• Cerita
  • CERITA ORANG BANDUNG (34): Keluarga Risma di Dunia Skateboard

CERITA ORANG BANDUNG (34): Keluarga Risma di Dunia Skateboard

Risma Risdianti secara suka rela mendukung ketertarikan kedua putranya di dunia skateboard. Meski begitu, pendidikan tetap prioritas utama.

Risma Risdianti (tengah) mengenalkan dunia skateboarding sejak dini kepada kedua putranya Billy (kiri) dan Keinan (kanan) agar terhindar dari kecandunan gawai ketika ditemui di skatepark Taman Balubur, Tamansari, Jumat (15/10/2021). (Foto: Bani Hakiki/BandungBergerak.id)

Penulis Bani Hakiki18 Oktober 2021


BandungBergerak.id - Bising kendaraan terdengar begitu riuh mengitari sebuah skatepark di bilangan Tamansari, tepat di kolong jembatan Pasupati. Di sisi areal bermain skateboard, Risma Risdianti (31) duduk sendiri, mengamati kedua putranya yang sedang asyik bermain olahraga ekstrem itu. Risma rela mengorbankan waktunya agar kedua anaknya memiliki kegiatan yang lebih bermanfaat ketimbang asyik bermain gawai.

Bukan suatu kebetulan, Risma dan Edi (40) suaminya menikah pada tahun 2010 karena dipertemukan oleh ketertarikan yang sama pada dunia skateboarding. Keduanya pun menggeluti bisnis di bidang yang sama dengan ketertarikannya hingga kini.

Setahun setelah pernikahan, anak pertama mereka lahir dan diberi nama Billy. Desember 2021 ini, Billy genap berusia 10 tahun. Nama Billy diambil dari nama seorang penggawa band rock alternatif asal Amerika Serikat, Smashing Pumpkins. Ketertarikan Risma dan Edi di dunia skateboarding itu menurun kepada Billy sejak ia berusia 4 tahun.

Risma memberi dukungan penuh atas kemauan Billy untuk mendalami olahraga esktrem tersebut. Meskipun demikian, Risma mengaku tetap memberi beberapa batasan sesuai perkembangan sang anak. Ia menuruti keinginan Billy sambil terus mendampingi dan memberikan bimbingan.

“Billy tuh umur empat tahun sudah main papan (skateboard). Enggak ada yang ngajarin, jadi dia belajar dari main sama anak-anak yang lebih gede. Karena diajarin itu susah kalau dipaksakan,” tuturnya ketika ditemui Bandungbergerak.id di skatepark Taman Balubur, Jumat (15/10/2021).

Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG (33): Nana, Jual Jeruk Peras Berbekal Ilmu Ikhlas
CERITA ORANG BANDUNG (32): Lilik dan Toko Rampai Tertua di Jalan Bojongloa

Menjaga Billy dari Pengaruh Buruk

Olahraga skateboarding dikenal cukup kental dengan keberagaman subkultur di dalamnya, mencakup bidang seni, musik, hingga gaya hidup. Di Kota Bandung sendiri dunia itu sudah merambah kalangan remaja sejak era pertengahan 90-an.

Skateboarding memang bukan untuk semua anak-anak walaupun dapat digeluti oleh berbagai kalangan karena memiliki potensi cedera yang tinggi dan membutuhkan pengamanan serta bimbingan orang tua. Akan tetapi, faktor itu bukan alasan bagi Risma untuk melarang ketertarikan putra pertamanya itu.

Setelah sekitar 5 tahun lebih Billy mendalami olahraga ini, ia pun mulai menguasi teknis dasar dan beberapa trik untuk berbagai medan, baik flatland, bowl, maupun rem. Billy tumbuh sebagai anak yang ceria dan senang menjalin komunikasi dengan anak-anak sepantarannya. Bahkan, ia cukup terbuka dengan generasi di bawah dan di atasnya yang sudah lebih berpengalaman.

Ketertarikan Billy punya keuntungan lain selain memberikan kesenangan semata. Risma menjadikan dunia skateboard untuk anaknya sebagai cara pengalihan dari kebiasaan buruk anak dalam menggunakan gawai tertentu. Digitalisasi teknologi yang berkembang dengan pesat dan mudah diakses dalam genggaman gawai dipandang banyak memberikan dampak negatif kepada anak-anak di bawah umur.

“Biar enggak main handphone sih sebenarnya, soalnya setiap hari tuh (sekolah) daring jadi main handphone. Setelah daring, megang handphone deui (lagi). Mending kalau olahraga mah kan main sambil belajar dan bisa bersosialisasi,” kata Risma disela menemani anaknya bermain skateboard.

Kebiasaan buruk yang dimaksud Risma, yakni seperti kecanduan permainan pada telepon pintar, informasi yang tidak tersaring dengan baik, dan gambar-gambar dewasa yang tersebar di dunia internet. Baginya, memberikan ruang sosialisasi dalam sebuah komunitas jadi strategi pendidikan non-formal terbaik untuk anak seusia Billy. Apalagi jika ruang sosialisasi sesuai dengan ketertarikan anaknya serta memberikan kebugaran jasmani.

Billy pun merasa senang dengan pilihannya. Apalagi kedua orang tuanya memberi dukungan penuh. Saat ini, ia hanya berpikir untuk terus bermain dan melatih berbagai trik yang biasa dipelajarinya sendiri dari sejumlah video dan melihat kawan-kawannya bermain. Dari situlah proses pembentukan karakter Billy yang ramah sekaligus penuh percaya diri dengan corak keluguan selayaknya anak-anak terus terbentuk. 

Seperti kedua orang tuanya, Billy punya ketertarikan lain yang serupa dengan Risma maupun Edi di ranah permusikan. Ia mengaku sudah terbiasa mendengarkan musik-musik beraliran grunge, garage rock, hingga rock alternatif sejak kecil seperti kedua orang tuanya.

“Main skate teh keren, aku mah dari dulu belajar sendiri kadang diajarin juga sama om-om (generasi yang lebih tua). Aku juga suka musik, soalnya dari kecil dikasih dengar terus sama mama, yang paling suka Smashing Pumpkins,” celoteh Billy saat sedang beristirahat setelah bermain.

Sebelumnya, sang ibu juga aktif skateboarding sejak masih duduk di bangku SMA. Perempuan asal Kota Bandung ini berhenti dari hobinya sejak kelahiran putra keduanya, Keinan yang kini berusia genap 3 tahun dan juga sudah mulai menaruh ketertarikan di dunia yang sama.

Kedekatan dunia skateboarding dengan kancah permusikan telah melahirkan berbagai stigma di tengah masyarakat umum. Apalagi dunia itu dikenal sangat dekat dengan aliran musik hardcore yang dikenal keras dan memiliki latar belakang politik yang kental pada beberapa hal tertentu.

Kedua dunia itu juga sangat kental dengan berbagai subkultur lainnya, seperti penggunaan alkohol dan tato yang masih tabu bagian sebagian orang. Bahkan, tentu keduanya sama sekali bukan konsumsi anak-anak di bawah umur. Apalagi penggunaan narkotika yang cukup marak di kota-kota besar, seperti di Kota Kembang.

Billy bisa saja terjerumus dunia yang dinilai kelam itu jika dilepaskan sendiri tanpa ada bimbingan dari kedua orang tuanya. Tapi dengan arahan tertentu, Billy bisa tetap bergaul bebas tanpa harus terjerumus unsur-unsur negatif yang mengelilingi ketertarikannya tersebut.

“Ya, misalnya kalau bahasa kasar saja itu kayak udah biasanya yang diucapin barudak (komunitas) skate mah. Alkohol, tato juga sudah biasa. Cuma aku sengaja memperkenalkan itu terbuka sambil dibimbing supaya enggak ngikutin yang buruknya,” tegas Risma soal risiko lingkungan yang ada di sekitar Billy.

Aksi Billy, seorang anak berusia 9 tahun, melakukan trik board slide di skatepark Taman Balubur, Tamansari, Jumat (15/10/2021). (Foto: Bani Hakiki/BandungBergerak.id)
Aksi Billy, seorang anak berusia 9 tahun, melakukan trik board slide di skatepark Taman Balubur, Tamansari, Jumat (15/10/2021). (Foto: Bani Hakiki/BandungBergerak.id)

Pendidikan Tetap Nomor Satu

Demi kebaikan kedua putranya, Risma tidak semata-mata membiarkan anaknya bebas menentukan pilihan. Sebagai orang tua, ia berserta sang suami tetap membimbing dengan saksama setiap langkah anaknya. Meskipun dunia skateboarding dapat dikatakan segala-galanya bagi Billy ataupun kemungkinan juga nanti bagi Keinan, Risma dan Edi tetap memilih pendidikan sebagai prioritas utama dalam perjalanan tumbuh kembang sang anak. Pasalnya, dunia pendidikan juga dinilai punya nilai penting yang dapat menjamin masa depan sang anak di kemudian
hari.

Segalanya membutuhkan keseimbangan dan bagaimana membentuk atmosfir yang tidak membuat kedua anaknya merasa terkekang. Keseimbangan pola pendidikan formal dan non-formal adalah formula terbaik yang diterapkan oleh Risma maupun Edi.

“Kalau pendidikan mah tetap nomor satu, Billy boleh main skate tapi tetap harus sekolah. Soalnya sayang bangetlah kalau dia nanti bisa menghasilkan prestasi di skate tapi di sekolahnya enggak. Seimbanglah seenggaknya mah,” tutur Risma dengan yakin.

Sejak menggeluti olahraga ekstrem skateboard pada umur 4 tahun, Billy telah mengikuti beberapa kompetisi untuk pemula. Meski belum berhasil mencetak prestasi resmi, ketertarikannya untuk tetap bermain papan seluncur itu tak surut. Sementara Keinan, sang adik, masih terus belajar teknik-teknik dasar ditemani sang kakak.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//