untuk menguatkan proses dan hasil TWK begitu tergesa dan memaksakan tafsir hukum. Seolah-olah, lanjut Atip, keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) maupun Mahkamah Agung (MA) yang berkaitan dengan TWK KPK dibaca secara parsial dan dianggap sudah menyelesaikan polemik yang terjadi. Hal ini yang menurutnya menunjukan terjadi tindakan manipulatif hukum.

Baca Juga: Menyaksikan Film KPK EndGame di Tamansari, Bandung
Lapor Covid-19 dan 57 Pegawai KPK Mendapat Tasrif Award 2021 AJI

“Jadi saya menjadi segera sadar bahwa itu alibi yang dibuat. Selurus apa pun, sebening apa pun, katakan para guru besar itu menampilkan ke publik nalar hukum yang rasional ketika berhadapan dengan kuasa yang keruh, itu tetap. Dari awal saya sudah melihat ending-nya itu,” ujar Atip, yang juga anggota Koalisi Guru Besar Anti-Korupsi.

Akal-akalan lainnya, menurut Atip, mengenai tujuan awal perubahan status pegawai KPK menjadi ASN. Menurut dia ini merupakan sebuah langkah untuk mengendalikan lembaga anti rasuah ini dari dalam. Lebih khususnya lagi adalah untuk membatasi atau mengkrangkeng 56 pegawai agar berada di bawah kendali kuasa.

“Semuanya, tes wawasan kebangsaan itu hanyalah alibi, bukan substansi dari seharusnya tes wawasan kebangsaan itu dimiliki,” kata Atip.

Atip pun ragu jika ke depannya sebanyak apa pun nalar atau pemikiran hukum disampaikan oleh para guru besar tidak akan mampu mengalahkan nalar kekuasaan yang otoriter. Menurutnya, kekuasaan otoriter begitu kuat, pemilu sekalipun tidak akan mampu mengalahkan kediktatoran, begitu juga dengan hukum.

“Tidak mampu mengalahkan kuasa yang memang tidak menghormati hukum,” tutup Atip.

Gonjang-ganjing KPK semakin panjang sejak muncul hasil TWK yang mengancam keberadaan sejumlah pegawai KPK. Ombudsman Republik Indonesia (ORI) telah mengumumkan hasil pemeriksaan terhadap laporan 75 anggota pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan itu pada 21 Juli 2021. Dalam laporannya ORI menemukan adanya tiga  pelanggaran yang menuju pada maladministrasi terkait pelaksanaan TWK. Ketiga pelanggaran tersebut adalah pada: Tahapan Pembentukan Kebijakan (Dasar Hukum), Tahapan Pelaksanaan Asesmen TWK, dan Tahapan Penetapan Hasil.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//