• Opini
  • Teknologi Telemedicine Terobosan Dunia Kesehatan?

Teknologi Telemedicine Terobosan Dunia Kesehatan?

Untuk pasien dengan keluhan penyakit yang berat, layanan telemedicine terkesan kurang berguna karena pasien tidak bisa mendapatkan tindakan medis lebih lanjut.

Christian Hadinata

Sedang menempuh program S1 teknik informatika di Universitas Katolik Parahyangan (Unpar)

Petugas kesehatan menunjukan vaksin Covid-19 Indovac saat pelaksanaan vaksin dosis 1 di Bio Farma, Bandung, Kamis (13/10/2022). Penyuntikan perdana vaksin Covid-19 buatan Indonesia ini diberikan pada 15 warga. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

2 Januari 2023


BandungBergerak.idDunia kesehatan di Indonesia identik dengan pertemuan antara tenaga kesehatan dan pasien di sebuah rumah sakit atau klinik. Ketika pandemi Covid-19 terjadi, banyak masyarakat yang enggan ke rumah sakit karena khawatir terpapar virus. Hal ini terbukti dalam survei yang dilakukan Amino Gondohutomo terhadap 20 responden dan didapati bahwa 90 persen responden merasa cemas untuk datang ke tempat pelayanan kesehatan.

Solusi dari permasalahan tersebut sudah diterapkan di Indonesia yaitu dengan menggunakan teknologi telemedicine. Telemedicine adalah suatu layanan kesehatan berbasis teknologi yang menjadi sarana terjadinya pelayanan kesehatan secara virtual. Pengguna layanan tersebut akhir-akhir ini meningkat di Indonesia, merujuk pada data dari survei yang dilakukan Katadata Insight Center terdapat peningkatan pengguna baru telemedicine sebesar 44,1 persen.

Selama pandemi terjadi, antusias masyarakat akan pelayanan kesehatan secara virtual sangat meningkat drastis. Namun, terdapat masyarakat yang mengeluh akan lambatnya penanganan dalam pelayanan kesehatan virtual tersebut. Pada saat konferensi pers virtual, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi juga mengakui bahwa ada ketidaksempurnaan dari program layanan telemedicine. Menindaklanjuti hal tersebut, lantas apa manfaat dari teknologi telemedicine ini? Apakah teknologi telemedicine ini benar-benar berguna bagi khalayak ramai?

Proses Konsultasi Online

Pasien dapat melakukan konsultasi secara daring melalui aplikasi ataupun situs-situs layanan telemedicine. Pasien dapat memilih dokter yang sesuai dengan bidangnya masing-masing sesuai keluhan yang dirasakan oleh pasien. Biasanya dalam aplikasi ataupun situs-situs layanan kesehatan virtual tersebut, terdapat juga dokter umum yang bisa pasien pilih jika ingin berkonsultasi mengenai keluhan yang umum. Mengenai tarif dan biaya konsultasi, pada aplikasi ataupun situs telemedicine biasanya sudah ditampilkan di awal sebelum pasien memilih dokter.

Untuk menunjang proses konsultasi akan dibutuhkan data diri pasien. Beberapa bulan yang lalu, banyak isu mengenai kebocoran data di Indonesia dan mungkin banyak masyarakat yang khawatir akan kebocoran data pribadinya melalui telemedicine ini, namun masyarakat tidak perlu khawatir akan kebocoran data, karena merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 20 tahun 2019 tentang penyelenggaraan pelayanan telemedicine antarfasilitas pelayanan kesehatan, dikatakan bahwa pihak pemberi konsultasi dalam pelayanan telemedicine harus memiliki kewajiban untuk menjaga kerahasiaan data pasien, sehingga rahasia pasien bisa terjaga dan hanya dipergunakan untuk kebutuhan aktivitas dalam pelayanan kesehatan.

Baca Juga: Untuk pasien dengan keluhan penyakit yang berat, layanan telemedicine terkesan kurang berguna karena pasien tidak bisa mendapatkan tindakan medis lebih lanjut.
Balada Kesenjangan di Majalaya
Kemacetan Menciptakan Budaya Ngaret Kolektif, sebuah Kerugian bagi Warga Bandung

Pengobatan Pascakonsultasi

Setelah melakukan konsultasi dengan pasien, dokter bisa memberikan resep obat sesuai keluhan pasien. Pasien bisa membeli obat tersebut di apotek atau pasien juga bisa membeli obat tersebut langsung melalui aplikasi telemedicine. Pembelian obat langsung pada aplikasi tersebut sangat membantu pasien yang sakit dan tidak bisa keluar rumah, karena obat akan diantar langsung oleh pihak ekspedisi ke rumah pasien. Hal ini bisa terjadi karena layanan telemedicine sudah banyak yang bekerja sama dengan layanan ekspedisi untuk mengantarkan obat-obatan ke rumah pasien.

Saat pandemi Covid-19 terjadi, kementerian kesehatan Republik Indonesia bekerja sama dengan berbagai layanan telemedicine yang ada di Indonesia untuk melayani pasien yang terpapar virus, dimulai dari melakukan konsultasi oleh dokter. Hal ini tentu sangat membantu masyarakat karena masyarakat yang terpapar Covid-19 tidak memungkinkan untuk melakukan konsultasi secara tatap muka dengan tenaga kesehatan, kecuali jika kondisinya dalam keadaan kritis dan harus dilakukan rawat inap di rumah sakit.

Merujuk pada data layanan isoman Kemenkes, setelah melakukan konsultasi virtual dengan dokter, pasien yang terpapar Covid-19 dapat dikirimkan paket obat yang ditentukan oleh dokter di telemedicine yang didasarkan oleh tingkat keparahan gejala yang dialami oleh pasien, yaitu paket A untuk pasien tanpa gejala dan paket B untuk pasien yang bergejala ringan.

Terlepas dari kemudahan yang ditawarkan oleh layanan telemedicine, sampai saat ini masih ditemukan juga hal yang menjadi kekhawatiran bagi penggunanya, seperti hal berikut ini.

Rawan akan Kesalahan Diagnosis?

Ada banyak penyakit yang memiliki gejala sejenis, seperti gejala penyakit TBC dan gejala penyakit batuk kering yang sama-sama menyebabkan keluhan batuk pada umumnya. Selain itu terdapat juga gejala yang bisa mengindikasikan berbagai penyakit yang sangat luas cakupanya, seperti keluhan demam. Gejala demam bisa mengindikasikan banyak hal dalam tubuh, mulai dari infeksi bakteri, infeksi virus, hingga demam yang disebabkan karena penyakit yang bersifat gawat darurat seperti apendisitis (radang usus buntu).

Terkadang kesalahan juga bisa timbul karena pasien yang kesulitan untuk mengungkapkan kondisi kesehatannya dengan terperinci, sehingga bisa saja gejala yang seharusnya menjadi gejala yang penting menjadi terlewat. Hal ini tentu bisa saja menyebabkan kesalahan diagnosis dari dokter. Kesalahan diagnosis ini tentu bisa berakibat fatal bagi pasien dan menyebabkan pasien perlu berkonsultasi ulang akan kesehatannya.

Bagaimana dengan Penyakit Berat?

Penyakit seperti kanker tentu merupakan penyakit berat yang membutuhkan banyak tindakan medis untuk mengobatinya, mulai dari tindakan pendeteksian kanker tentu perlu dilakukan dengan seksama, agar pasien tidak salah mengambil jalan pengobatan. Pendeteksian kanker tidak dilakukan hanya dengan menyebutkan gejala yang dialami pada layanan telemedicine, namun harus dilakukan serangkaian tes di rumah sakit untuk menentukannya. Dalam proses perawatan kanker, diperlukan berbagai terapi yang hanya bisa dilakukan di rumah sakit, karena dalam prosedur tersebut akan digunakan banyak alat yang khusus untuk merawat pasien kanker.

Ketika menghadapi keluhan pasien dengan penyakit berat seperti ini, tentu pasien tidak bisa dirawat melalui pelayanan kesehatan secara virtual. Sejauh ini, belum ada solusi yang konkret dari layanan telemedicine bagi pasien dengan keluhan penyakit yang berat. Berdasarkan pernyataan dari Irwan Heriyanto selaku chief of medical pada layanan telemedicine Halodoc, pasien dengan keluhan penyakit berat biasanya akan diarahkan untuk memeriksakan diri lebih lanjut ke fasilitas kesehatan luring, seperti rumah sakit terdekat, agar pasien bisa mengontrol kesehatannya lebih lanjut.

Jika pasien tetap harus memeriksakan diri ke rumah sakit terdekat, maka untuk pasien dengan keluhan penyakit yang berat, layanan telemedicine terkesan kurang berguna karena pasien tidak bisa mendapatkan tindakan medis lebih lanjut dalam layanan telemedicine ini.

Teknologi masih Kurang Optimal

Telemedicine menggunakan teknologi sebagai penghubung antara pasien dan tenaga kesehatan. Namun dalam penanganannya pada pelayanan kesehatan virtual ini, belum digunakan teknologi yang bisa menunjang aktivitas pengecekan kesehatan pasien, seperti pengecekan suhu tubuh dan tekanan darah pasien. Data kesehatan pasien biasanya dibutuhkan agar diagnosis dokter bisa maksimal.

Sampai saat ini, untuk pengecekan kesehatan tersebut jika dibutuhkan maka pasien harus mengeceknya secara mandiri, yang berarti pasien harus memiliki peralatan yang menunjang dalam aktivitas tersebut, misalnya termometer untuk mengecek suhu tubuh dan tensimeter untuk mengecek tekanan darah. Pasien yang tidak memiliki peralatan tersebut tentu akan kesulitan untuk mengecek kesehatannya secara mandiri.

Dengan demikian, teknologi telemedicine sebagai terobosan dunia kesehatan perlu dikembangkan dan dioptimalkan lebih lanjut mengingat manfaat dari layanan kesehatan virtual ini telah menolong banyak pasien yang tidak bisa hadir langsung ke rumah sakit. Selain itu, dengan diterapkan teknologi telemedicine ini akan membantu mengurangi jumlah antrian di rumah sakit yang biasanya dikeluhkan oleh pasien.

Meskipun masih terdapat kekurangan, pelayanan kesehatan secara virtual tetap bisa menjadi opsi bagi pasien yang ingin berkonsultasi mengenai kesehatannya, karena pasien tetap akan ditangani oleh tenaga medis yang profesional dan terdapat hukum yang melindungi hak-hak pasien. Oleh karena itu, teknologi telemedicine perlu dioptimalisasi lagi agar bisa menjadi opsi yang relevan bagi berbagai pasien, sehingga tidak ada keraguan pasien untuk menjadikan layanan telemedicine sebagai opsi yang baik untuk digunakan saat membutuhkan bantuan mengenai layanan kesehatan.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//