Bandung Photography Month, antara Ruang Publik yang Makin Sempit dan Kerinduan Tatap Muka
Bandung Photography Month dihelat kembali. Kegiatan ini jadi ajang lepas rindu penikmat fotografi sekaligus kritik atas makin sempitnya ruang publik Kota Bandung.
Penulis Bani Hakiki18 Oktober 2021
BandungBergerak.id - Pagelaran fotografi yang digagas Bandung Photography Month (BPM) direalisasikan kembali setelah vakum sejak tahun 2017 lalu. Pagelaran ini masih menegaskan kritiknya pada ruang publik di kota Bandung yang terus menyempit, sekaligus menjadi ajang melepas kerinduan tatap muka setelah dirundung pandemi dan rangkaian pembatasan aktivitas publik. Selain itu, permintaan sejumlah peminat dan pegiat fotografi di Kota Bandung membuat kegiatan ini kembali diaktifkan.
Rangkaian kegiatan BPM tahun ini dihelat di Pasar Antik Cikapundung dan telah dimulai sejak Sabtu (15/10/2021). Komunitas fotografi Raws berdiri sebagai inisiator tunggal dalam menggelar acara BPM tahun ini. Seperti kebiasaan yang sudah dilakukan, pameran kembali dihelat di bulan Oktober. Raws menggaet kolaborasi dengan sederet fotografer professional maupun komunitas fotografi lain.
Pendiri Raws, Wahyu Dhian, menjelaskan secara umum rangkaian yang digarapnya kali ini dibalut dengan konsep silaturahmi teman dan jaringan. Acara yang dirancang selama lebih dari sebulan itu mencoba mengembalikan komunikasi tatap muka yang telah lama hilang akibat rundungan gelombang puncak pagebluk.
“Konsepnya Bandung Photography Month adalah lebih ngomongin tentang pertemanan. Ini event Raws tapi juga hadiah kegembiraan untuk teman-teman. Pada dasarnya kita melibatkan jejaring kita sendiri yang memang support,” ujarnya kepada Bandungbergerak.id di lokasi, Sabtu (15/10/2021)
Perhelatan ini juga sebagai bentuk kritik Raws dan sejumlah pegiat fotografinya lainnya di Kota Bandung terhadap ruang-ruang publik di sekitarnya. Menurut mereka kebanyakan ruang yang sengaja disediakan untuk masyarakat umum di Kota Bandung saat ini sulit diakses oleh beberapa kalangan.
Program utama yang diusung Raws dalam BPM adalah pameran foto. Jumlah peserta pameran mencapai 100 orang dengan status beragam mulai dari professional, amatir, sampai pemula. Ada pula sederet nama ternama seperti Sandi Jaya Saputra, Baskara Puraga, Prisanti Myristica, dan beberapa nama lainnya. Foto-foto yang ditampilkan bakal diganti setiap satu kali dalam dua pekan secara bergiliran.
Wahyu menjelaskan bahwa saat ini, para pegiat fotografi di Kota Bandung membutuhkan ruang publik yang bisa menyalurkan ekspresi dalam berkarya secara suka-suka. Mereka berpendapat, ada beberapa ruang publik yang dianggap tidak memberikan keleluasan berekspresi bagi para pelaku maupun partisan pameran. Halangannya beragam mulai dari tarif sewa yang tidak masuk akal, jalur birokrasi yang berbelit, hingga keterbatasan izin pengelolaan ruang itu sendiri.
Sebagai bentuk kritik terhadap kondisi tersebut, Raws sengaja menggelar BPM 2021 di markasnya sendiri sambil mengoptimalisasikan kembali daya tarik gedung bersejarah tersebut. Pemilihan lokasi pameran itu pun membuat atmosfir pengunjung lebih intim dengan para fotografer yang menghadiri pamerannya.
“Di luar sangat terbatas, hampir tidak ada ruang fotografi yang khusus. Kami sangat concern terhadap penyediaan ruang karena sangat penting. Jangan ada penghalang supaya kita menyalurkan apa yang kita mau secara suka-suka,” ujar Wahyu.
Baca Juga: Festival Budaya Nusantara ISBI Bandung: Membangkitkan kembali Ruang-ruang Kosong Gelap Akibat Pandemi
Mengingat Perjuangan Munir, Menggugat Penyempitan Ruang Publik di Kota Bandung
Fotografi Sebagai Propaganda
Fotografi merupakan sebuah medium yang sejak lama digunakan sebagai alat propaganda baik untuk kepentingan seni maupun budaya tertentu. Geliat fotografi di Kota Bandung telah lama muncul sejak awal 1990-an seiring menjamurnya berbagai media pemberitaan.
Raws Photography Syndicate dikenal sebagai sebuah komunitas pegiat fotografi yang menyerukan fotografi sebagai sebuah alat propaganda. Hal tersebut seperti diakui Wahyu yang juga dosen bidang fotografi di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan.
“Apa yang kita tampilkan biasanya hal-hal yang tidak umum, non-mainstream. Nah, kita butuh cara yang efektif untuk menyampaikan ide, gagasan yang ingin disampaikan. Ya, caranya dengan menggunakan propaganda,” paparnya.
Daya tarik visual yang terekam dalam foto dinilai memiliki nilai ingatan yang tinggi sehingga dianggap sebagai alat komunikasi yang efektif. Nilai yang terdapat di dalamnya antara lain gestur, warna, simbol, dan lebih jauh lagi pengalaman empirik seseorang. Hal tersebut membuat fotografi dinilai memberikan efek yang signifikan dalam penyampaian sebuah pesan. Sementara itu, strategi propaganda dinilai dapat membuat sesuatu yang sulit jadi lebih sederhana dan mudah diingat oleh masyarakat pada umumnya. Apalagi dibantu unsur visual yang menjadi andalan fotografi.
BPM pertama kali digelar pada tahun 2013 sebagai sebuah acara kolaborasi antara mahasiswa jurusan fotografi Universitas Pasundan (Unpas) dengan Raws Photography Syndicate, sebuah komunitas fotografi. Dalam perjalanannya, BPM sempat terhenti karena permasalahan seputar biaya, regenerasi, dan akibat ruang publik di Kota Bandung yang dinilai makin menyempit.
BPM tahun ini akan digelar sepanjang bulan Oktober hingga tanggal 16 November 2021 mendatang. Selain pameran, BPM 2021 juga akan diramaikan dengan beberapa rangkaian lainnya. Secara bertahap, Raws akan menggelar acara loka karya, pameran foto dan buku, kelas-kelas edukasi fotografi, dan sebuah penampilan eksperimental visualisasi musik di akhir rangkaiannya.