Sekutu Jurnalis Menangkal Kabar Palsu
Di tengah banjir informasi yang memuat juga hoaks, peran jurnalis kian penting. Mereka diandalkan berada di garis depan untuk mengecek fakta.
Penulis Emi La Palau10 Oktober 2022
BandungBergerak.id, - Latief Rochyana (46) sudah berkecimpung di jagat radio komunitas 20 tahun lamanya. Sudah tak terhitung banyaknya ia menerima aduan pendengar tentang kabar bohong atau hoaks. Kebanyakan berupa promosi produk tipu-tipu, tapi tak sedikit juga yang menyasar isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
“Yang namanya di pedesaan kan orang tidak tahu ketika mendapatkan informasi A, contoh, ternyata itu adalah bohong. Itu yang saya bilang, (pelatihan ini) tepat bagi kami di wilayah selatan,” kata Latief kepada BandungBergerak.id, Kamis (18/8/2022).
Latief merupakan jurnalis Radio Rasi FM Cisewu, Kabupaten Garut. Pada pertengahan Juli 2022 lalu, bersama belasan pegiat radio komunitas se-Jawa Barat ia memperoleh kesempatan mengikuti pelatihan cek fakta yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung. Beragam keterampilan baru memverifikasi informasi diperoleh Latief.
Pengalaman berlatih cek fakta selama dua hari diyakininya akan menjadi bekal yang tepat untuk kembali ke daerah. Tantangan di sana jauh lebih berat dari perkotaan. Tidak kecil jumlah masyarakat yang belum melek literasi digital. Hoaks dengan mudah menyebar.
“Yang sering terjadi biasanya via media sosial kan. Contohnya ‘Jangan coblos PDIP karena pimpinannya adalah Kristen’, seperti itu isu politik yang terjadi di tempat kami,” tuturnya.
Latief saat ini merancang beberapa strategi menularkan semangat antihoaks lewat siaran radionya. Beberapa yang bisa dikerjakan adalah memproduksi iklan layanan masyakat, menggelar acara bincang-bincang, serta menghadirkan jingle-jingle yang berisi edukasi melawan hoaks.
Baca Juga: PROFIL AJI BANDUNG: Bukan Sekadar Kumpulan Wartawan Antiamplop
AJI: Pemerintah tidak Boleh Sewenang-wenang Melakukan Stempel Hoaks pada Peristiwa Wadas
Komite Keselamatan Jurnalis dan Jaringan CekFakta: Peretasan Akun Ketua AJI sebagai Teror terhadap Demokrasi
Konsisten dalam Pelatihan Cek Fakta
Sebelum pelatihan cek fakta bagi pegiat radio komunitas, AJI Bandung telah beberapa kali menyelenggarakan pelatihan serupa terhitung sejak 2018. Pesertanya adalah para jurnalis yang bertugas meliput di Jawa Barat, terutama di kawasan Bandung Raya. AJI Bandung sendiri saat ini telah memiliki empat orang jurnalis yang tersertifikasi sebagai pengecek fakta.
Catur Ratna Wulandari merupakan salah satu pengecek fakta tersertifikasi di AJI Bandung. Dia alumni pelatihan untuk pelatih (ToT) yang diadakan oleh AJI Indonesia pada April 2022 lalu. Sebagai pelatih, Ratna memiliki tanggung jawab untuk melatih jurnalis atau masyarakat berprofesi lainnya untuk melakukan pengecekan fakta.
“Inti utamanya itu mereka (ToT AJI Indonesia) memproduksi jurnalis-jurnalis yang bisa jadi trainer cek fakta untuk melatih jurnalis yang lain supaya tahu pengecekan fakta,” tutur Ratna, Selasa (16/8/2022) malam.
Menurut Ratna, keterampilan mengecek fakta penting diketahui dan dipraktikkan oleh setiap jurnalis. Hoaks kian menjamur di tengah masyarakat. Dengan pengetahuan dan keterampilan seperti ini, para jurnalis dapat memproduksi konten-konten pengecekkan fakta yang diperlukan di ruang redaksi.
Menjelang tahun politik 2024, Ratna meyakini tantangan pengecekan fakta bakal semakin berat. Semakin banyak jurnalis harus dibekali dengan keterampilan pengecekan fakta. Terutama mereka yang menjadi bagian dari media-media lokal yang memiliki kedekatan dengan audiensnya.
“Jangan sampai media justru terjerumus ke praktik-praktik yang malah menjadi corong hoaks. Inilah pentingnya ruang redaksi memiliki kemampuan pengecekan fakta,” ucap pemimpin redaksi DigitalMama.id tersebut.
Bukan Asal Cepat
Sudah sejak 2018 AJI Indonesia menjadi bagian dari konsorsium besar melawan hoaks dengan menghadirkan platform Cekfakta.com, sebuah proyek kolaboratif pengecekan fakta. Bersama AJI Indonesia, di sana ada Masyarakt Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI). Bukan hanya tentang pemuatan konten antihoaks, konsorsium ini juga aktif dalam penyusunan kurikulum cek fakta dan pelatihan terhadap para jurnalis.
Saat ini sudah tergabung 24 media dalam Cekfakta.com. Mereka bahu-membahu memerangi hoaks. Salah satunya dengan saling bertukar konten mengenai informasi hoaks yang beredar yang telah dicek. Dengan kesepahaman seperti ini, diharapkan media tidak terjebak pada adu cepat menurunkan informasi.
“Jadi tidak semata-mata kecepatan ya. Perlu akurasi, ketepatan. Jadi harus sabar karena memang nggak bisa buru-buru. Kayak misalnya berita Ratna Sarumpaet waktu itu, langsung naik. Media semua cepet,” ujar di Marsiela, koordinator Divisi Internet AJI Indonesia sekaligus Koordinator Cekfakta.com.
Menurut Adi, tahun politik 2024 nanti sangat mungkin bakal diwarnai banyak sekali klami sepihak oleh mereka yang terlibat dalam kompetisi kekuasaan. Jika mengandalkan semata kecepatan, media bakal kembali jatuh menjadi bagian dari mereka yagn menyebarkan hoaks, alih-alih memverifikasinya.
“Wartawan kan kalau pengen cepet jadinya ngutip narasumber cuman klaimnya ya, tapi nggak berbasis data dan fakta,” kata Adi yang juga anggota AJI Bandung. “Nah itu yang rada bahaya.”
Kerja cek fakta oleh jurnalis memang relatif sulit mendatangkan klik yang banyak. Namun komitmen ini niscaya mendatangkan kepercayaan publik.
*Liputan ini merupakan hasil kolaborasi lima media, yakni Jaring, Ambon Ekspres, Harian Jogja, Serambi Indonesia, dan BandungBergerak, yang didukung oleh Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) di bawah Program Democratic Resilience