• HAM
  • Surat Terbuka Komite Aksi Solidaritas untuk Kasus Munir kepada Komnas HAM

Surat Terbuka Komite Aksi Solidaritas untuk Kasus Munir kepada Komnas HAM

Komite Aksi Solidaritas untuk Kasus Munir melalui surat terbukanya mendesak Komnas HAM segera menetapkan kasus pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM berat.

Seorang aktivis dalam Aksi Kamisan Bandung ke-361 di Bandung, 9 September 2021. Tema yang diusung adalah peringatan 17 tahun pembunuhan Munir yang hingga kini dalang pembunuhannya masih gelap gulita. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Tim Redaksi12 Agustus 2022


BandungBergerak.idKomisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia terus didesak agar segera menetapkan kasus kematian Munir Said Thalib sebagai pelanggaran hak asasi manusia berat. Desakan ini muncul mengingat penyelidikan kasus pembunuhan pembela HAM ini telah larus selama 18 tahun.

Desakan terbaru disampaikan Komite Aksi Solidaritas untuk Kasus Munir melalui surat terbuka, yang dikutip Jumat (12/8/2022), sebagai berikut:

Kepada Yang Terhormat,

Ketua Komnas HAM RI

Dengan hormat,

Melalui surat ini, Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) mendesak Komnas HAM untuk menetapkan kasus kematian Munir Said Thalib sebagai pelanggaran hak asasi manusia berat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Belasan tahun telah berlalu, penanganan kasus pembunuhan Munir masih belum berlanjut pada pengungkapan aktor intelektual sebagai dalang pembunuhan Munir. Beriringan dengan hal itu, Komnas HAM juga urung menunjukkan langkah yang konkrit dan signifikan untuk menetapkan kasus pembunuhan terhadap Munir sebagai pelanggaran HAM yang berat. Setelah pada tanggal 19 Mei 2022, Komnas HAM menyatakan akan mengumumkan hasil pendalaman dan kajian penetapan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat dalam 2 (dua) bulan. Namun penetapan status pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM berat hingga saat ini belum menemukan titik terang.

Jika kasus pembunuhan Munir gagal ditetapkan sebagai pelanggaran HAM yang berat, maka akan sangat berdampak pada upaya mendapatkan keadilan. Selain itu, akan turut dapat menghambat pengungkapan fakta yang sebenarnya, yang kemudian dapat berpotensi melepaskan aktor intelektual atau dalang pembunuhan dari jerat hukuman. Lebih parahnya, hal ini justru nantinya akan berkembang menjadi momok menakutkan yang tidak dapat dielakkan oleh para pembela HAM ketika menjalankan kerja-kerja perlindungan dan pemajuan HAM. Dengan demikian, secara tidak langsung Komnas HAM mengambil andil untuk melanggengkan impunitas karena sudah alpa untuk mengusut tuntas kasus pembunuhan terhadap Munir.

Komnas HAM bersama dengan Komnas Perempuan dan LPSK sebelumnya juga telah menetapkan sejak tahun 2021 tanggal 7 September–yang mana merupakan hari pembunuhan terhadap Munir—sebagai hari Perlindungan Pembela Hak Asasi Manusia. Penetapan tanggal ini seharusnya menjadi tonggak perlindungan bagi pejuang dan/atau pembela HAM. Namun jika pembunuhan Munir ini tidak kunjung dinyatakan sebagai pelanggaran HAM berat, maka jelas telah mencederai lembaga Komnas HAM sendiri karena tidak konsisten dan serius dalam pemberian perlindungan dan keadilan bagi pembela HAM.

Komnas HAM memiliki kewenangan penuh sebagaimana amanat Undang-Undang untuk menyelidiki kasus pelanggaran HAM yang berat, namun minimnya informasi serta tidak transparannya Komnas HAM dalam membahas penetapan status kasus pembunuhan Munir menunjukan tidak ada itikad penuh dari Komnas HAM untuk menetapkan kasus ini sebagai pelanggaran HAM yang berat.

Demi menjaga mandat Komnas HAM sebagai lembaga satu-satunya yang dapat melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran HAM berat, oleh karenanya kami mendesak Komnas HAM untuk segera:

Menetapkan kasus pembunuhan terhadap Munir telah memenuhi unsur pelanggaran HAM yang berat sebagaimana dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000.

Jakarta, 12 Agustus 2022

Komite Aksi Solidaritas untuk Munir

Baca Juga: Apa Kabar Kasus Pembunuhan Munir? Komnas HAM Didesak Menetapkan Kejahatan HAM Berat
Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti Tersangka Pencemaran Nama Baik Luhut Binsar Panjaitan
Catatan YLBHI Terkait Narasi Presisi Polri dan Langgengnya Pelanggaran HAM

Kasus Munir, Pembunuhan Sangat Serius di Ranah Hukum Internasional

Pejuang HAM, Munir, meninggal diracun saat menjalani penerbangan dengan pesawat Garuda GA-974 menuju Amsterdam, Belanda. Pada 7 September 2004, kabar kematian Munir sudah merebak di tanah air.

Dalam kasus ini, pengadilan telah memutuskan kru Garuda, Polly Carpus Budihari Priyanto, sebagai terpidana. Namun hingga kini negara belum bisa mengungkap sosok-sosok yang memerintahkan Polly Carpus Budihari Priyanto.

Mengutip keterangan pers Amnesty International Indonesia, hingga hari ini penyelidikan terhadap kasus Munir belum memberikan rasa keadilan. Di dalam Executive Summary pada laporan Tim Pencari Fakta (TPF) disimpulkan bahwa kasus Munir ini merupakan bentuk pemufakatan jahat yang melibatkan 4 lapis pelaku, yaitu pelaku lapangan, pelaku yang mempermudah atau turut serta, aktor perencana, dan pengambil keputusan di mana pembunuhan ini diduga kuat berhubungan dengan aktivitas Munir dalam pemajuan dan pelindungan HAM dan demokrasi.

“Pada prosesnya pengusutan kasus Munir hanya berhenti pada pengungkapan aktor lapangan, yaitu Pollycarpus Budihari Priyanto. Sementara, aktor yang memberi pemerintah dan yang membuat perencanaan dalam kasus pembunuhan Munir belum dihukum. Hal tersebut menyebabkan belum selesainya kasus Munir dan akan menjadi masalah di kemudian hari,” demikian pernyataan Amnesty International Indonesia.

Amnesty International Indonesia menegaskan, penyelesaian kasus Munir bukan hanya menjadi kepentingan keluarga korban, saudara, atau sahabat Munir. Akan tetapi, juga menjadi kepentingan kita bersama sebagai entitas bangsa untuk memastikan bahwa pelaku kejahatan tersebut tidak melakukan kejahatan yang serupa.

Amnesty juga melihat belum adanya komitmen yang serius dari Presiden Joko Widodo untuk menepati janjianya dalam menyelesaikan kasus kematian Munir. Tidak selesainya kasus Munir memberikan implikasi terhadap dinamika hak asasi manusia di Indonesia yang akan berada dalam bayang-bayang ancaman.

Kemudian berdasarkan Pasal 18 UU No. 26 Tahun 26 Tahun 2000, Komnas HAM RI sebagai satu-satu lembaga negara yang diberikan mandat untuk menyelidiki kasus pelanggaran HAM, harus bekerja secara lebih serius dan berpikir secara lebih benar untuk menetapkan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat. Adapun alasannya, yaitu:

Kasus Munir adalah suatu bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan yang dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat berdasarkan Pasal 7 UU No. 26 Tahun 2000;

Dalam skema kejahatan sebagaimana disampaikan dalam laporan TPF yang menunjukkan bahwa pembunuhan Munir sebagai sesuatu yang terencana dan sistematis di mana hal tersebut sesuai dengan unsur pelanggaran HAM berat dalam Pasal 9 UU No. 26 Tahun 2000.

“Maka, seharusnya pantas bagi Komnas HAM untuk menetapkan kasus pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM berat,” ungkap Amnesty Internasional Indonesia.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//