• Narasi
  • Jauhi Virusnya, Bukan Orangnya: Satu Langkah Memerangi HIV

Jauhi Virusnya, Bukan Orangnya: Satu Langkah Memerangi HIV

Pemahaman mengenai bagaimana HIV dapat tertular adalah salah satu upaya memperlemah dan menghilangkan stigma negatif atas ODHA/ODHIV.

Dhela Seftianty dan Ayu Zahra C. Lesmana

Mahasiswi Jurnalistik Fikom Unpad

Komunitas ODHA termasuk pendamping dan aktivis-aktivis LSM yang menaungi ODHA mendapat suntikan vaksinasi Covid-19 di Kantor Komisi Penanggulangan AIDS Kota Bandung, 8 September 2021. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

13 Desember 2022


BandungBergerak.id—Hari itu, suaminya harus ‘berpulang’. Bagi Tia (bukan nama sebenarnya), rasanya terlalu singkat. Hanya berjarak dua minggu setelah pasangan hidupnya itu  terdeteksi positif HIV. Wanita berusia 40 tahun itu juga harus menerima kenyataan bahwa dirinya juga terinfeksi HIV.

Saat itu harapan Tia adalah, harus bisa bertahan hidup lebih lama lagi. Alih-alih mendapat dukungan, semangatnya itu justru dipatahkan keluarga terdekatnya. “Paling gak akan lama lagi,” kira-kira itulah kalimat pahit yang harus diterima Tia dari keluarganya.

Beruntungnya, motivasi Tia untuk bertahan hidup lebih besar dari apa pun. Karena itulah Tia bisa bertahan dengan kondisi tubuh yang sehat hingga 5 tahun lamanya. Untuk bisa memastikan hidupnya bisa berjalan lebih lama lagi, Tia fokus pada pengobatan jasmani dan rohani, ia juga masih dikelilingi orang yang menyayanginya. Namun, fase ini belum tentu dapat dialami oleh penyintas lainnya.

Tia bercerita bagaimana kawan seperjuangannya di klinik pengobatan mengalami gangguan kejiwaan karena diskriminasi yang dialami. Setelah suaminya meninggal, kawannya tersebut bahkan diusir oleh orang tuanya karena status positif HIV yang dimilikinya. Peristiwa itu semakin membuka mata Tia tentang seriusnya dampak diskriminasi terhadap penyintas HIV.

Selain diskriminasi dari keluarga dan seperti yang dialami oleh Tia dan kawannya, diskriminasi lainnya biasanya berbentuk pemisahan kamar mandi, ruang, dan tempat makan, sering dialami kawan ODHA/ODHIV di luar sana. Masyarakat cenderung menghindari mereka ketimbang memahami HIV dan menghindari potensi penyebaran virusnya. Kecenderungan itu tidak terlepas dari kurangnya pemahaman mereka tentang HIV itu sendiri.

Belum umum yang tahu, penularan HIV tidaklah mudah. Menggunakan alat makan dan minum yang sama dan melakukan kontak sosial seperti berjabat tangan, berpelukan, hingga berciuman pun, virus yang menyerang sistem imun tubuh ini tidak akan tertular. Tidak layaknya TBC yang dapat tertular melalui udara, HIV hanya dapat tertular melalui aktivitas seksual, transfusi darah, kehamilan atau Asi, saling berbagi jarum suntik, alat tato, juga transplantasi organ tubuh. Kecenderungannya yang langsung dihubungkan dengan kematian juga kegiatan-kegiatan yang tidak dianggap benar secara norma, merupakan hasil dari stigma negatif mengenai HIV yang berakhir memberikan dampak buruk seperti diskriminasi terhadap para penyintasnya.

Ketakutan akan tertularnya virus HIV menjadi salah satu faktor dari terbentuknya stigma negatif atas ODHA/ODHIV. Ketakutan tersebut dapat didasarkan karena kurangnya pengetahuan atas bagaimana virus HIV ini dapat tertularkan.

Baca Juga: ESAI TERPILIH NOVEMBER 2022: Tentang Bubarnya Bandung Philharmonic dan Penelusuran Riwayat Jurnalis Mas Marco Kartodikromo
MAS MARCO KARTODIKROMO SEORANG JURNALIS PERGERAKAN #3: Delik Pers dan Syair Sama Rasa dan Sama Rata
Menyelamatkan yang Hilang di Kota Tua Bandung

Fokus pada Pencegahan Penularan Virus HIV

Berdasarkan kutipan dari laporan hasil survey mengenai diskriminasi atas penderita HIV pada tahun 2021 yang dilakukan oleh International Labor Organization (ILO), orang dengan pemahaman yang lebih baik mengenai HIV dan bagaimana virus tersebut dapat ditularkan pada umumnya tidak memiliki stigma negatif ODHA/ODHIV. Untuk itu, pemahaman mengenai bagaimana HIV dapat tertular adalah salah satu upaya  memperlemah dan menghilangkan stigma negatif atas ODHA/ODHIV. Hal ini juga diperlukan untuk menyadarkan masyarakat umum untuk lebih fokus dalam menjauhi virusnya dibandingkan dengan menjauhi orang-orang yang terjangkit virus tersebut.

Pengetahuan mengenai cara penularan HIV ini bukan hanya akan berdampak baik dalam menghilangkan stigma negatif atas ODHA/ODHIV, tetapi juga menjadikan warga lebih berfokus pada isu yang sebenarnya, virus HIV yang harus dipahami dan dihindari penyebarannya.

Jika penggunaan jarum suntik bersama sering dikaitkan dengan aktivitas narkotika dan penggunaan tato, tren suntik mandiri untuk perawatan kecantikan juga perlu disadari secara ketat. Di tengah ramainya penggunaan jarum suntik dan needle sharing mandiri untuk melakukan perawatan kecantikan suntik kolagen dan vitamin, risiko penularan HIV juga jarang disadari.

Hal ini menjadikan masyarakat perlu berhati-hati dan menghindari kegiatan needle sharing, meskipun dilakukan untuk tujuan perawatan kecantikan atau kesehatan tubuh, kegiatan menggunakan jarum suntik bersama perlu dihindari. Kegiatan penggunaan jarum suntik yang sama untuk lebih dari seorang tidak hanya dapat menularkan HIV, tetapi juga penyakit-penyakit lainnya yaitu Hepatitis B dan Hepatitis C.

Diskriminasi juga stigma negatif terhadap ODHA/ODHIV haruslah dihentikan, orang yang terjangkit virus tersebut tetap memiliki Hak Asasi Manusia yang sama dan dilindungi oleh perundang-undangan, salah satunya undang-undang kesehatan dan ketenagakerjaan.

Upaya memerangi HIV juga banyak dilakukan oleh lembaga-lembaga sosial untuk menghilangkan stigma negatif yang melekat pada penyintas, salah satunya Female Plus. Female Plus merupakan organisasi yang bergerak dan fokus pada kegiatan merangkul para penyintas HIV. Dalam kegiatannya, Female Plus merangkul penyintas HIV dengan cara memberi dukungan psikososial, pembelaan dari kekerasan dan stigmatisasi, layanan stok obat, juga memperjuangkan akses-akses bagi ODHA/ODHIV untuk mendapatkan pelayanan psikososial, rutinitas obat juga akses layanan kesehatan, pasangan, serta menyediakan KD (Kelompok Dampingan) community strength support system. Female Plus juga membantu mengadvokasi para penyintas yang mendapatkan perlakuan diskriminasi.

Keberadaan stigma negatif atas ODHA/ODHIV juga menjadi alasan bagi orang-orang enggan melakukan pengecekan status HIV mereka, melakukan pengobatan rutin antiretroviral, juga terbuka mengenai status kesehatannya kepada orang-orang di sekitar.

Salah satu pendamping di Female Plus di Bandung, Arif Gunawan (39), menjelaskan bagaimana ia sebagai seseorang yang pernah mengalami diskriminasi karena status positif HIV-nya, berpandangan bahwa diskriminasi yang melekat pada penyintas sangat bisa menghambat seseorang untuk memeriksakan diri. Pasalnya, rendahnya kesadaran ini dapat menghambat penurunan angka positif HIV.

Melalui kegiatannya, Female Plus aktif melakukan edukasi mengenai HIV/AIDS untuk bisa berjalan dengan program pemerintah untuk menghilangkan stigma dan membangun kesadaran di masyarakat. Meski demikian, Arif berharap agar semua pihak bisa ikut terlibat secara serius untuk mewujudkannya.

"Mendorong masyarakat, supaya orang orang hanya menjauhi virusnya, bukan orangnya..  supaya stigma ini bisa terkikis, karena ketika kita takut memeriksakan diri dan takut bercerita ke orang lain, artinya kita juga sedang menstigmatisasi diri kita sendiri,” pungkas Arif.

 

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//