Merayakan Idul Fitri dari Sebelah Kiri
Idul Fitri turut dirayakan dengan meriah di lembar-lembar Harian Rajat, koran yang jadi corong PKI. Termasuk pembelaan terhadap hak-hak kaum buruh memperoleh THR.
Andika Yudhistira Pratama
Penulis tinggal di Padalarang
23 April 2023
BandungBergerak.id - Pada tahun 1955, hari raya Idul Fitri jatuh pada tanggal 22 Mei yang juga bertepatan dengan hari jadi Partai Komunis Indonesia (PKI) yang ke-35. Dalam Harian Rakjat edisi 22 Mei 1955, setidaknya sebanyak 3 lembar halaman sesak dengan ucapan-ucapan selamat Idul Fitri.
Tak ketinggalan, secara tertulis Komite Sentral (C.C.) PKI turut serta menyambut hari raya Idul Fitri tersebut. Tertulis dengan jelas di salah satu kepala halaman dalam lembar koran yang jadi corong resmi partai tersebut:
Central Comite Partai Komunis Indonesia (P.K.I)
Mengutjapkan: SELAMAT HARI RAYA IDULFITRI 1374
KEPADA SEMUA RAKJAT INDONESIA JANG BERAGAMA ISLAM,
SEMOGA IDULFITRI TAHUN INI MENGHIKMATI PERDJOANGAN RAKJAT INDONESIA UNTUK PERSATUAN, KEMERDEKAAN DAN PERDAMAIAN.
Masih dalam edisi yang sama, Harian Rakjat menyelipkan skap PKI yang menentang segala potensi terjadinya perang atom di masa perang dingin dan menyeru masyarakat Indonesia untuk turut menjaga perdamaian.
“Kali ini lebaran benar2 dalam suasana yang istimewa. Lebaran ini djatuh pada suatu saat, dimana tidak hanja Asia-Afrika, tetapi seluruh dunia diliputi kumandang hasil2 Konferensi Bandung, lebaran ini malahan djatuh bersamaan ulang tahun ke-35 PKI, partai jang tak henti2nja memperdjuangkan perdamaian diantara bangsa2. ..... Kali ini kita bisa berpesta pada hari lebaran. Tetapi djika nafsu mengobarkan perang atom tidak kita kendalikan, lebaran2 jang akan datang akan berarti kuburan. Kita memerlukan kehidupan, dan bukan kuburan. Inilah sebabnja be-ratus2 djuta umat sekarang ini dengan giat melawan persiapan perang atom, sekarang ini dengan mengumpulkan tandatangan sebanjak2nya, sebagai bukti akan kebulatan kehendak umat manusia. Umat Islam tentu tidak ketinggalan,” begitu terutlis di editorialnya.
Harian Rakjat edisi yang sama mencantumkan juga berita tentang bagaimana serikat buruh yang berafiliasi dengan PKI larut dalam perayaan Idul Fitri pada tahun itu. Dewan Daerah SOBSI Sumatera Utara mengucapkan selamat Idul Fitri kepada segenap umat Islam di Indonesia. Seirama dengan PKI, SOBSI Sumatera Utara turut menentang ancaman perang atom. Tak ketinggalan, mereka pun menyatakan sikap menolak kenaikan harga barang dan menentang setiap perkosaan hak-hak demokrasi.
Turut serta PKI dalam merayakan Idul Fitri tidak berakhir di tahun 1955. Dalam edisi 11 Februari 1965, Harian mewartakan kehadiran D. N. Aidit selaku ketua C.C. PKI cum wakil ketua MPRS dalam acara “Malam Lenso” yang digelar untuk menyambut hari raya Idul Fitri sekaligus Imlek di Gedung Pemuda, Jakarta. Penyelenggaranya, PPI (Permusyawaratan Pemuda Indonesia) Djakarta Raja.
Dalam pidatonya di hadapan anggota PPI, D. N. Aidit mengapresiasi penyelenggaraan “Malam Lenso”. Menurutnya, tarian lenso merupakan tarian yang mendukung perjuangan revolusi rakyat. Selain itu, ia mengharapkan para seniman PPI untuk menciptakan tarian-tarian pergaulan yang menunjang “Rising Demand” perjuangan revolusioner rakyat Indonesia. Selanjutnya, ia mengharapkan acara penyelenggaraan “Malam Lenso” dapat menjadi momentum yang menguatkan harapan terciptanya keamanan dan kerukunan bagi setiap suku dan agama yang tinggal di Indonesia. Hal ini menjadi satu bagian lainnya yang dapat mendukung revolusi Indonesia.
Kemeriahan suasana hari raya Idul Fitri dalam surat kabar Harian Rakjat, berupa serbuan ucapan selamat dan berbagai reportasenya, mungkin sedikit sulit diterima atau bahkan membuat sebagian orang akan mengerenyitkan dahinya. Namun, hal ini setidaknya menjadi bukti bahwa partai merah yang terempas huru-hara politik 1965 tersebut tidak sepenuhnya anti agama atau anti ketuhanan.
Baca Juga: Merayakan 66 Tahun KAA: Asia Afrika Harus Memilih antara Blok Komunis dan Blok Amerika Serikat
Melihat Bandung dari Sisi Kiri Jalan
Ketika SOBSI Menuntut THR untuk Buruh
Sudah bukan hal baru lagi jika tunjangan hari raya (THR) kerap ramai diperbincangkan menjelang datangnya hari raya Idul Fitri. Hal tersebut biasanya terjadi akibat ketidakpastian kapan THR cair atau mungkin berapa nilai yang akan diberikan kepada para pekerja. Menanggapi hal tersebut, biasanya muncul kelompok atau serikat yang menyuarakan hak pekerja. Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), serikat buruh yang berafiliasi dengan PKI, melakukan upaya tersebut menjelang hari raya Idul Fitri tahun 1955.
Melalui surat usul yang dikeluarkan Dewan Nasional SOBSI pada 4 April 1955, SOBSI meminta Menteri Perburuhan Prof. Abidin agar memperhatikan tunjangan hari raya untuk buruh partikulir. Hal ini tercatat dalam salah satu berita di Harian Rakjat yang terbit pada tanggal 7 April 1955 berjudul “Tundjangan hari raja, gratifikasi dan tekstil untuk buruh!”
“Surat usul dari Dewan Nasional SOBSI itu memuat dua usul, jaitu pertama tentang dirobahnja sarat2 untuk mendapatkan tundjangan hari raya, dari sekurang2nja tiga bulan berturut-turut pada hari raya itu menjadi 30 hari sebelum hari raya, dari sebesar 1/12 upah jang diterima kaum burh dalam masa antara hari raya jang lalu dan jang akan datang serta adanja ketentuan djumlah sekurang-kurangnja Rp. 50 — mendjadi satu bulan upah dengan sekurang-kurangnja lebih besar dari pada tahun jang lalu,” demikian tulis reportase itu.
Selain itu, Menteri Perburuhan turut mendapat tuntutan gratifikasi dari salah satu anggota SOBSI, PERBUM (Persatuan Buruh Minyak). Hal ini terlihat dalam petikan paragraf berikut ini:
“Menteri Perburuhan menundjukan pula perhatiannja terhadap masalah gratifikasi bagi buruh minjak jg baru2 ini dituntut oleh Perbum (SOBSI). Menteri menjatakan kesediannja untuk menjelesaikan soal gratifikasi tsb. Selambat-lambatnja tgl. 7 April jang akan datang dan berharap dapat memenuhi tuntutan kaum buruh minjak walaupun tidak sepenuhnja. Dalam hubungan ini baik ditjatat bahwa Perbum menuntut dua bulan gratifikasi dan sebenarnja sudah siap dengan aksinja apabila tidak datang keputusan dari Menteri Perburuhan untuk menundanja.”
Terakhir, Dewan Nasional SOBSI telah berhasil membuat Menteri Perburuhan menyetujui persoalan distribusi tekstil (kebutuhan sandang) agar dapat terbeli dengan harga yang terjangkau oleh para buruh. Menurut Moh. Munir (Wakil Sekretaris Jenderal SOBSI), hal tersebut menjadi penting mengingat “persoalan distribusi tekstil itu merupakan salah satu tuntutan jang vital di kalangan kaum buruh.”
Moh. Munir melanjutkan, Dewan Nasional SOBSI akan melanjutkan tuntutan tersebut kepada Menteri Perekonomian Roosseno. Ia juga akan menemui Menteri Ali Sastroamidjojo untuk membicarakan THR bagi pegawai negeri.