• Opini
  • Lampu Merah Jalan Terus

Lampu Merah Jalan Terus

Indonesia adalah negara dengan angka kecelakaan lalu lintas yang tinggi. Diantara korbannya adalah pejalan kaki.

Alya Nurfakhira Zahra

Mahasiswa Jurnalistik Fikom Universitas Padjadjaran (Unpad)

Anak-anak Bandung menyeberang Jalan Asia Afrika, Bandung, Jawa Barat, 18 Juni 2021. Jalan yang biasanya ramai oleh wisatawan itu kini ditutup untuk lalu lintas kendaraan atau aktivitas masyarakat, Penutupan ini untuk meredam mobilitas manusia terkait semakin tingginya kasus penularan Covid-19. Pembatasan aktivitas masyarakat di pusat-pusat keramaian ini berlangsung selama dua pekan. (Foto: Prima Mulia)

6 Desember 2022


BandungBergerak.id—Pada akhir pekan, saya dan seorang teman mengunjungi Jalan Braga, salah satu jantung Kota Bandung. Setibanya kami disambut dengan kerumunan wisatawan yang berbaur dengan warga sekitar. Ketika akan mendatangi kios di seberang jalan, lampu penyeberangan kembali mati.

Ini bukan pertama kalinya lampu penyeberangan tidak bisa digunakan. Walaupun bisa, tidak semua orang menggunakannya. Mereka memilih menyeberang sesuka hati dan berisiko tertabrak oleh kendaraan yang lalu-lalang. 

Oleh karena itu, kasus kecelakaan pejalan kaki yang menyeberang bebas di Indonesia masih sering dijumpai. Sebaliknya, pengendara juga mengalami hal serupa bahkan kecelakaan beruntun.

Melalui laporan yang dirilis oleh World Organization Health (WHO) tahun 2018, Indonesia dianugerahi gelar negara dengan angka kecelakaan terburuk. Pernyataan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementrian Perhubungan Hendro Sugianto menguatkannya, bahwa terdapat 30 ribu jiwa per tahun  atau setara 3-4 orang per jamnya yang mengalami kecelakaan lalu lintas. Di antaranya pejalan kaki yang menyeberang bebas dikarenakan fasilitas lalu lintas yang kurang memadai.

Salah satunya adalah lampu penyeberang jalan.

Baca Juga: Menyibak Realita Sosial, Pekerjaan sebagai Identitas SosialMenyiapkan Guru ≠ Menyajikan Mi Instan

Pelican Crossing untuk Pejalan Kaki

Bandung sendiri masih kekurangan lampu penyeberang jalan atau dikenal dengan istilah pelican crossing. Hanya jalanan ramai pejalan kaki, seperti Jalan Braga, yang sudah menggunakan pelican crossing. Walau pada kenyataannya beberapa di antaranya kerap kali mati.

Padahal jika kita bandingkan dengan negara lain, seperti Korea Selatan, pelican crossing sangat membantu para pejalan kaki yang hendak menyeberang di tempat rawan kecelakaan. Di sisi lain, kehadiran pelican crossing juga membantu menertibkan kendaraan yang berlalu-lalang dengan kecepatan tinggi.

Tidak hanya memberikan dampak positif, pelican crossing juga membawa pengaruh negatif melalui terciptanya kemacetan di sekitar. Bagaimana tidak? Jika setiap ada yang hendak menyeberang jalan walau hanya satu orang harus menekan tombol penyeberang jalan  sehingga setiap menitnya kendaraan harus berhenti. Pada akhirnya para pengendara yang tidak sabar memilih untuk tetap melaju dan hal ini bisa menyebabkan kecelakaan.

Padahal jika merujuk pasal 24 Permenhub nomor 34 tahun 2014 bahwa Marka Melintang merupakan garis utuh yang menyatakan bebas berhenti kendaraan yang berhenti oleh alat pemberi izin lalu lintas, rambu berhenti, tempat penyeberangan atau zebra cross. Walau di sini, pelican crossing tidak disebutkan, tetapi pada umumnya pelican crossing dilengkapi zebra cross sehingga setiap kendaraan wajib berhenti sejenak.

Hal miris lainnya tidak semua sekolah di Bandung terdapat pelican crossing pada jalan raya depan gerbang masuk. Padahal kawasan sekolah sangatlah rawan kecelakaan dikarenakan  banyak murid dan kendaraan yang hilir mudik. Dengan demikian melihat fenomena ini pemerintah seharusnya segera memperbaiki fasilitas lalu lintas. Pemerintah bersama warga sekolah bisa membangun polisi tidur di jalan raya depan gerbang masuk agar para pengendara mengurangi kecepatan. 

Adapun jalan raya yang arus penyeberangannya tinggi bisa diperbaiki pelican crossingnya atau disediakan jembatan penyeberangan untuk mengurangi kemacetan mendadak. Pada jam sibuk aparat kepolisian khusus lalu lintas bisa dikerahkan untuk mengatur para pengendara karena biasanya setelah magrib jarang sekali ditemukan polisi lalu lintas. Para pengendara wajib mematuhi rambu lalu lintas, bukannya lampu merah jalan terus.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//