• Nusantara
  • Kebut PTM di saat Jangkauan Vaksinasi Covid-19 pada Sektor Pendidikan masih Rendah

Kebut PTM di saat Jangkauan Vaksinasi Covid-19 pada Sektor Pendidikan masih Rendah

Di Bandung, jangkauan vaksinasi pada remaja pelajar masih jauh dari target. Dari 238.139 jiwa sasaran, baru 23,42 persen yang mendapat dosis pertama.

Suasana pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas di SLB ABCD Caringin, Kota Bandung, Kamis (9/9/2021). Para murid penyandang disabilitas netra sedang membuat keset dari bahan limbah kain. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Delpedro Marhaen22 September 2021


BandungBergerak.idVaksinasi didapuk sebagai juru selamat dalam menghadapi wabah Covid-19, termasuk dalam mengawal penyelenggaraan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas. Hanya saja mengenai PTM ini, jangkauan vaksinasi Covid-19 pada pelajar, pendidik atau guru, dan tenaga kependidikan masih rendah.

Sebagai contoh di Bandung, jangkauan vaksinasi pada remaja pelajar masih rendah, yaitu dari sasaran 238.139 jiwa, jumlah yang mendapatkan dosis pertama baru 55.782 jiwa (23,42 persen) dan dosis kedua 31.118 jiwa (13,07 persen).

Sedangkan total warga Bandung yang sudah mendapatkan vaksin dosis 1 sebanyak 1.510.678 orang, vaksin 2 sebanyak 986.246 orang, dan vaksin 3 sebanyak 20.152 orang, per 21 September 2021, menurut bandung.go.id. Total sasaran vaksinasi warga Bandung sebanyak 1.952.358 jiwa.

Di level nasional, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) masih terus mengenjot vaksinasi Covid-19 untuk pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) sebagai modal pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas.

Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kemendikbudristek, Jumeri mengatakan bahwa cakupan vaksinasi PTK sudah mencapai 62 persen atau 3,42 juta untuk dosis pertama. Sementara itu, 39 persen atau 2,17 juta PTK sudah menerima dosis kedua. Angka ini masih jauh dari target vaksinasi untuk PTK sendiri sebesar 5,5 juta orang.

“Kami telah berkoordinasi dengan kemenkes dan sudah ada komitmen bahwa di akhir bulan ini, Insya Allah, vaksinasi pendidik dan tenaga kependidikan bisa dipercepat,” kata Jumeri dalam Webinar AJI, pada Selasa, (21/9/21).

Jumeri mengatakan dalam setiap harinya ada sekitar 200 ribu guru yang menerima vaksinasi secara nasional. Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi daerah tertinggi vaksinasi bagi pendidik dan PTK. Kemudian disusul dengan DKI Jakarta yang termasuk sudah tinggi mendapatkan vaksinasi, dan paling rendah di Maluku Utara sekitar 22 persen pendidik dan PTK yang baru divaksinasi.

Sementara untuk vaksinasi pelajar usia 12-17 tahun, dari target hampir 26,7 juta baru tercapai sebesar 12 persen atau 3,2 juta jiwa untuk vaksinasi dosis pertama. Untuk vaksin dosis kedua sekitar 9 persen atau 2,28 juta.

“Jadi masih sangat rendah. Kalau kita menunggu sampai tuntas 26,7 juta maka mungkin membutuhkan waktu lebih lama lagi untuk bisa mengakselerasi pembelajaran tatap muka,” ujar Jumeri.

Kesiapan PTM

Berdasarkan data situasi pandemi Covid-19 dan kebijakan pemberlakukan status level 1-4 mengenai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), per 18 September 2021, sebanyak 99 persen atau 507 kabupaten dan kota di Indonesia sudah diperbolehkan untuk melaksanakan PTM terbatas. Ada 540.979 satuan pendidikan dinyatakan sudah dapat melakukan PTM terbatas.

Kendati demikian, baru ada sekitar 42 persen satuan pendidikan di berbagai provinsi yang menyelenggarakan pembelajaran tatap muka terbatas dengan tingkat status di level 1 hingga 3. Sementara 58 persen satuan pendidikan lainnya masih memilih PJJ sebagai proses pembelajarannya.

“Kami butuh dukungan dari pemerintah daerah untuk memperbolehkan satuan pendidikan di level 1-3 yang memenuhi syarat untuk melaksanakan PTM terbatas, sesuai Imendagri PPM dan SKB 4 menteri,” ujarnya.

Guru mendampingi peserta didik saat simulasi pelaksanaan belajar tatap muka di Bandung, Senin (7/6/2021). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Guru mendampingi peserta didik saat simulasi pelaksanaan belajar tatap muka di Bandung, Senin (7/6/2021). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Pagebluk Covid-19 yang sudah hampir melanda selama dua tahun ini berdampak pada risiko putus sekolah, kata Dirjen PAUD-Dikdasmen Kemendikbudristek, Jumeri.

“Tingkat putus sekolah [selama pandemi] itu sebesar 1,12 persen, biasanya Indonesia mengalami 0,1 sampai 0,2 persen angka putus sekolah. Ini meningkat 10 kali lipat dari angka putus sekolah dasar di tahun 2019 lalu,” kata Jumeri.

Jumeri menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan risiko putus sekolah pada anak-anak selama pandemi Covid-19 ini meningkat. Faktor yang pertama, kata Jumeri, risiko putus sekolah terjadi karena anak terpaksa bekerja untuk membantu finansial keluarga akibat terdampak pandemi Covid-19. Mayoritas dari angka putus sekolah yang disebutkan Jumeri tersebut didominasi anak yang berasal dari keluarga miskin.

Faktor lainnya, pandemi Covid-19 telah menyebabkan learning lost yang sangat signifikan. Ia mencatat terjadi penurunan 0,44 hingga 0,47 standar deviasi atau setara dengan tertinggal 5-6 bulan pembelajaran per tahun. Kemudian data dari World Bank, menyatakan dampak dari pandemi Covid-19 menyebabkan compounded learning loss antara 0,8 sampai 1,3 tahun dengan gap antara siswa miskin dan siswa kaya sebesar 10 persen.

World Bank juga memperkirakan ada 118 ribu anak usia sekolah dasar yang tidak bersekolah. Angka ini diketahui 5 kali lipat lebih tinggi dari jumlah anak putus sekolah dasar di tahun 2019.

Jumeri juga menjelaskan mengenai banyaknya persepsi para orang tua mengenai peran sekolah dalam proses PJJ. Menurut Jumari para orang menilai tidak melihatnya peran sekolah dalam proses belajar mengajar apabila proses pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka.

Kendala saat PJJ

Kemendikbudristek merinci sejumlah kendala dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) di berbagai aspek: tenaga pengajar, orang tua, dan murid. Dalam aspek tenaga pengajar, misalnya, mengalami kesulitan dalam mengelola PJJ dan cenderung fokus pada penuntasan kurikulum. Persoalan lainnya adalah waktu pembelajaran yang berkurang sehingga guru tidak mungkin memenuhi beban jam mengajar.

Selain itu, persoalan lain ada pada aspek orang tua dalam hal pendampingan. Catatan kemendikbudristek menemukan, tidak semua orang tua mampu mendampingi anak belajar di rumah karena tanggung jawab lainnya. Kendala lain ada pada kesulitan orang tua dalam memahami pelajaran dan motivasi anak saat mendampingi belajar di rumah.

Sementara kendala yang dialami murid selama PJJ adalah kesulitan konsentrasi jika belajar dari rumah. Kondisi itu diperburuk dengan beratnya penugasan soal dari guru yang diberikan selama PJJ. Kedua hal tersebut merupakan keluhan yang paling banyak di temukan oleh pihak Kemendikbudristek.

Persoalan lainnya adalah mengenai akses ke sumber belajar, baik karena jangkauan listrik ataupun internet. Kemampuan finansial untuk mengakses sumber belajar juga merupakan satu kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan PJJ.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//