Untuk Mukti-Mukti dari Para Sahabatnya
Penyanyi balada legendaris Mukti-Mukti sudah dua pekan terbaring sakit di Bandung. Para seniman, penyanyi, dan aktivis menggalang dana untuk membantu perawatannya.
Penulis Bani Hakiki6 Oktober 2021
BandungBergerak.id - Puluhan seniman, pemusik, dan sastrawan dari Bandung dan kota-kota lain di Indonesia menyumbangkan karya mereka dalam rangkaian konser virtual penggalangan dana yang berlangsung 3-5 Oktober 2021. Seluruh sumbangan yang terkumpul digunakan untuk membantu pembiayaan perawatan Mukti-Mukti, penyanyi balada legendaris, yang sejak dua pekan lalu terbaring di Rumah Sakit Santo Borromeus.
“Awalnya gak ada yang berani untuk menginisasi acara ini karena kita tahu Mukti gak kan mau kalau tahu kita bikin acara kayak gini untuk dia. Dia orangnya gak mau nyusahin orang lain. Tapi, saya pasang badan dan teman-teman yang lain pun antusias,” ungkap Sapei Rusin, salah satu karib Mukti Mukti ketika dihubungi seusai rangkaian hari terakhir, Selasa (5/10/2021) petang.
Rangkaian acara virtual bertajuk “Konser Gotong Royong Baladna Mukti-Mukti” diniatkan sebagai bentuk penghormatan kepada sang penyanyi yang banyak terlibat dalam dunia musik dan akvitisme. Mereka yang bergabung dalam konser solidaritas ini di antaranya Ferry Curtis, Sakti Curtis, Ary Juliant, Trino Yuwono, Amy Kurniawan, Panji Sakti, Ganjar Noor, dan seniman Iman Soleh.
Ada satu alasan yang menautkan para penyanyi dan seniman dalam konser virtual ini, yaitu sosok Mukti Mukti yang terkenal dengan sifat kegotongroyongannya. Ia merupakan seorang teman yang menjadi tempat berkeluh-kesah bagi kawan-kawannya. Mukti-Mukti juga dikenal sebagai inisiator untuk sederet gerakan sosial berbasis kemanusiaan dan alam.
Menurut Sapei, semangat Mukti-Mukti merupakan teladan yang inspiratif bagi kawan-kawannya sehingga bukan hal yang sulit untuk merealisasikan konser solidaritas tersebut. Pematangan konsep hingga publikasi dikerjakan bersama-sama dalam waktu sepekan.
“Jasa Mukti untuk kawan-kawan itu banyak, ia senang berkumpul dan membantu teman-temannya. Ya, bisa dibilang konser ini sebagai buah dari apa yang telah dia lakukan untuk teman-teman sebelumnya,” ucap Sapei, aktivis lingkungan yang saat ini bergabung dalam Perkumpulan Inisiatif.
Selain penampilan musik dan pembacaan puisi, “Konser Gotong-Royong Baladna Mukti-Mukti” menggelar lelang yang bisa diikuti oleh masyarakat umum. Jenis barang yang dilelang beragam, mulai dari alat musik, lukisan, hingga beberapa ornamen hiasan. Semua hasil lelang juga akan digunakan untuk menopang biaya perawatan sang penyanyi.
Meski rangkaian konser selesai dalam tiga hari, kerja solidaritas menggalang donasi untuk Mukti-Mukti masih akan terus berlanjut hingga waktu yang belum ditentukan. Begitu pun lelang yang informasinya bakal segera diumumkan melalui akun media sosial salah seorang sahabatnnya. Mukti-Mukti sendiri sampai hari ini masih harus menjalani perawatan di rumah sakit.
Mereka yang ingin berdonasi bisa menghubungi akun Instagram @hellorusa melalui kolom pesan. Katalog lelang bisa dilihat dan diunduh di tautan ini. Sementara itu, sumbangan berupa uang jdapat disalurkan langsung ke nomor rekening BCA 7773027805 atau Bank Mandiri 1300011011411 atas nama Reita Ariyanti.
Jalan Sunyi Mukti-Mukti
Mukti-Mukti adalah seorang solois balada yang namanya mulai muncul di Kota Bandung pada tahun 1990-an. Ia kian dikenal, terutama di kalangan aktivis kampus, berkat konsistensinya mengusung isu-isu sosial dalam setiap karya. Dan, hingga berpuluh-puluh tahun kemudian, ‘jalan sunyi’ inilah yang masih ia tekuni.
Gaya bernyanyinya sekilas mirip Bob Dylan atau Iwan Fals, dengan suara vokal sederhana menembangkan rentetan lirik yang kuat. Tema lagu-lagunya beragam, mulai dari isu kemanusiaan, lingkungan, hingga gairah cinta anak muda. Yang menghubungkan semuanya: kisah-kisah itu diangkat dari kehidupan kaum marjinal, dan muncul dari bentuk-bentuk perlawanan.
Tidak sedikit lagu Mukti-Mukti dijadikan tembang yang melatari beberapa gerakan buruh dan demonstrasi. Beberapa judul lagu yang menjadi hits dan andalan di antaranya “Menitip Mati”, “Aku Hanya Ingin”, dan “Surat Kepada D”.
Baca Juga: Pegiat Musik Bandung Tuntut Keterbukaan Informasi tentang Konser
Cerita Orang Bandung (17): Dari Gemerlap Panggung Musik ke Keras Jalanan
Mukti-Mukti bukan tipikal pemusik yang bergelimang popularitas dengan panggung megah di setiap penampilannya. Ia bahkan cenderung tidak begitu peduli soal seberapa banyaknya orang yang mau dan mengikuti riwayat penampilannya. Itulah kenapa nama Mukti-Mukti kukuh sebagai bagian dari suara masyarakat, bukan industri musik.
“Saya dengan dia (Mukti-Mukti) itu satu kawan di dunia aktivisme dan semua orang mengenal dia sebagai seorang yang peduli terhadap isu-isu yang jadi perhatiannya. Mukti juga bukan orang yang pelit soal berbagi, sharing dengan teman-temannya,” tutur Sapei.
Keyakinan yang dihidupi Mukti-Mukti di sepanjang karier berkarya membentuk sebuah karakter yang kuat. Setiap konsernya menjadi perayaan yang intim antara sang penyanyi balada dan para pendengarnya.
Konsistensi yang tidak mudah seperti itulah yang terbukti lewat “Konser Musik Cinta Mukti-Mukti” yang nyaris rutin diadakan sekali dalam setahun sejak pertama kali diselenggarakan pada 1988 lalu. Terakhir, konser diselenggarakan di Amphiteater Selasar Sunaryo pada 2019, setahun sebelum pandemi Covid-19 berlangsung, sekaligus menandai 31 tahun perjalanan bermusiknya.