NGULIK BANDUNG: Boemi Hajoe, Kebun Stroberi Eropa Pertama di Lembang
Sejumlah literatur menyebut stroberi dikenalkan sebagai komoditas buah di Indonesia pada 1980-an. Di Lembang, seabad lalu, Doziz bersaudara sudah membudidayakannya.
Ahmad Fikri
Pendiri Komunitas Djiwadjaman, bisa dihubungi via FB page: Djiwadjaman
7 Oktober 2021
BandungBergerak.id - “Mooie aarebe-i-en!”, artinya kira-kira stroberi yang indah! Itu judul berita yang ditulis koran De Preanger Bode tanggal 25 Juli 1920 untuk menceritakan kejutan yang menyenangkan bagi warga Belanda yang tinggal di Kota Bandung kala itu karena bisa menikmati stroberi segar setiap saat.
Stroberi yang mendapat pujian tersebut disebut-sebut mirip dengan buah serupa yang ditanam di Westland dan Boscoop, daerah penghasil stroberi terkenal di Belanda. Buahnya merah, besar, berair, dan harum.
“Belum pernah melihat stroberi seperti itu di Hindia Belanda, tidak pernah menemukan aroma seperti itu. Belanda asli!” tulis koran itu.
Stroberi itu bukan buah yang diimpor dari Belanda, tapi ditanam oleh Dozij bersaudara di perkebunan mereka di Lembang. Dozij bersaudara pemilik perusahan pertanian “Boemi Hajoe” yang awalnya menanam teh, ganti menanam bunga, kemudian banting setir menanam stroberi yang bibitnya didatangkan dari Belanda.
Koran De Preanger Bode menyebutkan, perkebunan Boemi Hajoe berada di utara Bandung. Perkebunan yang terletak di ketinggian 3.400 kaki (1036 mdpl) itu berada di lintasan jalan raya dari Lembang menuju Ciater dan Segalaherang, Subang, selepas melewati Gunung Tangkuban Parahu.
Dozij bersaudara kemudian rajin memasang iklan untuk stroberi mereka. “Prachtige Europeesche Aardbeien verkrijgbaar” (Stroberi Eropa yang indah sudah tersedia), begitu bunyi iklan mereka yang terbit perdana di koran De Preanger Bode tanggal 6 Oktober 1920. Harganya dibanderol 1,75 gulden per pon khusus bagi pembeli dari Bandung, dan 2 gulden untuk pemesanan yang lebih jauh.
Berat satu buah stroberi hasil kebun Boemi Hajoe rata-rata 10 gram. Yang paling besar 20 gram.
Dozij menarik perhatian karena menjadi petani pertama yang berani menanam stroberi dalam skala komersial kala itu. Stroberi memang bukan tanaman yang benar-benar baru saat itu. Banyak yang menanamnya, tapi hanya sedikit yang berhasil memeliharanya. Sebagian besar malah membiarkannya tumbuh liar.
Sedikit informasi yang bisa diperoleh tentang Dozij bersaudara. Dari kabar duka yang tayang di koran De Preanger Bode tanggal 21 Maret 1921, diketahui keduanya adalah putra dari J.W. Dozij. Masing-masing adalah A.J. Dozij dan J.P. Dozij.
Setahun kemudian terbit tulisan yang mengupas lebih dalam kiprah Dozij bersaudara ini. Lagi-lagi koran De Preanger Bode. Dalam edisi 7 Oktober 1921, termuat tulisan panjang mengenai kebuin stroberi milik Dozij bersaudara dengan judul “Een Aardbeien-Cultuur Te Lembang” (Budaya Stroberi di Lembang).
Hanya sedikit orang yang menanam stroberi kala itu. Beberapa yang menyengaja adalah pemilik perkebunan kina dan teh di Pangalengan, salah satunya perkebunan kina Tjikembang pada tahun 1917. Namun, stroberi ditanam bercampur dengan tanaman sayur mayur di halaman kediaman administratur perkebunan. Untuk penanaman dalam skala komersial, Dozij terhitung yang pertama.
Usaha Tiga Tahun
Butuh tiga tahun bagi Dozij bersaudara untuk mengembangkan kebun stroberi. Itu pun tidak sengaja. Keduanya memulai dengan mencoba-coba menanam berbagai jenis bunga, setelah memutuskan berhenti menanam kopi. Hanya sebagian kecil bagian kebun yang ditanami stroberi. Itu pun hanya beberapa bedeng, sebutan untuk barisan tanaman dalam petak-petak kebun.
Bunga-bungaan yang sedianya jadi tanaman utama hasilnya mengecewakan. Tanah Boemi Hajoe menunjukkan hasil yang baik justru untuk tanaman stroberi. Dozij bersaudara akhirnya memutuskan untuk mengganti seluruh petak tanahnya dengan stroberi.
Saat itu tanaman stroberi milik Dozij bersaudara menghampar seluas 2,5 konstruksi (1 konstruksi kira-kira 7 ribu meter persegi), luasnya setara dengan 17.500 meter persegi (1,75 hektare). Kebun stroberi mereka menghasilkan rata-rata 30 pon sehari, atau setara 13 kilogram stroberi. Dengan berat satu buahnya rata-rata 10 gram, berarti setiap harinya kebun itu menghasilkan 13 ribuan butir. Dozij bersaudara bisa memperoleh 52,5 gulden dari penjualan stroberi setiap hari.
Dozij bersaudara tidak melulu mengandalkan stroberi. Keduanya juga memelihara sapi. Saat itu keduanya memiliki 20 ekor sapi perah yang setiap hari juga menghasilkan susu segar. Tapi tidak hanya itu saja, kotoran sapi-sapi tersebut dimanfaatkan sebagai pupuk untuk menjaga kesuburuan tanaman stroberi.
Satu siklus tanaman stroberi berumur 1 tahun, sebelum dicabut dan diganti tanaman yang baru. Tanah yang sudah dibedah dan dibersihkan dari tanaman lama, selanjutnya diberikan pupuk kandang sebanyak 10 pikul setiap bedeng sepanjang 15 meter. Pemberian pupuk cukup dilakuan enam bulan kemudian. Itu pun hanya 3 pikul tiap bedeng setiap 15 meternya.
Satu bedeng untuk menanam stroberi memiliki lebar 4 kaki (sekitar 1 meter), dengan jarak di antara tiap bedeng setengah meter. Satu bedeng ditanami dua baris tanaman stroberi dengan jarak masing-masing tanaman 60 centimeter. Berbeda dengan tanaman sayur yang tersebar di Lembang, satu bedeng hanya untuk satu baris tanaman stroberi. Jarak yang lebar ini untuk memastikan tanah tidak terlalu lembab sehingga tanaman tidak membusuk
Tidak banyak perawatan yang perlu dilakukan. Cukup dua saja yang tidak boleh terlewatkan, yakni penipisan daun dan penpang cabang-cabang buah secara teratur. Perawatan ini untuk menjaga agar daunnya tidak menghitam dan busuk. Tidak diketahui penyebab daur menghitam tersebut, kemungkinan penyakit jamur.
Yang khas dari kebun stroberi Dozij bersaudara adalah pemasangan penyangga dari bambu yang dibentuk seperti pelana. Selain untuk menahan cabang-cabang tanaman yang sudah dipenuhi buah stroberi, penyangga bambu berbentuk pelana ini juga bertujuan agar buahnya tidak tercemar tanah karena jika dibiarkan begitu saja cabang-cabang tersebut akan melengkung dan rebah di tanah. Penyangga itu juga dibuat untuk menghindarkan buah stroberi dari serangan kumbang hitam.
Musim kemarau menjadi waktu yang paling pas untuk menanam stroberi, kendati memberikan pekerjaan tambahan untuk menyiram tanaman secara teratur. Hujan yang berlebih bisa merusak buah stroberi. Kerap hanya separuh hasilnya yang layak dijual jika panen dilakukan saat musim hujan.
Stroberi yang dijual dipilih yang benar-benar sempurna, lalu dikemas dalam keranjang kecil. Tiap keranjang hanya berisi dua lapis tumpukan stroberi, yang masing-masing buahnya dipisahkan oleh potongan daun alang-alang kering untuk menjaga kesegaran.
Baca Juga: NGULIK BANDUNG: Jejak Bangsa Boer di Lembang (1)
NGULIK BANDUNG: Jejak Bangsa Boer di Lembang (2)
Memasok Kebutuhan Beberapa Kota
De Locomotief tanggal 15 Oktober 1921 juga menerbitkan tulisan panjang mengulas kebun stroberi milik Dozij bersaudara. Koran tersebut menyebutkan, hasil stroberi kebuh Bumi Hajoe memasok pesanan dari sejumlah daerah. Di antaranya Buitenzorg, Batavia, hingga Surabaya. Metode pengemasan stroberi Dojiz dengan keranjang anyaman bambu yang diisi alang-alang kering menjaga kesegarannya sehingga bisa dikirim jauh dan memastikan buah tidak rusak dan busuk.
Kebun stroberi yang dikembangkan Dozij bersaudara juga menarik perhatian majalah De Indische Mercuur, yang khusus mengulas perdagangan kala itu. Majalah itu menuliskan ulasan panjang tentang kebun stroberi Boemi Hajoe pada terbitannya tanggal 13 Januari 1922. Dozij bersaudara yang ingin mendapat varietas stroberi baru, tidak kunjung berhasil. Usaha mendatangkan tanaman indukan stroberi dari Eropa tidak pernah berhasil karena tanaman tersebut sangat sensitif terhadap perubahan iklim selama dalam perjalanan.
Boemi Hajoe, yang moncer mencuri perhatian dengan stroberi Eropa, pelan-pelan menggeser usahanya. Belakangan ia lebih dikenal sebagai salah satu dari produsen utama susu segar di Bandung.
Kini stroberi menjadi salah satu tanaman buah yang jadi produk holtikultura utama yang dihasilkan daerah-daerah yang berada di dataran tinggi sekeliling Bandung. Stroberi menjadi produk tanaman, sekaligus kebunnya menjadi tujuan pelancong yang berwisata. Lembang pun selalu menjadi tempat rujukan pengembangan tanaman stroberi di Nusantara.
*Tulisan kolom Ngulik Bandung, yang terbit setiap Kamis, merupakan bagian dari kolaborasi antara www.bandungbergerak.id dengan Komunitas Djiwadjaman