• Berita
  • Seruan Kemerdekaan Palestina di Ruang Seni dan di Jalan, dari Pameran hingga Solidaritas Bandung Protest

Seruan Kemerdekaan Palestina di Ruang Seni dan di Jalan, dari Pameran hingga Solidaritas Bandung Protest

Pembantaian yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina mendorong solidaritas masyarakat sipil di Bandung turun ke jalan. Seniman bersolidaritas dengan pameran.

Warga bersama aktivis mengikuti aksi solidaritas untuk pembebasan Palestina dengan tema Sound The Alarm di Jalan Asia Afrika, Bandung, 19 September 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Tim Redaksi23 September 2025


BandungBergerak - Dalam sepekan ke belakang ada dua peristiwa di Bandung yang mengusung dukungan untuk Palestina sekaligus menyerukan semangat antipenjajahan. Pertama, aksi solidaristas turun ke jalan Bandung Protest di Palestina Walk, Jalan Dewi Sartika. Kedua, pameran internasional "Cross Cultural Brotherhood Revealing the Asian-Africa Spirits 1955" di OCBC Indonesia, Jalan Asia-Afrika, 22-28 September 2025.

Meski berbeda penyelenggara, kedua acara sama-sama mengobarkan dukungan kepada kemerdekaan Palestina. Secara historis Bandung memiliki Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955 dengan ruh Dasasila Bandung yang antikolonialisme. Dasasila Bandung kini diarahkan ke Israel sebagai musuh abadi perdamaian dunia.  

Pameran internasional "Cross Cultural Brotherhood Revealing the Asian-Africa Spirits 1955" menampilkan karya-karya seniman dari 12 negara yang memperkuat semangat KAA. Karya-karya seni rupa, fotografi, instalasi, dan patung yang dipamerkan mengangkat tema perdamaian, kemerdekaan, dan solidaritas global, termasuk isu Palestina.

Salah satu karya mengusung tema "A Cry For Rafah, Gaza, Palestinian People" oleh Herry Dim, seniman senior asal Bandung. Lukisan akrilik berukuran 90x90 cm ini merespons serangan Israel terhadap Palestina pada 2024, yang menyebabkan banyak korban jiwa, termasuk perempuan dan anak-anak.

Herry Dim terinspirasi oleh cucunya yang menggambar "Free Palestine" di dinding kamar dan bertanya, “Kenapa tidak melukis Palestina?”

"Saat itulah saya tergerak untuk menggambarkan Israel, yang selalu hadir sebagai “penyembelihan” bagi rakyat Palestina,” tulis Herry Dim, dalam catatan katalog, diakses Senin, 22 September 2025.

Seniman Bandung lainnya, Erwin Erlangga, turut menyuarakan semangat perdamaian melalui karyanya "I Love and Hope For Palestine". Dengan teknik akrilik di atas kanvas 70x70 cm, Erwin mengungkapkan keprihatinannya terhadap penindasan Palestina, yang menurutnya bukan sekadar masalah agama, melainkan tindakan genosida yang mengarah pada penghancuran kemanusiaan. Karyanya menggunakan elemen warna bendera Palestina untuk melambangkan cinta dan harapan akan kehidupan normal bagi rakyat Palestina.

Seniman asal Pakistan, Syeda Saba, juga berpartisipasi dengan karyanya "Warna-Warni Dunia", yang terinspirasi oleh bentuk biologis dan motif tradisional Pakistan, serta estetika budaya Indonesia. Pameran ini menampilkan berbagai tafsir tentang semangat KAA, dengan karya-karya yang menyentuh berbagai perspektif, termasuk gender, perdamaian, dan kebebasan berekspresi.

Kurator Supriatna menjelaskan, karya-karya ini menggambarkan semangat Dasasila Bandung yang mengutamakan kemerdekaan dan persahabatan budaya antarbangsa. Setiap seniman membawa latar budaya masing-masing, dari Tiongkok dengan mitosnya, hingga Bangladesh dengan ciri khas budayanya.

Supriatna menambahkan, meski tafsir seniman bervariasi, semua karya memiliki satu tujuan yang sama: mendukung kemerdekaan dan perdamaian.

“Tafsir seniman tidak seragam, karena latar budaya, pengetahuan, dan pengalaman mereka berbeda. Ada dua lukisan yang menyoroti isu Palestina. Ada yang frontal, menggambarkan bom, ada juga yang simbolik hanya lewat bendera atau warna. Intinya sama: mendukung kemerdekaan, sejalan dengan semangat Konferensi Asia-Afrika,” jelas Supriatna.

Pameran internasional Cross Cultural Brotherhood Revealing the Asian-Africa Spirits 1955 di OCBC Indonesia, Jalan Asia-Afrika, Bandung, 22-28 September 2025. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak)
Pameran internasional Cross Cultural Brotherhood Revealing the Asian-Africa Spirits 1955 di OCBC Indonesia, Jalan Asia-Afrika, Bandung, 22-28 September 2025. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak)

Dalam pembukaan pameran, Ketua Panitia Rahmat Jabbaril mengingatkan pentingnya semangat Dasasila Bandung dalam memajukan kebudayaan dunia, khususnya negara-negara Asia-Afrika.

“Ini menjadi keutamaan bagi kita, bagaimana kita bisa kembali mengeksplorasi semangat Dasasila Bandung sesuai amanat Konferensi Asia-Afrika tahun 1955. Dasar itulah yang membuat kita harus bangkit,” kata Rahmat Jabaril dalam pembukaan pameran di OCBC Indonesia, Senin, 22 September 2025.

Konferensi Asia-Afrika 1955 juga memberikan dampak besar terhadap perkembangan negara-negara yang kemudian bergabung dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung, Adi Junjunan Mustafa, mengungkapkan bahwa mereka sedang berupaya agar KAA dan situs-situs sejarahnya diusulkan sebagai warisan budaya dunia.

Adi menyebut, pihaknya bekerja sama dengan International Council on Monuments and Sites untuk mendorong KAA menjadi warisan budaya dunia. Proses ini diperkirakan akan memakan waktu lima tahun, dengan harapan pada 2030, Bandung dapat merayakan 75 tahun KAA dengan status resmi sebagai warisan budaya dunia.

Baca Juga: Sastra Palestina, Kolonialisme, dan Pemanusiaan
Aksi Longmars Solidaritas untuk Palestina di Bandung, Menyeru Kemerdekaan Penuh dan Hentikan Genosida

Pameran internasional Cross Cultural Brotherhood Revealing the Asian-Africa Spirits 1955 di OCBC Indonesia, Jalan Asia-Afrika, Bandung, 22-28 September 2025. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak)
Pameran internasional Cross Cultural Brotherhood Revealing the Asian-Africa Spirits 1955 di OCBC Indonesia, Jalan Asia-Afrika, Bandung, 22-28 September 2025. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak)

Bandung Protest: Setop Pembantaian Rakyat Palestina oleh Israel!

Bandung Protest kembali menggelar aksi solidaritas untuk Palestina, Jumat, 19 September 2025. Aksi dimulai dengan longmars dari Monumen Prasasti Dasasila hingga Monumen Bola Dunia, yang dikenal juga sebagai Palestina Walk, di pusat Kota Bandung. Para peserta membawa bendera Palestina, poster berisi tuntutan, serta simbol visual seperti boneka jenazah dan bayi tanpa kepala, sambil meneriakkan seruan seperti "Free-Free Palestine," "From the River to the Sea," dan "Palestine Will be Free."

Aksi ini merupakan bagian dari gerakan Global March to Gaza yang berlangsung serentak di lebih dari 50 negara. Gerakan global ini menyerukan pembebasan Palestina dari pendudukan Israel dan mengecam pembatasan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Aksi ini juga menggambarkan kekuatan rakyat dan solidaritas sipil untuk menyuarakan kondisi Palestina melalui “sound the alarm”.

Wanggi Hoed, seniman dan aktivis kemanusiaan, menjelaskan bahwa aksi dimulai dengan bunyi alarm sebagai peringatan atas genosida yang masih berlangsung di Gaza.

"Jangan sampai kita menunda, karena waktu semakin sedikit," ujar Wanggi.

Kementerian Kesehatan Gaza, sebagaimana dilaporkan Al Jazeera, mencatat lebih dari 65.000 korban jiwa akibat serangan Israel sejak 2024, dengan lebih dari 165.000 orang terluka. Israel telah menutup perlintasan Gaza sejak 2 Maret untuk mencegah truk bantuan kemanusiaan masuk, sementara kondisi rakyat Gaza semakin memprihatinkan.

World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa sejak Juli, 74 orang meninggal akibat malnutrisi di Gaza. Wanggi juga mempertanyakan sikap diam negara-negara besar yang tidak bertindak menghentikan kebiadaban Israel, padahal PBB sudah mengakui kedaulatan Palestina.

Solidaritas Kemanusiaan

Solidaritas bagi Palestina sangat penting dalam situasi kritis ini. Fathi'ah Azzahra dan Selsha Septifanie, dua mahasiswi Unpad dari Jatinangor, tergerak untuk ikut turun ke jalan. Selsha mengaku bahwa sebelumnya ia hanya aktif menyuarakan isu Palestina di media sosial.

Keduanya juga mendoakan para relawan Indonesia, seperti Maimon Herawati, dosen Unpad, yang ikut serta dalam Global Sumud Flotilla menuju Gaza.

"Semoga mereka dilindungi selama perjalanan," ujar Selsha.

Di tengah aksi solidaritas, dua anak sekolah dasar turut serta, membawa poster bertuliskan “Children Are Not a Target”, sementara seorang anak lainnya menggendong boneka berlumuran darah.

Ria Anggraeni, ibu mereka yang tinggal di Bandung Timur, menjelaskan alasan membawa anak-anaknya ke aksi.

“Ingin menunjukkan kalo misalnya Mamahnya enggak diam lihat pembantaian di Gaza, Palestina,” ujar Ria.

Ria, yang sudah beberapa kali membawa anak-anaknya dalam aksi solidaritas Palestina, merasa sangat sedih melihat anak-anak di Gaza menjadi korban kekejaman. UNICEF mencatat sejak Maret 2025, lebih dari 1.300 anak Palestina tewas, dan lebih dari 3.700 terluka.

"Sebagai ibu, saya merasa sangat sedih. Tidak terbayang jika anak-anak kita yang mengalami itu," ujar Ria.

Ia ingin mengajarkan kepada anak-anaknya untuk membela yang benar, tidak diam ketika melihat penderitaan saudara-saudara mereka.

***

*Reportase ini dikerjakan reporter BandungBergerak Muhammad Akmal Firmansyah dan Yopi MuharamKawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//