• Nusantara
  • Temuan Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil Terkait Pelanggaran HAM di Stadion Kanjuruhan

Temuan Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil Terkait Pelanggaran HAM di Stadion Kanjuruhan

Ungkap aktor di balik tragedi Kanjuruhan. Narasi temuan minuman alkohol dinilai menyesatkan. Hentikan intimidasi pada saksi tragedi Kanjuruhan.

Rima, menyalakan lilin sebagai bentuk solidaritas untuk korban Tragedi Kanjuruhan, Malang, dalam aksi lilin di Taman Cikapayang, Bandung, Minggu (02/10/2022). (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Penulis Delpedro Marhaen10 Oktober 2022


BandungBergerak.idKoalisi Masyarakat Sipil merilis hasil investigasi peristiwa kekerasan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang yang menewaskan ratusan korban jiwa. Koalisi mengemukakan adanya dugaan kejahatan yang terjadi secara sengaja dan sistematis. Pelakunnya disebut tidak hanya melibatkan aktor di lapangan. 

“Tetapi ada aktor lain, dengan posisi lebih tinggi yang seharusnya ikut bertanggung jawab, dan perlu diproses hukum lebih lanjut,” ungkap Kepala Divisi Hukum KontraS Andi Muhammad Rezaldi saat jumpa pers di kanal YouTube Yayasan LBH Indonesia, Minggu (9/10/2022).

Koalisi juga menduga timbulnya korban jiwa akibat dari penggunaan gas air mata oleh aparat kepolisian. Gas air mata yang menghujani tribun stadion membuat penonton lari berhamburan. Mereka saling berdesakkan hingga saling injak pada saat hendak menyelamatkan diri.

“Berdasarkan kesaksian para suporter, penembakan gas air mata tidak hanya ditujukan ke bagian lapangan, tetapi juga mengarah ke bagian tribun sisi selatan, timur, dan utara sehingga hal tersebut menimbulkan kepanikan yang luar biasa bagi suporter yang berada di tribun,” kata Andi.

Menurut temuan Koalisi, terjadi penumpukan di sejumlah pintu keluar stadion pada saat penonton hendak keluar. Hal ini terjadi karena kondisi akses evakuasi yang sempit di sejumlah pintu. Nahas sejumlah pintu lainnya terkunci tanpa sebab. 

“Di dalam ruangan yang sangat terbatas tersebut, diperparah dengan masifnya penembakan gas air mata oleh aparat kepolisian dan hal ini berdampak sangat fatal yang mengakibatkan para korban sulit bernapas hingga menimbulkan korban jiwa,” ungkapnya.

Koalisi mengatakan pengerahan personel kepolisian yang membawa gas air mata sudah terjadi pada saat pertengahan babak kedua. Padahal, berdasarkan kesaksian di lapangan, tidak ada ancaman dan potensi gangguan keamanan saat itu.

Ihwal masuknya suporter Arema ke dalam lapangan yang disebut sebagai pemicu kepolisian menembakan gas air mata ditepis oleh temuan Koalisi. Menurut keterangan saksi-saksi yang ada, masuknya suporter ke dalam lapangan dalam rangka memberikan dorongan motivasi dan memberikan dukungan moril kepada seluruh pemain. Namun, hal tersebut direspons secara berlebihan dengan mengerahkan aparat keamanan dan kemudian terjadi tindak kekerasan. 

“Hal inilah yang kemudian, para suporter lain ikut turun ke dalam lapangan bukan untuk melakukan penyerangan tetapi untuk menolong suporter lain yang mengalami tindak kekerasan dari aparat keamanan,” kata Andi.

Gas air mata dipilih sebagai jalan pintas mengendalikan massa. Koalsi menyebutkan tidak ada upaya lain yang dilakukan aparat kepolisian untuk mengendalikan massa, seperti kekuatan yang memiliki dampak pencegahan, perintah lisan atau suara peringatan hingga kendali tangan kosong lunak sebelum tindakan penembakan gas air mata.

Padahal berdasarkan Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan, polisi harus melalui tahap-tahap tertentu sebelum mengambil tahap penembakan gas air mata.

Panen tinju dan tendangan yang dialami para suporter tersebut tidak hanya dilakukan oleh anggota Polri, tetapi juga dilakukan oleh prajurit TNI. Para prajurit itu menyeret, memukul, dan menendang suporter tanpa berpikir panjang.

“Setelah mengalami rentetan peristiwa kekerasan, para suporter yang keluar dengan kondisi berdesak-desakan, minim mengalami pertolongan dengan segera dari pihak aparat kepolisian, para korban dengan caranya sendiri berusaha untuk keluar,” katanya.

Kekerasan tidak hanya berlangsung di dalam stadion. Aparat kepolisian juga ikut melakukan penembakan gas air mata kepada para suporter yang berada di luar stadion. Koalisi menduga pada saat kondisi pascapenembakan gas air mata di tribun inilah banyak penonton yang meregang nyawa. 

“Di saat itu pula tidak didapat kondisi medis yang optimal untuk merespons kondisi kritis penonton yang terpapar asap gas air mata,” tandas Andi.

Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari LBH Pos Malang, LBH Surabaya, YLBHI, Lokataru, IM 57+ Institute, dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) telah melakukan investigasi selama kurang lebih 7 (tujuh) hari.

Pascatragedi Kanjuruhan

Pascatragedi Kanjuruhan, Koalisi mendapati ada pihak-pihak tertentu yang melakukan tindakan intimidasi baik melalui sarana komunikasi maupun secara langsung kepada saksi dan korban. Koalisi menduga hal ini dilakukan agar menimbulkan suatu ketakutan kepada para saksi dan korban agar tidak memberikan suatu kesaksian.

Koalisi juga menyayangkan tidak ada informasi yang mendetail dari pemerintah berkaitan dengan data korban jiwa dan luka yang dapat diakses oleh publik hingga saat ini. Bahkan tidak ada juga informasi perkembangan penanganan kasus yang saat ini ditangani oleh pihak kepolisian.

Baca Juga: Doa dari Taman Cikapayang atas Tragedi Kanjuruhan
Surat Terbuka Komite Aksi Solidaritas untuk Kasus Munir kepada Komnas HAM
Wajib Jilbab di Sekolah Negeri Yogyakarta Bertentangan dengan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Tuntut Keadilan

Tuntutan meraih keadilan bagi korban kekerasan di Stadion Kanjuruhan terus menggema. Meski para supporter masih dalam keadaan berduka, mereka tetap terus menuntut kebenaran dan keadilan dengan menyerukan pengusutan secara tuntas kasus ini. Salah satunya melalui sejumlah spanduk yang terpasang di berbagai sudut di Malang Raya.

Koalisi menuturkan, saat proses investigasi, mereka bertemu dengan sejumlah saksi, korban, dan keluarga korban dengan kondisi yang beragam. Mulai dari yang mengalami gegar otak, luka memar bagian muka dan tubuhnya, ruam merah pada muka, hingga trauma yang berat akibat peristiwa kekerasan yang telah terjadi.

“Saat ini kami masih sedang melakukan pendalaman fakta, kami sudah berkomunikasi dengan Komnas HAM dan LPSK lalu menyampaikan sejumlah laporan. Tetapi kami belum melihat kerja riil dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta untuk menemui sejumlah saksi dan korban,” kata Daniel Siagian dari LBH Malang.

Koalisi menyebut narasi temuan minuman alkohol dan penggunaan kata "kerusuhan" merupakan penyampaian informasi yang menyesatkan. Dalam peristiwa ini, kata Koalisi, keliru apabila menggunakan terminologi kerusuhan, yang terjadi justru ialah serangan atau pembunuhan secara sistematis terhadap para warga sipil. 

“Lalu perihal adanya minuman alkohol juga informasi yang dapat menyesatkan fokus penerangan kasus ini, sebab tidak mungkin ada minuman alkohol di dalam stadion dikarenakan saat masuk ke dalam stadion dilakukan pengecekan yang sangat ketat oleh Panpel dan aparat kepolisian,” tegasnya.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//