BIOGRAFI RADEN AYU SANGKANINGRAT (1907-1944) #1: Putri Patih Sumedang, Cucu Bupati Bandung
Raden Ayu Sangkaningrat (1907-1944) adalah aktivis perempuan dan pendidikan pada zaman kolonial. Ia istri Bupati Bandung R.A.A. Wiranatakoesoemah V.
Atep Kurnia
Peminat literasi dan budaya Sunda
11 April 2023
BandungBergerak.id - Raden Ayu Sangkaningrat (1907-1944) adalah istri Bupati Bandung R.A.A. Wiranatakoesoemah V (1885-1965) pada periode 1924-1935 (Iip D. Yahya, R.A.A.H.M. Wiranatakusumah V: Kedalaman yang Belum Terselami, 2011: 38). Sepak terjangnya sebagai aktivis perempuan dan pendidikan pada zaman kolonial, belum banyak dikenal. Entah apa sebabnya mengapa demikian. Namun, yang terang, hingga zaman pendudukan balatentara Jepang, dalam berita kematiannya, jasa-jasanya dalam rangka memajukan perempuan dan pendidikan bumiputra masih dikenang orang.
Oleh karena itu, dalam kerangka mengenalkan kembali sosok R.A. Sangkaningrat dan sepak terjangnya, sekaligus menambah sosok perempuan Bandung yang berkontribusi di lapangan emansipasi perempuan, mulai hari ini saya akan mencicilnya. Untuk tulisan pertama, saya akan menelusuri latar belakang keluarganya, sepanjang yang saya dapatkan datanya dari berbagai pustaka lawas, yaitu dari majalah, koran, dan buku terbitan tahun 1923 hingga 1944.
Informasi pertama saya dapat dari majalah Pandji Poestaka edisi 1938. Meskipun tidak menemukan fisik majalahnya, tapi saya menemukannya dalam unggahan Perpustakaan Nasional RI di akun Facebook pada 19 Juni 2017. Bahkan potongan berita itulah yang menjadi pintu masuk bagi saya untuk berkenalan dengan sosok dan sepak terjang R.A. Sangkaningrat, sehingga saya memutuskan untuk menggali lebih banyak informasi mengenai dirinya. Pada unggahan Perpustakaan Nasional itu juga disertai dengan potret Sangkaningrat dengan keterangan “cliche lama, ta’ ada waktoe lagi akan menantikan cliche baroe”.
Dalam Pandji Poestaka dikatakan, Sangkaningrat dilahirkan pada 1907. Ia adalah anak bekas Patih Sumedang R. Rangga Suriadiharja dan cucu almarhum bekas Bupati Bandung R.A.A. Martanagara. Konon, Sangkaningrat sempat mengenyam pendidikan dasar sekolah Belanda dan setelah selesai kemudian masuk ke HBS hingga mencapai kelas tiga. Pendidikannya disambung dengan mengambil hulpacte IEV, tetapi tidak sampai tamat.
Penulis dalam Pandji Poestaka kemudian menyatakan, “Rasanja dengan ini tjoekoeplah, karena siapa dan apa kerdja dan djasa Raden Ajoe Sangkaningrat dikalangan sosial dan pengadjaran gadis di Bandoeng ..”.
Enam tahun kemudian, dalam berita bertajuk “R. Ajoe Sangkaningrat Poelang ke Rachmatoelllah” (Tjahaja, 11 Jugatsu 2604). Dalam berita tersebut, saya mendapatkan tambahan data latar belakang keluarga Sangkaningrat. Antara lain di situ dikatakan “Beliau dilahirkan kira-kira 2 tahoen jang laloe, di-Bandoeng. Ajahnja ialah R. Soeriadihardja, bekas Patih Soemedang dan Iboenja R. Ajoe Ratna (poeteri R. Ajoe Lebak). R.A. Sangkaningrat itoe adalah toeroenan Prijaji Bandoeng dan Soemedang”.
Sementara latar belakang pendidikannya disebutkan, “Setelah keloear Sekolah Rendah beliau masoek Sekoelah Menengah antaranja djoega ke Sekolah Goeroe”.
Saya sendiri menemukan data lama terkait pendidikan Raden Ayu Sangkaningrat dalam De Preanger-bode edisi 29 April 1921, bertajuk “Preanger H.B.S-voor Meisjes” (HBS Priangan untuk gadis-gadis). Sekolah tersebut berlangsung selama tiga tahun pengajaran. Sangkaningrat (tertulis “Okje R.A. Sangka Ningrat”), saat tersebut dikatakan baru naik dari kelas satu ke kelas dua, bersama dengan antara lain R.G. Kannegieter, G.B. Moltzer, E.J.M. Nagtegaal, M. Savelkoul, T. van Zijll de Jong dan J.B.J. van Wijk.
Baca Juga: BIOGRAFI JONATHAN RIGG 1809-1871 #1: Kelahiran County North Yorkshire
SEJARAH SIPATAHOENAN 1924-1942 #1: Gagasan dan Titimangsa Terbit
BIOGRAFI MOCHAMAD ENOCH #1: Berangkat dari Paguyuban Pasundan
Kakek dan Ayahnya
Iip D. Yahya (2011: 38) mencantumkan silsilah Raden Ajoe Oekon Sangkaningrat, nama lengkap R.A. Sangkaningrat, hingga Dalem Karang Anyar (R.A. Wiranatakoeseoemah III), empat tingkat di atas Sangkaningrat, yaitu sebagai bao. Ini sekaligus mengonformasi berita Tjahaja bahwa Sangkaningrat keturunan bangsawan Bandung dan Sumedang.
Selengkapnya, R.A. Sangkaningrat berayahkan R. Rg. Ogog Soeriadihardja dan beribukan R.A. Retnaningrat atau R.A. Radjapermana. Kakeknya dari pihak ayah R.A.A. Martanagara dan neneknya R.A. Sengkon Sangkaningrat. Neneknya anak Bupati Sumedang Pangeran Sugih dengan R.A. Radjapamerat. Radjapamerat sendiri merupakan putri pasangan Dalem Karang Anyar (R.A. Wiranatakoeseoemah III) dan R.A. Hadjah Maryam (Nyi Mas Diyol).
Jadi, ada dua Sangkaningrat, yaitu Raden Ajoe Sengkon Sangkaningrat istri Martanagara dan Raden Ajoe Oekon Sangkaningrat cucunya Martanagara. Dengan demikian, besar kemungkinan, nama Oekon Sangkaningrat ditimba dari nama neneknya, Sengkon Sangkaningrat.
R.A.A. Martanagara mengisahkan pernikahannya dengan R.A. Sengkon Sangkaningrat dalam memoar Babad Raden Adipati Aria Maria Nagara Regent Pansioen Bandoeng di Soemedang (1923: 18-42). Menurut Martanagara, Sengkon Sangkaningrat adalah istri keduanya setelah istri pertamanya, Njai Raden Ratnainten (Armoenah), meninggal dunia pada Januari 1871 karena terkena wabah kolera. Martanagara menikahi Sengkon Sangkaningrat, yang sama-sama anak Pangeran Soegih, pada Oktober 1872.
Pasangan Martanagara-Sangkaningrat dikaruniai anak bernama Aom Ema atau Raden Somanagara (lahir 1873), Agan Lili atau Raden Ajoe Tedjapamerat, Aom Alibasah atau Raden Soeriadihardja (1878), Agan Resmen (Juni 1882), Moehamad Ishak atau Aom Atje Martahadisoeria (1883), Aom Onong atau atau Raden Martahadprawira (Agustus 1885), dan Aom Singgih (Juni 1897).
Tentang Aom Alibasah atau Ogog Soeriadihardja yang nantinya menjadi ayah Oekon Sangkaningrat, Martanagara menyatakan, “Ajeuna malikan deui tjatoer, satadi dina taoen 1878 samentas nampa bintang perak tea, Njai Sangkanningrat medalkeun deui poetra lalaki, dinamian Aom Alibasah, anoe mangkena dilandih Raden Soeriadihardja” (1923: 27, sekarang kembali lagi ke yang tadi, tadinya pada 1878 setelah mendapatkan bintang perak, Nyai Sangkaningrat melahirkan anak lelaki, yang dinamai Aom Alibasah, yang nantinya disebut Raden Soeriadihardja).
Ketika berusia satu tahun setengah, Pangeran Soegih datang ke Tegalkalong, meminta agar Martanagara menyerahkan Aom Alibasah agar dapat diasuh karena ia hendak merawat cucu laki-laki (“Waktoe oemoerna 1,5 taoen, Ama Kangdjeng Pangeran tjalik koe andjeun ka Tegalkalong moendoet Alibasah, dawoehanana: ‘Ieu boedak dipoendoet bae, mama hajang ngingoe intjoe lalaki”, 1923: 27).
Rekam jejak Raden Soeriadihardja saya dapati dari buku Orang Indonesia jang Terkemoeka di Djawa (2604=1944: 93) susunan Gunseikanbu. Di situ dikatakan, Soeriadihardja dilahirkan di Sumedang, pada 16 November 1880 atau selisih dua tahun dari yang ditulis Martanagara. Setamat pendidikan VS, ELS, dan HBS, Soeriadihardja bekerja sebagai juru tulis di kantor pengadilan Jakarta dan kontrolir Sukanegara, pengawas kehutanan di Kabupaten Bandung (1900-1902), mantri candu di Garut (1903), mantri lumbung di Garut (1905), camat Cipetir, Sukabumi (1906), camat Pamarican, Ciamis (1908), wedana di Garut (1910), patih Garut (1917), dan patih Sumedang (1920-1930).
Dengan demikian, bila menyimak rekam jejak ayahnya, Raden Ayu Sangkaningrat dilahirkan kala ayahnya menjabat sebagai camat Cipetir di Sukabumi dan kakeknya masih menjadi bupati Bandung.