BUKU BANDUNG #62: Inggit Garnasih, Kisah yang Tak Lekang Digerus Zaman
Buku “Kuantar ke Gerbang” karya Ramadhan K. H. menjadi roman sejarah yang jadi rujukan banyak orang untuk mengetahui kisah cinta antara Inggit Garnasih dan Sukarno.
Penulis Reza Khoerul Iman19 Februari 2023
BandungBergerak.id – “Aku sekarang harus menghadapi kenyataan, hidup dengan seorang yang berlainan dengan Kang Uci (Sanusi). Kang Uci seorang saudagar yang berpenghasilan cukup sampai terhitung sebagai orang kaya. Sedang yang kudampingi sekarang adalah seorang mahasiswa tidak berpenghasilan, yang malahan mesti aku bantu dengan mengisi sakunya kalau ia akan berpergian, kalau ia akan keluar dari rumah.”
Kiranya itulah secuil gambaran yang dikisahkan oleh sang penulis, Ramadhan K. H. tentang jerih payah Inggit Garnasih ketika mendampingi Sukarno pada usia mudanya dalam buku Kuantar ke Gerbang, yang mengisahkan tentang bagian hidup Inggit Garnasih bersama Sukarno.
Ramadhan K.H. dalam bagian awal bukunya itu seakan menggambarkan bahwa langkah yang akan diambil Inggit Garnasih tidaklah mudah sejak meninggalkan Sanusi yang merupakan saudagar kaya, lantas memilih Sukarno yang pada waktu itu hanyalah seorang mahasiswa tak berpenghasilan di de Techniche Hoogeschool te Bandung (sekarang ITB) sebagai pendamping hidupnya. Sungguh keputusan yang begitu berani.
Inggit Garnasih, sebagaimana yang didambakan Sukarno, telah menjadi kekasih sekaligus ibu dan teman dalam mengantarkan perjuangannya menuju gerbang kemerdekaan. Ya, hanya sampai gerbang kemerdekaan.
Kisah-kisah Inggit Garnasih hingga saat ini masih menjadi kisah yang dikagumi orang. Kisah antara Inggit Garnasih dan Sukarno merupakan bagian yang sangat menarik dari sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Namun, pandangan masyarakat hari ini terhadap kisah ini sangat beragam. Beberapa orang menganggap kisah mereka sebagai inspirasi dan kisah yang romantis, terutama bagi mereka yang memandang Sukarno sebagai sosok pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Bagi sebagian orang, kisah ini juga menjadi bukti betapa besar pengorbanan dan kesetiaan Inggit Garnasih kepada Sukarno dan perjuangan nasional.
Di antara beragam pandangan masyarakat tersebut, tak dapat dipungkiri bahwa kisah cinta antara Inggit Garnasih dan Sukarno tetap menjadi bagian penting dari sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, dan menunjukkan bagaimana keberanian, kesetiaan, dan pengorbanan dapat menjadi bagian penting dari perjuangan untuk mencapai cita-cita.
Baca Juga: BUKU BANDUNG #61: Menemukan Harapan di Wajah (Bopeng) PendidikanBUKU BANDUNG #59: Mengenal Boscha dari Bacaan Wisnu
Perjuangan dan Peran Besar Inggit untuk Sukarno
Prediksi Inggit akan banyaknya halangan dan rintangan yang dihadapi ketika ia memutuskan untuk mendampingi Sukarno memang terjadi. Pada awal-awal pernikahannya, Inggit yang harus memegang penuh kendali ekonomi keluarganya bersama Sukarno, meskipun pada waktu itu Sukarno masih menerima kiriman uang dari kakaknya, Sukarmini.
“Suamiku masih menerima kiriman uang dari kakaknya, Sukarmini, yang sudah jadi Nyonya Puguh, atau dari ayahnya sendiri. Namun, itu hanya cukup untuk kebutuhan sekolahnya sendiri. Aku harus mengadakan uang belanja sehari-hari, tetapi itu semua aku lakukan dengan ikhlas dan biasa. Sekalipun berat, beban itu aku pikul dengan tidak ada perasaan lain selain daripada sebagai sesuatu yang sudah semestinya aku lakukan.” tulis Ramadhan K.H.
Inggit sebelum menjadi pendamping Sukarno memang telah menjadi seorang wanita pekerja keras. Pada perkawinannya dengan Haji Sanusi pun ia sudah memiliki penghasilannya sendiri dari berjualan kain, menjahit kutang, dan pakaian anak-anak dan perempuan, jual beli mebel, hasil penjualan bedak kecantikan, lulur, dan jamu-jamu yang ia buat sendiri. Begitu pun ketika ia bersama Sukarno, ia mencukupi ekonomi keluarganya dengan berjualan.
Tito Zeni Asmara Hadi, anak dari anak angkat Sukarno dan Inggit, Ratna Djuami, menilai bahwa Inggit Garnasih dapat disamakan dengan Maria Theresa, istri Rousseau atau Kasturbay, istri Mahatma Gandhi.
Theresa tidaklah memberikan sumbangan pikiran atau teori untuk revolusi Prancis, Kasturbay tidaklah memberikan sumbangan pikiran atau teori untuk revolusi India. Demikian pula dengan Inggit tidak memberikan sumbangan pikiran dan teori untuk revolusi Indonesia, tetapi dengan menunjukkan kasih sayang dan kesetiaan yang tiada goyah kepada suami yang sedang mengalami cobaan dan derita dalam perjuangan.
“Mereka, Theresa, Kasturbay, dan Inggit mempunyai kesamaan, yaitu berbakti kepada bangsanya,” ungkap Tito Zeni Asmara Hadi.
Sampailah di Gerbang
Inggit sangatlah berperan besar dalam menempa Sukarno menjadi pemimpin dan menemaninya di dalam perjuangan untuk mewujudkan cita-citanya menuju Indonesia merdeka.
Namun, peran Inggit tidaklah sampai mengantarkan Sukarno hingga liang lahad. Nasib berkata lain, Inggit hanya mengantarkan Sukarno sampai ke gerbang kemerdekaan.
“Keputusan sudah diambil oleh suamiku (Kusno). Ia menceraikan aku. Empat Serangkai juga sudah mufakat dan persyaratan yang merupakan janji Kusno telah dibuat oleh Empat Serangkai itu, yakni bahwa Sukarno harus membelikan sebuah rumah di Bandung untuk kediamanku seumur hidup.” tulis Ramadhan K. H. pada halaman 413.
Buku Kuantar ke Gerbang menjadi roman sejarah yang menjadi rujukan banyak orang untuk mengetahui kisah cinta antara Inggit Garnasih dan Sukarno. Ramdhan K. H. menuliskannya berdasarkan hasil wawancaranya dengan beberapa tokoh yang pernah aktif dalam pergerakan 1920-1943, Inggit Garnasih yang ketika itu sudah berumur 80 tahun dan kebanyakan dibantu oleh kedua anak angkatnya, yaitu Ratna Djuami dan Nyonya Uteh.
Dengan lihai, Ramadhan K. H. membuat orang yang membaca buku ini seperti sedang mendengar Inggit Garnasih menceritakan kisah masa lalunya secara langsung. Buku ini mencakup pula kisah politik, kisah percintaan, ambisi, perjuangan dan semangat tergambar dari tokoh-tokohnya.
Hingga saat ini, kisah Inggit Garnasih masih menjadi cerita yang tak lekang digerus zaman.
Informasi Buku:
Judul: Kuantar ke Gerbang: Kisah Cinta Ibu Inggit dengan Bung Karno
Penulis: Ramadhan K. H.
Penerbit: Bentang Pustaka
Cetakan: I, Maret 2011
Tebal: 432 halaman