• Liputan Khusus
  • MASALAH SAMPAH DI KOTA BANDUNG: Dibakar dengan Insinerator, Dikelola Perusahaan Terafiliasi Ormas

MASALAH SAMPAH DI KOTA BANDUNG: Dibakar dengan Insinerator, Dikelola Perusahaan Terafiliasi Ormas

Pemkot Bandung menjalin kerja sama pengolahan sampah lewat pembakaran insinerator. Perusahaan terafiliasi ormas yang punya kaitan dengan Wali Kota Yana Mulyana.

Insinerator yang dinamai Wisanggeni Waste Insenerator merupakan produk PT Parahita Ananta Adyatama, perusahaan milik sayap organisasi FKPPI Kota Bandung, beroperasi di TPS Ciwastra, Jumat (27/1/2023). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul10 April 2023


BandungBergerak.id - Tinggi tumpukan sampah itu hampir rata dengan atap Pasar Ciwastra. Sekitar tiga meter, dengan luas mencapai 4x10 meter persegi. Sudah dua minggu pengangkutan sampah dari Tempat Pembuagan Sementara (TPS) ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti tersendat.

Di balik gunungan sampah itu, di dalam bangunan dengan kelir biru, terdapat tiga insinerator yang sedang membakar sampah. Satu insinerator yang berada paling ujung ukurannya paling besar. Kapasitas sampah yang bisa dibakar bisa mencapai delapan ton per hari. Sedangkan dua lainnya mampu membakar hingga lima ton.

Cerobong yang mencuat di atas atap mengeluarkan asap. Sesekali saat angin berembus, asap itu mengendap di bawah atap, tertahan sejenak.

Semua sampah bisa dilahap habis oleh insinerator ini menjadi abu, baik sampah kering maupun sampah basah. Pengecualian diberikan kepada beberapa jenis sampah meliputi limbah B3, karet, kain, popok dan pembalut, botol kaca, kaleng atau aluminium voil, dan sampah kesehatan. Jika insinerator membakar sampah jenis-jenis tersebut, asap yang keluar akan menghitam.

Di akhir Januari 2023 itu, masing-masing insinerator membakar sampah dengan suhu mencapai 157 derajat celcius dan 122 derajat celcius. Dari pengakuan petugas, insenerator kecil yang bersuhu 157 derajat baru saja diisi sampah basah. Jika sudah terbakar, suhu pembakaran bisa naik. Suhu pembakaran bahkan bisa mencapai 500 derajat celcius jika sampah yang dibakar benar-benar kering.

Tiga insinerator di TPS Ciwastra diklaim hemat biaya operasional pembakaran. Ketiganya mampu mengolah sampah harian mencapai 20 ton dalam delapan jam kerja, dan bisa mengurangi satu ritase pengangkutan sampah ke TPA Sarimukti.

Insinerator dioperasikan dengan memantik api dengan bantuan oli bekas dan campuran bensin. Setelah dimasukkan sampah ke dalam tungku dan api menyala, pemantik bisa dimatikan. Cara kerjanya adalah sampah membakar sampah.

Selain di TPS Ciwastra, satu unit insinerator juga ditemui di TPS Pasirluyu. Kapasitas pembakarannya relatif kecil, sekitar lima ton sampah per hari.

“Abunya dibuang ke TPA kalau di sini. Sedikit abunya, apalagi kalau diinjak,” ungkap Amin, petugas operator insinerator, Rabu (8/2/2023).

Koordinator TPS Pasirluyu, Dede, membeberkan, TPS menampung sampah dari Kecamatan Regol dan Lengkong. Ada 38 unit angkutan sampah terdiri dari satu unit mobil dan sisanya berupa roda (gerobak sampah) dan triseda. Selama ada insinerator, pengangkutan sampah yang biasanya tiga kali per hari, berkurang menjadi dua kali.

“Berkurang sangat banyak, sangat besar. Justru pembakaran ini membantu sekali. Biasanya kan suka numpuk di sana-sini. Kalau sekarang ya Alhamdulillah.,” kata Dede.

Kata Dede, ada kabar di TPS ini akan ditambahkan satu lagi insinerator.

Perusahaan Terafiliasi Ormas

Di badan insinerator yang sedang membakar sampah di TPS Ciwastra dan TPS Pasirluyu, tertera tulisan “Wisanggeni Waste Insenerator”. Pembuatnya adalah PT. Parahita Ananta Adyatama, perusahaan milik Himpunan Pengusaha dan Wiraswasta (HIPWI), sayap dari organisasi masssa (ormas) Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan dan Putra-Putri TNI-Polri (FKPPI) Kota Bandung.

Insinerator kecil yang mampu membakar sampah lima ton per hari diketahui merupakan insinerator generasi ketiga. Sementara itu insinerator dengan kapasitas delapan ton adalah generasi keempat. PT. Parahita Ananta Adyatama sedang mengembangkan insenerator generasi kelima yang diklaim mampu membakar sampah 10 ton per harinya.

Ketua FKPPI Kota Bandung, Adde Mararif, menyatakan, keterlibatan FKPPI dalam persoalan sampah di Kota Bandung adalah bentuk kepedulian warga untuk membantu pemerintah. Awalnya insinerator diniatkan diaplikasikan di skala Rukun Warga (RW) agar sampah harian bisa terolah.

PT. Parahita Ananta Adyatama kemudian menawarkan kerja sama dengan Perumda Pasar Juara untuk membereskan persoalan sampah harian pasar. Pada akhir 2022, barulah perusahaan berafiliasi ke ormas FKPPI ini mengurusi semua sampah yang ada di TPS Ciwastra dengan sistem kerja sama dengan BLUD Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung.

“Makanya kita penginnya kerja sama, biar kita punya tanggung jawab juga gitu kan. Kalau jualan kan misal mesinnya rusak besok, bukan urusan gua. Kan jualan,” ungkapnya kepada BandungBergerak.id ketika ditemui di Gelanggang Generasi Muda (GGM) Kota Bandung, Sabtu (28/1/2023).

Adde yang duduk sebagai direksi di PT. Parahita Ananta Adyatama menyebut, sejauh ini belum ada pertentangan atau penolakan terhadap penggunaan insinerator. Masyarakat sekitar bahkan merasa terbantu karena sampah tidak lagi menumpuk dan berpotensi mencemari air sumur warga. Ia menggarisbawahi, sangat penting untuk memperhatikan dampak yang dirasakan oleh warga.  

Ketua HIPWI FKPPI Kota Bandung, Herdadi, menyebut, perusahaan melakukan riset dan pengembangan selama tiga tahun. Insinerator di TPS Ciwastra dan TPS Pasirluyu merupakan insinerator yang sudah lolos uji baku mutu dari Sucofindo. Insinerator-insinerator itu juga diklaim sudah mengantongi sertifikat Registrasi Teknologi Ramah Lingkungan (RTRL) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Dadi memperlihatkan pindaian sertifikat uji baku mutu bertanggal 17 November 2020 yang menganalisis udara emisi dari identitas sampel “Cerobong Incenerator Limbah Domestik”. Data lapangan menunjukkan kadar oksigen (O2) sebesar 11,48 persen, karbon dioksida (CO2) sebesar 6,70 persen, flaw rate 6,8 m3/s, suhu gas 69,02 derajat celcius, efisiensi sebesar 99,5 persen, dan waktu tinggal selama lima detik.

Potensi pencemaran dari insinerator seperti asap, abu sisa pembakaran, dan air polutan dari pembakaran diklaim tidak akan berpotensi menjadi masalah. Asap yang keluar disebut sudah melalui penyaringan, meski Herdadi tidak membeberkan detailnya. “Rahasia dapur,” katanya.

Air polutan, lanjut Herdadi tidak langsung dibuang ke got atau selokan, melainkan ditampung terlebih dulu. Setelah dinetralisisai dengan proses didiamkan di sedimen, barulah air itu dilepas ke saluran got. Untuk abu pembakaran, perusahaan masih meneliti bisa dimanfaatkan menjadi apa.

“Sejauh ini sih kita mencoba untuk tidak mencemari lingkungan-lah,” ujar Hendardi. “Baik itu dari udara dan dari air.”

Kerja sama antara Pemerintah Kota Bandung dan PT. Parahita Ananta Adyatama menyebut perusahaan bertanggung jawab penuh terhadap alat, perbaikan kerusakan, biaya operasional, serta upah petugas insinerator. Pemerintah dibebankan membayar keseluruhan biaya operasional.

Herdadi tidak menerangkan dengan jelas, dari mana perusahaan mendapatkan keuntungan dengan sistem kerja seperti ini. Yang pasti, untuk membuat satu insenerator, modal yang harus dikeluarkan oleh perusahaan sekitar 200 juta rupiah. Perusahaan juga menyediakan alat keamanan untuk petugas berupa masker, helm, pakaian seragam, sarung tangan, dan sepatu boots karet.

Dalam observasi di lapangan pada akhir Januari 2023 lalu, BandungBergerak.id menemukan para petugas di TPS Ciwastra tidak memakai helm. Hanya beberapa dari mereka yang memakai masker. Tak lama berada di lokasi, reporter BandungBergerak.id sudah merasakan sesak akibat asap yang mengepul di dalam TPS. Kata seorang petugas, ia sudah terbiasa bekerja dengan asap dan sudah menjadi risiko kerjanya.

Tumpukan sampah di Tempat Penampungan Sampah (TPS) Ciwastra, Kota Bandung, terjadi karena tersendatnya pengangkutan ke TPA Sarimukti, Jumat (27/1/2023). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)
Tumpukan sampah di Tempat Penampungan Sampah (TPS) Ciwastra, Kota Bandung, terjadi karena tersendatnya pengangkutan ke TPA Sarimukti, Jumat (27/1/2023). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Dari Pemilahan ke Pembakaran

Riwayat keterlibatan FKPPI mengurusi sampah bisa ditarik jauh ke belakang. Mendiang Wali Kota Bandung Oded M. Danial, pada tahun 2019, melontarkan ajakan kepada FKPPI untuk terlibat aktif di Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan, Manfaatkan), program pengelolaan sampah khas yang memberi prioritas pada pemilahan sejak dari rumah tangga. Program ini mendapat dukungan dari para pegiat dan organisasi lingkungan.  

“Saya ingin mengajak FKPPI Kota Bandung untuk bersama-sama menyelesaikan masalah sampah,” kata Oded saat menutup rangkaian peringatan hari jadi ke-41 FKPPI Kota Bandung di Teras Sunda Cibiru, Jumat (18/10/2019).

Di penghujung November 2021, kerja sama kedua belah pihak akhirnya terjalin. Namun bukan dalam pemilahan sampah ala Kang Pisman, melainkan bergeser ke pembakaran. Perumda Pasar Juara dan HIPWI FKPPI menandatangani kerja sama pengelolaan sampah dengan teknologi insinerator. Yana Mulyana, yang waktu itu masih menjabat Wakil Wali Kota Bandung, menyaksikan langsung.

“Tentunya saya atas nama Pemkot Bandung mengucapkan terima kasih dan apresiasi atas kolaborasi ini, dan hari ini kita saksikan satu hal yang konkret terkait penanganan sampah di Kota Bandung,” ucap Yana, dikutip dari siaran pers Humas Kota Bandung, Kamis (25/11/2021).

Sebagai tindak lanjut kesepakatan itu, pada akhir Desember 2022, mesin pembakar sampah Wisanggeni Waste Insinerator digunakan untuk mengolah sampah ang ada di TPS Ciwastra. Yana Mulyana, yang sudah menjabat Wali Kota Bandung, meresmikan kerja sama itu.

"Ini ikhtiar kita menyelesaikan sampah di sumber TPS, sehingga semakin sedikit sampah yang dibuang ke TPA, baik TPA Sarimukti maupun TPA Legoknangka," tutur Yana, sembari berharap teknologi ini bisa diadopsi di wilayah-wilayah lainnya.

Dalam siaran pers Humas Kota Bandung yang dijuduli “Atasi Masalah Sampah, Pemkot Resmikan Insinerator Pembakar Sampah Ramah Lingkungan” itu hanya disebutkan nama BLUD UPT Pengelolaan Sampah DLHK Kota Bandung. Tidak dicantumkan dengan siapa Pemkot Bandung bekerja sama. Belakangan kita tahu, FKPPI masuk lewat PT. Parahita Ananta Adyatama.

Sulit membantah adanya kaitan antara Yana Mulyana dengan Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan TNI-Polri Indonesia (FKPPI). Ia tercatat pernah menjabat Ketua Generasi Muda FKPPI. Yana juga merupakan Ketua Pengurus Daerah X Keluarga Besar FKPPI Jawa Barat sebelum diganti lewat Musyawarah Daerah pada tahun 2022 lalu.

Petugas sedang menurunkan abu sisa pembakaran sampah dalam insinerator Wisanggeni di TPS Pasirluyu, Kota Bandung, Kamis (8/2/2023). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)
Petugas sedang menurunkan abu sisa pembakaran sampah dalam insinerator Wisanggeni di TPS Pasirluyu, Kota Bandung, Kamis (8/2/2023). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Baca Juga: Menuai Biaya Tinggi dan Asap Beracun dari Tungku Pembakaran Sampah (Insinerator) di Cekungan Bandung
Bandung akan Menghadapi Masalah Polusi dan Biaya jika Mengatasi Sampah dengan Insinerator

Terbuka untuk Semua Pihak

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung (DLHK) Kota Bandung, Dudi Prayudi membantah adanya pengistimewaan kelompok atau organisasi tertentu dalam kerja sama pengolahan sampah. Pihaknya memperlakukan sama seluruh pihak tanpa memandang afiliasi organisasinya. Selama ada pengajuan kerja sama dan sesuai syarat ketika verifikasi, kerja sama bisa dilakukan.

“Ya selama misalkan harga yang mereka tawarkan itu di bawah harga angkut kita ke sana (TPA Sarimukti), ya kenapa enggak gitulah ya kita kerja sama,” ucap Dudi, kepada BandungBergerak.id, Jumat (24/2/2023).

Dijelaskan Dudi, Pemkot Bandung terbuka seluas-luasnya kepada seluruh pihak yang mau mengurusi pengolahan sampah dengan metode apa pun. Penggunaan insinerator bukan menjadi persoalan. Selama teknologi itu telah teruji dan memiliki sertifikat yang dikeluarkan KLHK, kerja sama bisa dijalankan.

“Nah untuk Wisanggeni ini yang di dua ini (TPS), mereka sudah punya sertifikat dari KLHK,” katanya.

Dudi menjelaskan, pola kerja sama Pemkot Bandung dengan PT. Parahita Ananta Adyatama memiliki jangka waktu. Ada hak dan kewajiban yang harus saling dipenuhi oleh kedua pihak. Pihak perusahaan harus memastikan tonase sampah yang dibakar sesuai target. Perusahaan pula yang membiayai seluruh operasional, mulai dari gaji petugas hingga perawatan dan seluruh tetek bengeknya. BLUD UPT Pengelolaan Sampah membayar sesuai kontrak kerja sama. Dudi menolak menyebutkan nilai kontrak ini.  

Tentang dampak lingkungan yang diakibatkan penggunaan insinerator, Dudi berpegang pada sertifikat pengujian oleh KLHK. Selama teknologi memiliki sertifikat itu, mestinya ia bisa digunakan secara aman karena KLHK punya kewenangan menguji, mengawasi, dan mengeluarkan sertifikat.

Asap yang dihasilkan oleh pembakaran sampah dari insenerator Wisanggeni di TPS Ciwastra, Kota Bandung, Jumat (27/1/2023). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)
Asap yang dihasilkan oleh pembakaran sampah dari insenerator Wisanggeni di TPS Ciwastra, Kota Bandung, Jumat (27/1/2023). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Masih Sekelas Bajaj

Penggunaan insinerator sejak lama sudah ditentang oleh pegiat dan organisasi lingkungan. Belum ada regulasi yang mengatur pengelolaan, pengawasan dan penanggulangan potensi pencemaran yang berasal dari asap dan abu pembakaran (fly ash and bottom ash). Jargon “pembakaran sampah ramah lingkungan”, seperti dijadikan judul siaran pers Humas Kota Bandung, juga tidak tepat.

“Polusi akan menurunkan kualitas udara, dan potensi dari abu sisa pembakaran yang mengendap,” ungkap Direktur Eksektuf Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat, Meiki W. Paendong, Sabtu (1/4/2023).

Menruut Meiki, jika satu pihak belum memiliki rekam jejak baik dalam pengelolaan sampah dengan teknologi yang berprinsip ramah lingkungan, seharusnya ia tidak dipakai. Apalagi jika teknologi yang digunakan berpotensi mencemari lingkungan. Ibaratnya, sudahlah teknologinya tidak baik, pengelolanya pun bukan ahli di bidangnya.

“Yang expert pun selama masih menggunakan insinerator kita tentang, kita kritik. Kita tidak sepakat. Apalagi (organisasi) yang bukan di bidangnya menggunakan teknologi yang jelas-jelas tidak berwawasan lingkungan,” kata Meiki.

Pada tahun 2021, Walhi Jabar menerbitkan hasil observasi penggunaan insinerator se-Bandung Raya. Disimpulkan, insinerator di kawasan Cekungan Bandung membakar sampah tercampur yang menghasilkan asap emisi gas buang. Juga diketahui bahwa pengoperasian insenerator skala kecil tidak efisien dan berbiaya tinggi, karena membutuhkan bahan bakar solar, gas elpiji, dan listrik.

Menurut Meiki, penggunaan insinerator sebagai solusi penanganan sampah perlu ditinjau kembali. Apakah efektif, efisien, dan berdampak baik bagi lingkungan dan masyarakat. Jika dibiarkan, dikhawatirkan akan muncul pihak-pihak lain yang menerapkan hal yang sama. Insinerator akan digunakan di mana-mana. Penurunan kualitas udara di Bandung menjadi-jadi.

Meiki menjelaskan, emisi gas dari pembakaran sampah akan membentuk selubung di atmosfer sehingga energi panas yang harusnya dikeluarkan justru terperangkap dan kembali ke bumi. Inilah yang menyebabkan perubahan iklim dan kenaikan suhu. Selain itu, membakar sampah baik dengan insinerator maupun cara biasa menghasilkan cemaran mikroplastik ke udara.

Pembakaran sampah menghasilkan bahan-bahan kimia berbahaya seperti dioksin, polychlorinated biphenyls (PCBs), polybrominated diphenyl ethers (PBDEs), short-chain chlorinated paraffins (SCCPs), dan perfluorooctane sulfonate (PFOS). Abu sisa pembakaran bisa mengontaminasi air sumur dua kali lipat melebihi baku mutu air minum dan sanitasi air.

Ditambah lagi, abu hasil pembakaran sampah, baik yang terbang ke udara maupun mengendap di tanah (FABA), akan menyebabkan penyakit. Gejala ringan yang timbul seperti gatal dan ruam-ruam. Sedangkan gejala parahnya bisa mengganggu genetik dan kromosom janin.

Pengajar dan peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB), Enri Damanhuri, menjelaskan, komponen utama yang harus ada di insinerator adalah pembakar dan pengendali pencemaran. Ada juga insinerator yang lebih canggih yang bisa menghasilkan listrik. Faktanya, mayoritas insinerator di Indonesia belum baik.

“Pada umumnya insinerator yang dibuat di Indonesia itu masih sekelas bajaj,” ungkapnya ketika dihubungi BandungBergerak.id, Senin (13/3/2023). “Tidak ada pengendali pencemaran udara, teknologinya hanya bisa membakar.”

Enri mengkhawatirkan fenomena insinerator yang dipakai saat ini sebenarnya hanyalah penerapan teknologi lama. Ini melulu pembakaran sampah yang dipercantik dengan baja dan diberikan cerobong. Pengendalian komponen-komponen berbahaya kasat mata yang terkandung di dalam asap, dinomorduakan.  

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//