Komite Keselamatan Jurnalis dan Jaringan CekFakta: Peretasan Akun Ketua AJI sebagai Teror terhadap Demokrasi
Nomor ponsel dan akun media sosial milik Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Sasmito Madrim, diretas.
Penulis Iman Herdiana25 Februari 2022
BandungBergerak.id - Komite Keselamatan Jurnalis dan Jaringan CekFakta menyatakan peretasan terhadap nomor ponsel dan akun media sosial milik Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Sasmito Madrim, sebagai serangan terhadap perjuangan kebebasan berekspresi dan kebebasan pers. Serangan ini sekaligus teror terdahap demokrasi.
Berdasarkan keterangan resmi dari Komite Keselamatan Jurnalis yang diterima BandungBergerak, Kamis (25/2/2022), diketahui, media sosial dan nomor WhatsApp Sasmito diretas pada Rabu, 23 Februari 2022. Pembobolan sistem keamanan digital ini terjadi sekitar pukul 18.15 WIB. Saat itu, dia menerima notifikasi WhatsApp jika nomornya telah didaftarkan pada perangkat lain. Nomor tersebut kemudian tidak bisa menerima panggilan telepon dan menerima SMS.
Upaya peretasan (hacking) kemudian menyasar ke akun Instagram, Facebook, dan Twitter milik Sasmito. Seluruh postingan Instagram dihapus, nomor pribadi disebarluaskan, hingga foto profil facebook diganti gambar porno.
Serangan peretas berlanjut hingga Kamis 24 Februari 2022. Pantauan AJI Indonesia penyebaran informasi hoax yang mencantumkan nama dan foto Sasmito terbit di media sosial dengan berbagai narasi, di antaranya Sasmito mendukung pemerintah membubarkan FPI, Sasmito mendukung pemerintah membangun Bendungan Bener Purworejo, dan Sasmito meminta Polri menangkap Haris Azhar dan Fatia.
Namun konfirmasi yang dilakukan Komite Keselamatan Jurnalis dan cek fakta berbagai media, menyebutkan pernyataan tersebut adalah palsu atau tidak pernah diucapkan Sasmito. Hoaks atau disinformasi tersebut dinilai ingin mengadu domba AJI Indonesia dengan organisasi masyarakat sipil lainnya.
Karena itu, Komite Keselamatan Jurnalis menilai peretasan ini sebagai serangan terhadap kebebasan berekspresi dan kebebasan pers. Kebebasan berekspresi adalah kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan gagasan, yang diatur dalam Pasal 28 e ayat 3 dan pasal 28 f UUD 1945. Serta diatur dalam kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia.
Untuk kasus ini, Komite Keselamatan Jurnalis mendesak:
1. Kepolisian untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan secara tuntas kasus peretasan dan penyebaran hoaks, yang bertujuan untuk mengadu domba AJI dengan organisasi masyarakat sipil lain. Serta menyerahkan kasus ini ke jaksa penuntut untuk melakukan penuntutan di pengadilan;
2. Meminta DPR dan Pemerintah untuk segera menyelesaikan pembahasan dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP);
3. Meminta Dewan Pers untuk mendesak aparat kepolisian mencari bukti, dan mengungkapkan fakta kasus peretasan dan penyebaran hoaks terhadap Sasmito. Serta mengingatkan semua pihak untuk tidak menyebar hoaks, dan mengambil sikap transparan sesuai dengan mekanisme UU Pers;
4 Meminta semua pihak untuk menghormati kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.
Komite Keselamatan Jurnalis merupakan forum bersama yang dideklarasikan di Jakarta, 5 April 2019. Komite ini beranggotakan 10 organisasi pers dan organisasi masyarakat sipil, yaitu; Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, SAFEnet, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI), Amnesty International Indonesia, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Komite Keselamatan Jurnalis bertujuan mengadvokasi kasus kekerasan terhadap jurnalis.
Baca Juga: AJI Mengecam Serangan Peretasan dan Disinformasi terhadap Sasmito Madrim
Proses Penyusunan RUU Sisdiknas Kurang Melibatkan Publik
Kriminalisasi terhadap Partisipasi Publik, Cara Negara Menjegal Kritik
Teror terhadap Demokrasi
Senada dengan Komite Keselamatan Jurnalis, Jaringan CekFakta mengecam rentetan serangan digital terhadap Ketua AJI Indonesia, Sasmito Madrim. Jaringan CekFakta menemukan serangan digital itu dilakukan secara sistematis dan terstruktur. Sebelum melancarkan serangan, pelaku mengumpulkan akun media sosial, email, dan nomor ponsel yang digunakan oleh jurnalis aktif tersebut.
Secara khusus, Jaringan CekFakta menyoroti penggunaan disinformasi berisi pernyataan palsu Sasmito yang disebarkan di Twitter dan Whatsapp. Narasi palsu tersebut telah digunakan untuk merusak kredibilitas Sasmito sebagai Ketua Umum AJI Indonesia dan dapat membahayakan keselamatan jiwa. Tidak hanya merusak kredibilitas pribadi, disinformasi tersebut bertujuan merusak kepercayaan publik terhadap organisasi AJI. Ada upaya serius untuk membenturkan AJI dengan organisasi sipil lainnya.
AJI yang berdiri tahun 1994, telah menjadi organisasi terdepan untuk membela kebebasan pers, kebebasan berekspresi, dan hak atas informasi. AJI juga bergerak untuk melawan misinformasi dan disinformasi demi mendukung ekosistem informasi yang sehat bagi publik.
Oleh karena itu, Jaringan CekFakta yang terdiri dari AJI, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (Mafindo), serta 24 media lainnya menyatakan:
1. Peretasan dan serangan disinformasi terhadap Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito, merupakan teror terhadap demokrasi;
2. Mendesak pemerintah untuk melindungi pembela hak asasi manusia, termasuk di dalamnya pembela kebebasan pers dan kebebasan berekspresi;
3. Mengajak elemen masyarakat untuk menolak penggunaan disinformasi untuk merusak demokrasi dan menjatuhkan kredibilitas pembela HAM.